MOSKOW (RIAUPOS.CO) – Konflik panas antara Rusia dan Ukraina membuat beragam sektor terkena imbas buruk. Perang kedua negara tersebut memperparah kondisi perekonomian dunia yang terdampak akibat pandemi Covid-19 selama dua tahun belakangan.
Industri kelapa juga menjadi salah satu sektor yang hingga kini masih keteteran. Market Statistic Officer International Coconut Community (ICC) Alit Pirmansyah menuturkan bahwa saat ini pelaku industri kelapa sedang tidak baik-baik saja. Menurutnya, Indonesia dan negara-negara anggota ICC lain tengah menghadapi permasalahan yang sama.
“Permasalahan terbesar saat ini adalah menurunnya demand karena adanya ketidakstabilan global. Saat pandemi kemarin pelaku industri kelapa sudah berusaha survive dan masih bisa bertahan. Namun adanya gempuran ekonomi baru yang disebabkan dampak dari perang Rusia-Ukraina ini berbeda. Fenomena tersebut membuat industri kelapa semakin terpuruk,” kata Alit.
Alit melanjutkan, perang Rusia-Ukraina menyebabkan stabilitas negara-negara kawasan Eropa dan Amerika Serikat terganggu. Alhasil, daya beli masyarakat menurun drastis. Hal inilah yang memberikan dampak besar terhadap anjloknya harga kelapa butir maupun olahan.
Dengan kondisi market dunia yang saat ini tengah mengalami penurunan demand, meski harga jual produk diturunkan di bawah harga pasar, hal ini tidak menjamin produk kelapa akan laku.
“Penyebab utamanya adalah minimnya permintaan dan kebutuhan terhadap produk tersebut. Sehingga, meski saat ini harga kelapa sudah turun, permintaan impor kelapa dari negara lain tetap rendah,” ujar Alit.
Untuk menyikapi kondisi demikian, Alit menuturkan, ada beberapa opsi yang bisa dilakukan oleh para pelaku bisnis di industri kelapa. Yakni dengan meningkatkan konsumsi domestik dalam negeri. Hal ini juga bisa terwujud dengan sinergitas antar beberapa lini.
“Seperti di India, di mana konsumsi domestik mereka akan kelapa cukup besar. Sehingga adanya penurunan demand dari negara importir tak membuat mereka limbung. Industri kelapa di India yang besar akan tetap bisa terserap dengan baik karena konsumsi domestik yang tinggi,” katanya.
Opsi lain yang bisa diterapkan adalah meningkatkan nilai tambah produk kelapa. Hal ini juga berkaitan dengan saran supaya jangan hanya menjual kelapa butiran saja. Keseluruhan kelapa sebenarnya bisa dimanfaatkan menjadi produk bernilai jual tinggi, baik itu air, daging, batok kelapa hingga sabut kelapa.
“Kemampuan mengolah keseluruhan kelapa ini penting di masa seperti sekarang ini. Sebab kalau hanya mengandalkan penjualan kelapa butiran saja saya rasa akan kesulitan. Lesunya permintaan konsumen justru akan membuat para petani semakin sulit,” papar Alit.
Alit menjelaskan, fluktuasi nilai jual suatu produk di pasar global sebenarnya adalah hal yang biasa terjadi. Sebelumnya, dalam krisis global semua produk juga terdampak, namun memang kondisi pandemi yang dibarengi adanya perang yang memanas menambah keruh suasana.
“Kalau lihat ke belakang sebelum perang sebenarnya pertumbuhan industri kelapa ini bagus. Pandangan 5 tahun ke depan pertumbuhannya positif. Namun karena situasi tak terduga ini cukup terasa di berbagai kalangan. Harapannya setelah perang ini usai industri kelapa akan bisa bangkit lagi. Saya optimistis akan hal itu,” pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman