BEIJING (RIAUPOS.CO) - Isu rasialis di tengah pandemi corona (Covid-19) di Cina, menimbulkan protes dari banyak negara Afrika. Kondisi ini membuat Cina tengah menghadapi krisis diplomatik dengan beberapa negara Afrika karena dugaan diskriminasi tersebut memicu amarah dari pihak Afrika.
Seorang pelajar Afrika di kota Guangzhou, Cina Selatan, pekan lalu diduga menjadi sasaran pengujian virus corona secara paksa. Aksi tersebut dilakukan diduga lantaran China khawatir adanya peningkatan penularan kasus impor SARS-Cov-2.
Dalam video yang beredar tampak dua warga Afrika dipaksa melalui pengetesan kendati mereka tidak pernah meninggalkan Cina dalam beberapa bulan terakhir. Mereka diketahui juga belum melakukan kontak dengan pasien Covid-19 dan baru merampungkan isolasi 14 hari dan telah mengantongi sertifikat yang menyatakan mereka terbebas dari virus corona.
Selain itu, sejumlah besar warga Afrika yang berada di Cina dikabarkan juga kehilangan tempat tinggal. Mereka diusir oleh pemilik apartemen serta ditolak oleh hotel-hotel di sana.
Kekhawatiran masyarakat akan munculnya gelombang kedua penularan virus corona dari warga asing dilaporkan telah berkembang dalam beberapa pekan terakhir.
Di sisi lain, pemerintah, media, dan warga Afrika mengutuk sentimen anti-asing tersebut. Terlebih banyak video beredar yang memperlihatkan warga Afrika yang dilecehkan oleh polisi dan tidur di jalan-jalan atau terkunci di rumah mereka dengan alasan untuk kebutuhan karantina.
Merespons dugaan diskriminasi, anggota parlemen Kenya pada Sabtu (11/4) lalu sempat menyerukan agar warga Cina segera keluar dari sana. Stasiun tv di Uganda, Nigeria, dan Afrika Selatan juga membuat berita tentang dugaan penganiayaan. Hal itu bisa mengancam hubungan diplomatik antara Cina dan negara-negara di Benua Afrika.
Pemerintah negara-negara Afrika dengan cepat meminta respons dari Beijing atas perlakuan yang diterima para warganya.
Merespons hal itu, anggota parlemen Nigeria Oloye Akin Alabi mengunggah sebuah video diskriminasi terhadap duta besar Cina untuk Nigeria, Zhou Pingjian, sebagai bentuk protes atas perlakuan buruk warga Cina terhadap warganya di Guangzhou.
Oloye kemudian menyertakan video tersebut dengan pesan bahwa pemerintahnya tidak mentolerir penganiayaan terhadap orang-orang Nigeria di Cina.
Pemerintah Uganda dan Ghana juga dilaporkan telah memanggil duta besar Cina di negara masing-masing untuk memprotes atas tindakan warga Cina yang menurut mereka tidak manusiawi. Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri Afrika Selatan mengatakan sangat prihatin dengan laporan tersebut.
Di hari yang sama, Ketua Komisi Uni Afrika, Moussa Faki Mahamat mengatakan melalui akun Twitternya jika ia telah mengundang duta besar Cina ke Kantor Uni Afrika yang secara pribadi membahasa tuduhan penganiayaan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Zhao Lijian membantah bahwa Cina mendukung perilaku diskriminasi tersebut.
"Semua orang asing diperlakukan sama. Kami menolak perlakuan berbeda, dan kami tidak memiliki toleransi terhadap diskriminasi," kata Zhao, Ahad (12/4) dilansir dari CNN.
Zhao menjanjikan bahwa pemerintah provinsi akan melayani warga beberapa negara di Afrika, dan mengajak bekerja sama untuk meningkatkan tindakan karantina di Cina, termasuk menyediakan akomodasi khusus bagi orang asing yang diharuskan menjalani pengamatan medis.
Namun, Zhao tidak menanggapi tuduhan bahwa pihak berwenang di Cina telah mengadakan pengetesan paksa dan karantina 14 hari untuk semua warga Afrika di Cina.
Pemerintah Cina melaporkan jika sekitar lima orang Nigeria di Guangzhou yang dinyatakan positif terinfeksi virus corona. Kecurigaan bahwa banyak orang Afrika tinggal lebih lama dari izin tinggal mereka di Guangzhou. Para pejabat Cina mengatakan sejauh ini ada 4.553 warga Afrika pada pekan lalu secara hukum tinggal di kota tersebut.
Sejauh ini, Cina telah melaporkan sebanyak 82.249 kasus virus corona dengan 3.341 kematian. Sementara, hanya sebanyak 77.738 pasien terinfeksi yang dilaporkan berhasil sembuh.
Sumber: CNN/Xinhua/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun