JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Sehari pascakunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Natuna, puluhan kapal ikan Cina keluar dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Informasi tersebut sudah dipastikan oleh Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) I yang memimpin operasi TNI di Natuna Utara.
Panglima Kogabwilhan I Laksamana Madya TNI Yudo Margono menyebut, berdasar pantauan langsung dari pesawat intai maritim TNI AU dan TNI AL, sebanyak 30 kapal ikan Cina sudah berbondong-bondong meninggalkan perairan Natuna Utara.
"Sudah bergerak ke utara. Jadi, sudah keluar dari ZEE Indonesia," imbuhnya.
Agar lebih jelas lagi, Yudo juga sudah memonitor automatic identification system (AIS) kapal-kapal tersebut. Berdasar data yang terdeteksi dari AIS, jenderal bintang tiga TNI AL tersebut kian yakin bahwa kapal-kapal ikan Cina yang sempat mengambil ikan di Natuna Utara sudah pergi meninggalkan perairan tersebut.
Berdasar laporan terakhir yang diterima Yudo kemarin siang, hanya ada dua kapal coast guard Cina yang masih terdeteksi berada di perairan Natuna Utara. Yakni kapal dengan nomor lambung 5303 dan 5304. Meski demikian, dia tidak mempersoalkan hal itu. Sebab, kapal-kapal tersebut sudah tidak lagi mengawal dan melindungi kapal-kapal ikan Cina.
Yudo menegaskan, selama tidak mengambil, memanfaatkan, dan mengganggu, kapal asing boleh melintas di area tersebut. Sebab, ZEE Indonesia di Natuna Utara belum masuk teritori kedaulatan. "Mereka boleh atau bebas bermanuver di ZEE Indonesia, bukan di laut teritorial," ungkap dia menegaskan.
Apalagi, dari laporan yang diterima oleh dirinya, kedua kapal coast guard Cina itu juga sudah menjauh. Yang semula sudah masuk sampai 130 mil ZEE Indonesia, data terakhir menyebut kedua kapal itu masing-masing ada di 163 mil dan 170 mil ZEE Indonesia. "Itu saya abaikan, tidak perlu kita curigai. Mungkin mereka sedang hak lintas damai," ujarnya.
Mantan panglima Komando Armada I itu juga menyebut, kapal coast guard Cina bergerak menjauh dari lokasi awal tempat kapal ikan Cina mengambil ikan tanpa manuver. "Haluan mereka berjalan terus. Jadi, tidak mondar-mandir. Tapi, terpantau haluannya menuju ke daerah perbatasan Malaysia," bebernya.
Meski kapal-kapal Cina itu sudah keluar dari ZEE Indonesia, Yudo memastikan bahwa seluruh kekuatan TNI maupun Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang sudah berada di Natuna Utara belum ditarik. Mereka tetap beroperasi. "Pagi hari ini (kemarin, red) ada enam KRI yang melaksanakan patroli keluar, sekaligus melaksanakan latihan," kata dia.
Selain itu, pesawat tempur F-16 dari Pangkalan Udara (Lanud) Roesmin Nurjadin juga masih beroperasi di Natuna Utara. Di samping patroli, mereka juga melaksanakan latihan bersama TNI AL. Kekuatan TNI di Natuna Utara akan dinormalkan kembali, lanjut Yudo, apabila perkembangan situasi sudah benar-benar klir.
Hari ini (10/1), Yudo juga akan kembali ke Natuna untuk meninjau langsung perkembangan kondisi dan situasi di sana. Senada dengan Yudo, Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD juga menyampaikan bahwa kapal-kapal Cina sudah keluar dari ZEE Indonesia.
"Kita sekarang tidak akan ribut-ribut lagi soal pelanggaran hak berdaulat," imbuhnya.
Selanjutnya, perairan Natuna Utara bakal diisi lebih banyak oleh kapal-kapal nelayan. "Kita isi sekarang Natuna itu dengan kegiatan sosial ekonomi dan pemerintahan secara lebih proporsional," bebernya. Termasuk di antaranya dengan mengirim nelayan-nelayan dari Pantai Utara (Pantura) Jawa untuk melaut di Natuna Utara.
