WASHINGTON DC (RIAUPOS.CO) – Hubungan dagang Amerika Serikat (AS) versus Cina kembali memanas. Hal ini setelah AS resmi mengumumkan pembatasan ekspor tambahan untuk puluhan entitas asal Cina. Seperti sebelumnya, isu keamanan nasional, spionase dan kepentingan kebijakan luar negeri pemerintahan Presiden Joe Biden masih menjadi dasar tingginya tensi kedua negara besar itu.
Yang juga terdampak langsung sanksi ini adalah industri chip atau semikonduktor. Pemerintahan Joe Biden telah mendorong pembuat chip untuk menyiapkan pabrik pengecoran mereka di AS. Sementara langkah untuk menghadirkan produksi chip yang maju adalah untuk mencapai berbagai tujuan kebijakan ekonomi atau industri, itu juga akan menimbulkan biaya yang dapat memengaruhi pasar smartphone secara keseluruhan.
Dilansir dari CNBC Internasional via Gizmochina, jika AS berhasil membawa produksi chip dari pengecoran besar seperti TSMC (Perusahaan Manufaktur Semikonduktor Taiwan), maka biaya rata-rata ponsel cerdas dapat meningkat di seluruh dunia. Ini mungkin karena faktor yang tidak dapat dihindari seperti upah yang lebih tinggi di berbagai sektor pekerjaan Amerika dibandingkan dengan pekerja mereka di Asia.
Pembuat chip kontrak terbesar di dunia, TSMC, telah menginformasikan investor bahwa pabrik chip AS akan menelan biaya jauh lebih mahal dari pada pabrik yang sama yang berlokasi di negara asalnya Taiwan. Bagi mereka yang tidak sadar, Undang-Undang CHIPS AS dirancang untuk memberi insentif kepada pembuat chip menyiapkan fasilitas di AS. Namun, upaya senilai USD 54 miliar dapat membantu mendatangkan pengecoran, tetapi tidak dapat membuat chip lebih murah.
Selain itu, hal ini juga akan menciptakan persaingan geopolitik-teknologi yang semakin meluas dengan Cina. Langkah ini dapat memengaruhi merek seperti Apple, Samsung, Google, dan banyak OEM lainnya di pasar. Sebelumnya diberitakan, Cina dikabarkan mengalami penurunan tajam terkait impor semikonduktornya dalam dua bulan pertama tahun 2023. Menurut data yang diterbitkan oleh Departemen Bea Cukai Cina, impor chip negara tersebut turun sebesar 27 persen pada bulan Januari dan Februari 2023 dan berkaitan erat dengan sanksi AS atas memanasnya hubungan dagang kedua negara.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman