NEW YORK adalah salah satu kota tersibuk di dunia. Kota tempat markas PBB berada ini adalah kota perdagangan yang aktivitas masyarakatnya 24 jam. Dari waktu ke waktu, mereka selalu hidup. Jarang ada toko atau supermarket yang tutup. City that never sleep.
Namun kini, setidaknya bagi Eisha Maghfiruha, julukan itu sudah tak cocok disandang New York. Setidaknya saat ini. Sudah hampir sebulan, perempuan asal Indonesia ini melihat kota yang katanya tidak pernah tidur itu beristirahat untuk kali pertama.
New York menjadi negara bagian di AS paling parah terpapar virus corona. Ada 233.951 kasus corona di sana dan 17.131 kematian.
Trotoar jalanan di pusat kota sudah sepi dari pejalan kaki. Jalanan di distrik padat Manhattan juga terlihat sangat lengang, tak ada riuh ramai orang dan kendaraan berlalu-lalang seperti hari-hari kemarin. Distrik perbelanjaan hingga restoran tutup. Tak ada satu toko pun buka di distrik China Town yang terkenal padat dan ramai.
Bunyi khas klakson mobil serta sirine yang kerap bersua selama hampir 24 jam dan telah menjadi ninabobo warga Kota New York juga kian samar-samar tak terdengar.
Eisha menggambarkan New York kini sangat sepi. Yang tersisa hanya cahaya warna-warni papan reklame serta billboard yang berderet di jalanan Times Square tanpa arti.
Sejak 20 Maret lalu, warga Negara Bagian New York, termasuk Kota New York, memang diminta untuk berdiam diri di rumah karena penyebaran virus corona di sana kian mengkhawatirkan.
Saat itu, Gubernur Negara Bagian New York, Andrew M Cuomo, mengumumkan bahwa wilayahnya itu akan beristirahat sejenak.
"We are going to put out an executive order today. New York State on pause-only essential businesses will be functioning. 100 Percent of the workforce must stay home. This is the most drastic action we can take," kata Cuomo saat mengumumkan status darurat corona.
Eisha menyaksikan pengumuman itu bersama anak dan suaminya di depan televisi. Sejak itu, Eisha sadar bahwa dia dan keluarganya akan menghadapi situasi tak biasa yang entah sampai kapan akan berakhir.
Sudah hampir tiga tahun tinggal di New York, tapi baru kali ini Eisha merasakan pergerakannya dibatasi. Hanya boleh keluar apartemen bersama anggota keluarga saja. Keluar apartemen pun hanya dibatasi untuk pergi ke supermarket.
Bahkan di supermarket saja harus antre terlebih dahulu agar bisa masuk dan berbelanja. Di dalam supermarket, Eisha dan pengunjung lainnya juga diatur untuk saling menjaga jarak minimal dua meter demi meminimalisir penularan virus corona melalui percikan droplet atau air liur.
Eisha menuturkan belum lagi ia harus "bersaing" siapa cepat dia yang dapat saat berbelanja. Sebab, semua orang berbondong-bondong memasok makanan dan kebutuhan pokok lainnya hingga kelangkaan sejumlah barang seperti tisu toilet pun terjadi.
"Semua orang panik di sini, apalagi ketika kasus corona terkonfirmasi. Semua orang berpikir 'wah jangan-jangan akan lockdown nih' jadi semua orang pada serbu groceries," tutur Eisha saat bercerita kepada CNNIndonesia.com, Jumat (17/4) lalu.
Situasi abnormal ini juga dialami anak dan suami. Sekolah-sekolah dan perkantoran diliburkan. Eisha mengatakan meski belajar-mengajar masih dilakukan secara daring atau online learning, sang anak tak hentinya menanyakan kapan bisa pergi ke sekolah dan bermain bersama teman-teman.
"Cukup tricky ya menjelaskan situasi sekarang ini kepada anak-anak. Tapi, untungnya sebelum libur pihak sekolah sudah sering menjelaskan kalau saat ini sedang ada penyebaran virus, harus rajin cuci tangan, dan jangan bepergian. Jadi mereka sedikitnya mengerti," kata Eisha.
"Tapi anak saya tetep tanya-tanya 'kapan bisa sekolah lagi Ma?' dan 'kenapa aku enggak bisa bermain keluar?'. Ya memang di sini anak-anak senang pergi ke sekolah jadi kasihan juga lihatnya," tutur Eisha menambahkan sambil terdengar tertawa kecil.
Eisha sangat berharap situasi tidak menentu ini akan segera berakhir.
Perempuan yang berprofesi sebagai peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) itu khawatir situasi pandemi ini akan berlangsung cukup lama lantaran vaksin dan obat corona pun belum ditemukan.
"Tantangan yang paling saya khawatirkan adalah kita harus beradaptasi untuk waktu yang cukup lama. Meski sekarang kasus corona baru-terutama di New York --sudah melandai, tapi kan vaksin dan obat belum ditemukan. Saya khawatir ada kemungkinan terjadi gelombang kedua penyebaran corona ketika kita sudah berupaya memulihkan situasi kembali ke normal," ujar Eisha.
Virus corona telah menginfeksi lebih dari 2,2 juta orang di 210 negara dan wilayah di dunia sejak awal penyebaran sekitar Desember lalu. Berdasarkan data per Sabtu (18/4), sebanyak 581.325 pasien corona dinyatakan sembuh, sementara itu sebanyak 154.900 lainnya meninggal dunia.
AS menjadi negara dengan kasus dan kematian corona tertinggi di dunia dengan 710.272 positifi dan 37.175 meninggal.
Presiden Donald Trump tengah berencana melonggarkan kebijakan pembatasan pergerakan di AS secara bertahap. Hal itu dikhawatirkan sejumlah pihak memicu risiko penyebaran corona gelombang kedua terjadi.
Sumber: CNN Indonesia
Editor: Hary B Koriun