TAOYUAN (RIAUPOS.CO) -- Yuh berkonsentrasi penuh. Tangannya dengan lihai menjahit kain seukuran telapak tangan. Yuh dan puluhan tahanan di penjara Taipei, Taiwan, saat ini ditugaskan untuk membuat masker kain. Masker itu dijual murah kepada penduduk untuk menekan angka penularan virus korona jenis baru yang berasal dari Wuhan, Cina.
"Setiap kali menjahit masker, saya berpikir bahwa ini bisa membawa keselamatan untuk keluarga saya," ucap tahanan 50 tahun tersebut.
Taiwan adalah salah satu negara yang cepat tanggap menghadapi Covid-19. Mereka langsung menutup perbatasan dan melakukan pemeriksaan ketat ketika wabah di Cina mulai membesar. Karena itulah, hanya ada 48 kasus dan satu kematian di negara tersebut.
Pemerintah juga mengatur pembelian masker untuk menghindari panic buying. Setiap orang hanya boleh membeli tiga masker operasi dalam sepekan. Agar tahan lama, masker itu dilapisi masker kain yang dibuat para tahanan tersebut.
Per hari para narapidana itu membuat sekitar seribu masker kain. Satu paket yang berisi lima masker dijual 25 dolar taiwan atau setara Rp11 ribu. Para narapidana yang membuat juga mendapatkan bagian dari penjualan.
Taiwan, Singapura, dan Hongkong bisa menjadi contoh nyata bahwa penanganan yang cepat dan terkoordinasi bisa menekan penularan Covid-19. Thomas Bossert, mantan penasihat keamanan dalam negeri Presiden AS Donald Trump, menegaskan bahwa penundaan dua pekan bisa menjadi perbedaan besar antara sukses atau gagal. Dia mencontohkan Italia yang terlambat menangani sehingga berujung pada isolasi satu negara.
Pada Selasa (10/3), sudah ada 1.039 orang yang positif Covid-19 di AS dan 29 orang meninggal. Sebanyak 13 negara bagian sudah menyatakan status darurat. Sama dengan Italia, para pakar kesehatan menilai bahwa Negeri Paman Sam terlalu menganggap remeh virus korona jenis baru tersebut. Para pakar epidemiologi mengungkapkan bahwa alat tes yang salah dan strategi diagnosis yang menarget terlalu sedikit orang menjadi penyebab tingginya angka penularan di AS. Banyak penderita yang tidak terdeteksi dan menulari yang lainnya.
Berdasar data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CSC), hingga Senin (9/3) ada 8.554 orang yang dites tertular Covid-19 atau tidak. Sebagai perbandingan, Korsel sudah mengetes 189 ribu orang. Padahal, kasus pertama penularan Covid-19 di dua negara itu terjadi pada hari yang sama.
Akibat penularan yang meluas di AS tersebut, banyak acara yang dibatalkan. Tentara dikerahkan ke New Rochelle untuk membantu distribusi bantuan kepada penduduk. Sebab, radius 1,6 kilometer dari kota itu menjadi area karantina.
Lembaga nonprofit Council on Foreign Relations (CFR) seharusnya mengadakan konferensi tentang virus korona di New York City Jumat (13/3). Namun, kegiatan itu dibatalkan karena dikhawatirkan justru membuat virus kian menyebar. Bernie Sanders dan Joe Biden juga terpaksa membatalkan acara kampanye primary mereka di Cleveland.
Penularan virus di Jepang, Iran, dan Italia belum terkendali. Kemarin (11/3) Jepang melaporkan 54 kasus baru. Saat ini, di hampir semua negara di Uni Eropa, terdapat kasus Covid-19. Kanselir Jerman Angela Merkel menyebutkan bahwa sekitar 70 persen penduduk berpeluang tertular. Sebab, hingga saat ini vaksin untuk menyembuhkan virus mematikan tersebut belum ditemukan. Karena itu, waktu sangat penting.
"Fokusnya saat ini adalah memperlambat persebaran," tegasnya sebagaimana dikutip BBC.(sha/c14/dos/jrr)
Laporan JPG