PADANG (RIAUPOS.CO) -- Sejarah perkeretaapian di Muaro Sijunjung Sumatera Barat, tidak lepas dari catatan kelam Romusha (kerja paksa) pada masa penjajahan Jepang di Indonesia.
Pemerhati dan periset sejarah, Fikrul Hanif, mencatat ratusan ribu nyawa manusia melayang, untuk melayani kebutuhan militer Jepang terhadap moda transportasi massal pada zaman penjajahan Jepang.
"Kerja paksa Romusha yang dilakukan oleh Jepang telah menghadirkan rel kereta api sepanjang 220 Km dari Muaro Sijunjung Sumatera Barat hingga ke Riau," ungkap Fikrul, Jumat (17/11).
Untuk merealisasikan rel kereta api tersebut, pekerjaan pembuatan rel kereta yang melalui Muaro Sijunjung hingga Pekanbaru juga melibatkan Romusha yang didatangkan dari Pulau Jawa.
"Jepang hanya mewajibkan penduduk laki-laki berumur 16 – 45 tahun untuk dipekerjakan. Warga yang ada, sangatlah kurang. Oleh karena itu, Jepang mendatangkan buruh dari Jawa ke Muaro Sijunjung untuk dijadikan Romusha," ujarnya.
Fikrul Hanif menambahkan, keberhasilan Jepang dalam kerja paksa Romusha tak lepas dari propaganda yang dilakukan oleh penjajah Jepang dalam meyakinkan kalangan masyarakat jelata untuk bersedia membantu Jepang.
"Beragam strategi ditempuh pemerintah Dai Nippon untuk merekrut anak bangsa, sebagai tenaga Romusha. Salah satunya dengan melakukan propaganda Jawa Hokokai yang mempunyai peran terdepan dalam meyakinkan kalangan masyarakat jelata untuk bersedia membantu Jepang," paparnya.
Menurut Fikrul Hanif, sejak awal abad ke-20, Jepang telah lama mengamati strategisnya Indonesia.
"Mereka melihat sisi kekayaan alam yang melimpah dan sumber tenaga manusia yang bisa dikerahkan untuk mendukung kepentingan Perang Asia Pasifik. Oleh karena itu, dengan jelinya Jepang mengerahkan spionase, baik laki-laki ataupun perempuan. Para spionase tersebut menyamar sebagai tukang obat, penjual mainan, maupun sebagai pekerja seks komersial di Indonesia," jelasnya.
Fikrul Hanif menekankan, dengan hadirnya spionase tersebut, Jepang memiliki gambaran jelas tentang kekuatan militer Kolonial Belanda, serta batas wilayah kekuasaan, perusahaan-perusahaan yang bertebaran di masa liberalisasi ekonomi, sebaran penduduk, potensi kekayaan ekonomi, dan lainnya.
"Sebelum pendaratan di Indonesia, Jepang telah mempropagandakan 3A; Jepang Cahaya Asia. Jepang Pelindung Asia. Jepang Pemimpin Asia. Alhasil, dengan meyakinkan untuk mendukung Jepang sebagai saudara tua, maka kehadiran Jepang diharapkan membawa mereka pada masa keemasan," tutupnya.
Sumber: Padek.co (Riau Pos Group)
Editor: Rinaldi