Lansia Jepang Pilih Penjara Tempat Bertahan Hidup

Internasional | Minggu, 03 Februari 2019 - 10:23 WIB

Lansia Jepang Pilih Penjara Tempat Bertahan Hidup
OLAHRAGA: Warga lansia di Jepang olah­raga bersama di lapangan kuil di Tokyo. (AFP)

Michael Newman, peneliti demografi, dan Custom Products Research Group pernah meneliti hubungan angka kriminalitas lansia dan uang pensiun.

Dalam riset pada 2016 itu diketahui bahwa uang pensiun di Jepang tidak cukup untuk membiayai kehidupan lansia. Biaya sewa tempat tinggal, makan, dan perawatan kesehatan justru membuat para pensiunan terjerat utang. Itu belum termasuk biaya untuk membeli baju dan pemanas ruangan saat musim dingin tiba.

Baca Juga :Pratama Arhan Putuskan Hengkang dari Tokyo Verdy, Shin Tae Yong Beri Dukung

”Para pensiunan itu tidak ingin menjadi beban untuk anak-anaknya. Maka, jika mereka tidak bisa bertahan dengan uang pensiun, pilihannya hanyalah masuk penjara,” ungkap Newman. Rata-rata para lansia itu tinggal jauh dari anak-anak mereka yang mengejar karir di perkotaan.

Keiko (bukan nama sebenarnya) pun punya pemikiran yang sama dengan Takata. Perempuan 70 tahun itu mengaku tak akur dengan suaminya. Dia juga tidak punya uang dan tak tahu harus ke mana mencari biaya hidup. Karena itu, dia lantas mengutil di toko agar masuk penjara. Dia mengulangi lagi perbuatannya setiap kali bebas. Saat diwawancarai BBC dia masih bebas, tapi ketika berita ini diunggah dia sudah dipenjara lagi.

”Bahkan, perempuan 80-an tahun yang tidak bisa berjalan normal pun berbuat kejahatan. Itu karena kami tidak bisa mendapatkan makanan dan uang,” ujar Keiko.

Di penjara mereka bisa makan tiga kali sehari tanpa memikirkan bagaimana membayarnya. Selama kurun waktu 20 tahun terakhir, kejahatan yang dilakukan lansia di Jepang terus merangkak naik. Pada 1997-an, 1 di antara 20 pelaku kejahatan adalah lansia. Kini perbandingannya kian naik menjadi 1 di antara 5 orang. Di penjara yang terletak di Fuchu, pinggiran Tokyo, misalnya. Dua pertiga tahanan adalah lansia di atas 60 tahun. Mayoritas kejahatan yang dilakukan adalah mengutil makanan yang nilainya kurang dari JPY 3.000 atau setara dengan Rp381 ribu.

Selain masuk penjara, bunuh diri adalah pilihan lain yang biasa diambil para lansia di Jepang. Angka bunuh diri lansia juga merangkak naik meski tak setinggi mereka yang dipenjara. Direktur Pusat Rehabilitasi With Hiroshima Kanichi Yamada mengungkapkan, seandainya punya teman untuk mengobrol, para lansia itu tidak akan berbuat demikian. Yamada meyakini, kemiskinan hanyalah alasan. Sejatinya mereka hanya kesepian.

Tingginya angka kriminalitas yang dilakukan para lansia itu membuat pemerintah kelimpungan. Kapasitas tahanan dan para penjaga ditambah. Utamanya untuk tahanan wanita. Jumlah lansia perempuan yang melakukan kejahatan lebih banyak daripada laki-laki. Banyaknya lansia membuat anggaran kesehatan di penjara membengkak. Fasilitas penjara juga ditambah untuk menyesuaikan para lansia.

”Ada handrails dan toilet khusus. Ada pula kelas untuk para lansia,” ujar Masatsugu Yazawa, kepala pendidikan penjara Fuchu. Mereka diajak karaoke dan bergembira serta diajari bahwa kehidupan yang sesungguhnya adalah di luar penjara.(sha/c10/hep/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook