MYANMAR (RIAUPOS.CO) - Aksi massa menentang kudeta militer di Myanmar masih berlanjut pada Rabu (24/2/2021). Bahkan, ribuan orang berkumpul di luar Kedutaan Besar Indonesia dan Thailand di tengah kekhawatiran diplomasi untuk membangun koalisi regional dalam mengarahkan jalan keluar dari krisis politik di Myanmar.
Menteri luar Negeri Myanmar yang ditunjuk militer, Wunna Maung Lwin, terbang ke Bangkok untuk membicarakan upaya diplomatik ASEAN. Indonesia menggalang dukungan untuk pertemuan khusus ASEAN tentang kudeta tersebut. Namun, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi lewat Kemenlu memastikan tidak akan mengunjungi Myanmar minggu ini.
ASEAN sendiri memiliki kebijakan untuk tidak mencampuri urusan satu sama lain dan mengambil keputusan berdasarkan konsensus.
“Dengan mempertimbangkan perkembangan terkini dan masukan dari negara-negara ASEAN lainnya, ini bukan waktu yang ideal untuk melakukan kunjungan ke Myanmar,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah dalam jumpa pers.
Sementara itu, aksi massa terus berlanjut mengutuk kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi. Massa tak peduli meski ada ancaman bahwa konfrontasi bakal menimbulkan korban jiwa.
Sejumlah kelompok muncul di depan Kedutaan Besar Indonesia dan Thailand di Myanmar. Muncul seruan di media sosial mendesak ASEAN untuk tidak memberikan legitimasi kepada pemimpin kudeta. Kelompok dari etnis minoritas Myanmar juga turun ke jalan-jalan di Yangon, kota terbesar Myanmar.
“Kami, etnis minoritas, tidak memiliki kesempatan untuk menuntut hak kami, tetapi sekarang kami melakukannya,” kata San Aung Li (26) seorang anggota minoritas Kachin.
“Jadi saya mendukung protes seperti halnya semua etnis, dengan satu suara,” imbuhnya.
Beberapa aktivis pro-demokrasi khawatir diplomasi dengan para jenderal dapat merusak tuntutan mereka agar hasil pemungutan suara November, yang dimenangkan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi, dihormati. Para jenderal mengklaim terjadinya kecurangan dalam pemilu meskip komisi pemilihan tidak menemukan bukti. Militer mengatakan akan menggelar pemilihan baru pada tanggal yang tidak ditentukan. Mereka telah mengumumkan keadaan darurat selama setahun.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah Kepada JawaPos.com menegaskan Indonesia terus berkomitmen untuk berkontribusi. Indonesia juga berkomitmen untuk terus berkomunikasi dengan semua pihak di Myanmar.
“Indonesia akan terus melakukan konsultasi dengan negara ASEAN lainnya mengenai setiap perkembangan yang ada,” katanya.
Seperti diketahui, militer Myanmar merebut kekuasaan pada 1 Februari dengan landasan kecurangan pemilu. Partai Aung San Suu Kyi memenangkan pemungutan suara. Junta militer lantas menjanjikan pemilu baru, tapi tanpa menetapkan jadwal yang tepat. Kudeta tersebut telah memicu protes masal setiap hari selama hampir tiga minggu dan pemogokan oleh banyak pegawai pemerintah.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Eka G Putra