ANKARA (RIAUPOS.CO) – Bantuan untuk korban gempa Turki dan Suriah terus berdatangan. Namun, bantuan-bantuan dari sejumlah negara itu tak bisa segera didistribusikan kepada penduduk terdampak. Terutama untuk wilayah Suriah. Penyebabnya adalah seteru panjang pemerintah dengan kelompok oposisi atau pemberontak.
''Sejauh ini, kami telah mengecewakan orang-orang di wilayah barat laut Suriah. Mereka merasa diabaikan. Mengharapkan bantuan internasional yang tak kunjung tiba,'' ujar Martin Griffiths, Wakil Sekjen PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat, seperti dikutip Channel News Asia.
Sepuluh truk PBB telah melewati perbatasan Bab al-Hawa dan tiba di Suriah. Bantuan itu berupa alat untuk selter, tali, selimut, tempat tidur, karpet, dan berbagai hal lain. Bab al-Hawa yang menghubungkan Turki-Suriah adalah satu-satunya jalur yang dibuka. Jalur itu sempat tertutup saat gempa terjadi.
Sebagian besar area yang terdampak gempa di Suriah berada di wilayah barat laut. Mayoritas dikuasai kelompok oposisi atau pemberontak. Hanya sebagian kecil yang berada di wilayah pemerintahan di bawah naungan Presiden Bashar Al Assad.
Bantuan yang masuk melalui bandara sudah berdatangan. Jalurnya dilewatkan area yang dikuasai pemerintah. Namun, kelompok Islam Hayat Tahrir al-Sham (HTS) menolak bantuan itu jika dikirimkan dari wilayah Suriah yang dikuasai pemerintah. Area yang dikuasai HTS termasuk yang terdampak paling parah. PBB dan AS mengklasifikasikan HTS sebagai organisasi teroris. ''Kami tidak akan biarkan rezim mengambil keuntungan dari situasi ini untuk menunjukkan bahwa mereka membantu,'' kata sumber HTS.
Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus sudah datang ke Syria dan bertemu dengan Assad pada Minggu (12/2). Pemimpin Syria itu setuju untuk membuka lebih banyak perlintasan guna mengirim bantuan ke wilayah barat daya yang dikuasai pemberontak. Namun, WHO masih menunggu lampu hijau dari wilayah pemberontak sebelum mengirimkan bantuan.
AS juga mendesak Dewan Keamanan (DK) PBB untuk segera menggelar voting guna membuka lebih banyak perlintasan antara Turki-Suriah. Dengan demikian, akses untuk pengiriman bantuan lebih banyak.
Sejak 2014 PBB tak bisa mengirim bantuan ke wilayah barat laut Suriah karena mandat DK PBB. Beberapa tahun terakhir, hanya satu perlintasan yang boleh dibuka, yaitu Bab al-Hawa. Tekanan dari anggota DK PBB, Rusia dan Cina, menjadi salah satu pemicunya. Dua negara itu adalah sekutu Assad.
Di sisi lain, jumlah korban jiwa sudah lebih dari 36.217 orang. Sebanyak 31.643 di Turki dan 4.574 di Suriah. Data tersebut menjadikan gempa pada Senin (6/2) itu sebagai bencana paling mematikan dalam sejarah Turki. Dalam dua dekade terakhir, ia tercatat menjadi 1 di antara 5 gempa dengan jumlah kematian terbesar.
PBB menyebutkan, sedikitnya 870 ribu orang memerlukan makanan panas di seluruh Turki dan Suriah. Sebab, saat ini sedang musim dingin di dua negara tersebut. Di Suriah, sekitar 5,3 juta orang kehilangan tempat tinggal. Lalu, di Turki, 80 ribu orang dilaporkan berada di rumah sakit dan lebih dari 1 juta orang tinggal di tempat penampungan sementara.
Proses evakuasi korban sudah dihentikan di Suriah. Kini berganti menjadi proses pencarian jenazah. Namun, di Turki, evakuasi masih berlanjut. Dalam proses itu, petugas mendapati seorang perempuan bernama Naide Umay. Dia berhasil dikeluarkan dalam kondisi hidup setelah terkubur selama 175 jam di Hatay.
Sebelumnya, seorang pria juga selamat setelah tertimbun selama 167 jam di Antakya. Pria itu diselamatkan setelah tim tanggap darurat mendeteksi suara di bawah puing-puing reruntuhan gedung apartemen di Antakya. (sha/c18/hud/jpg)