Berdasar informasi yang diterima Jawa Pos (JPG) dari salah seorang nelayan yang sudah bersedia berangkat ke Natuna Utara, Senin (13/1) akan dilaksanakan rapat lanjutan di kantor Kemenko Polhukam. Kali ini bukan hanya nelayan dari Pantura yang diajak. Nelayan dari Natuna juga dihadirkan. Berikut dengan pemerintah dan tokoh masyarakat di sana.
Keterangan tersebut disampaikan oleh Suyoto, nelayan asal Rembang, Jawa Tengah. "Nanti Senin, bupati Natuna, gubernur Kepri, sama tokoh nelayan Natuna diundang Menko Polhukam," bebernya. Sebagai nelayan Pantura, Yoto mengakui bahwa di ZEE Indonesia ada banyak ikan yang mestinya dimanfaatkan oleh nelayan-nelayan tanah air. Bukan malah dicuri.
Namun demikian, minat nelayan-nelayan dari Pantura Jawa agak turun setelah ada pembatasan aturan kapal ikan maksimal 150 GT (gross tonnage). Menurut dia, untuk melaut dari Pantura ke Natuna Utara harus memakai kapal besar. "Karena kan terkendala di aturan yang lama. Kapal kami nggak boleh lebih dari 150 GT," imbuhnya.
Keinginan mereka melaut di Natuna, lanjut Yoto, sudah ada sejak 2016. Namun, pembatasan yang berlaku membuat keinginan tersebut surut. Apalagi setelah harga solar untuk kapal di atas 30 GT memakai harga solar industri. Karena itu, saat pemerintah mengajak nelayan-nelayan Pantura melaut di Natuna, mereka menyambut baik.
Di samping untuk menunjukkan bahwa sumber daya laut di Natuna Utara adalah hak rakyat Indonesia, mereka juga berharap pemerintah bisa bantu menyelesaikan masalah yang membuat mereka batal berangkat ke Natuna Utara empat tahun lalu. Selain bahan bakar, persoalan perizinan juga ikut jadi perhatian nelayan Pantura.
Pun demikian kesedian nelayan di Natuna menerima kedatangan kapal ikan dari Pantura. "Masyarakat daerah Natuna harus bisa menerima kedatangan nelayan-nelayan kami. Namanya juga teman-teman untuk mempertahankan NKRI," beber Yoto. Dia berharap semua itu bisa dibahas dan disepakati melalui pertemuan yang akan dilaksanakan Senin nanti.
Terkait dengan pengalaman melaut di Natuna Utara, Yoto menyebut, lautan di sana bukan tempat baru bagi nelayan Pantura. Sudah banyak yang pernah melaut di sana. Selama tidak ada masalah, mereka siap berangkat. Terlebih, pemerintah juga sudah memberi jaminan keamanan. "Kan sudah dijamin keamanan sama pemerintah," imbuhnya.
Terpisah, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampikan bahwa pascakonflik di Natuna, pemerintah akan mengevaluasi sistem pengamanan laut di Indonesia. Selain memberi pesan kedaulatan negara, kunjungan Presiden Joko Widodo juga dalam rangka melihat bagaimana satuan tugas pengamanan kelautan di Natuna berjalan.
"Jadi, nanti melihat apakah perlu dievaluasi, apakah dengan kemandirian Bakamla bisa berjalan dengan baik? Pasti akan dilihat kembali nanti," ujarnya kemarin.
Namun untuk desain penguatan pengamanannya ke depan akan seperti apa, Moeldoko belum bisa menyampaikan. Sebab evaluasi masih berjalan. Terkait itu, Mahfud menambahkan, salah satu evaluasinya adalah fungsi koordinasi di sektor pengamanan laut akan diperbaiki. Saat ini, ada banyak institusi yang punya kewenangan melakukan tindakan hukum di laut. Mulai dari Polisi Air, Kementerian kelautan dan Perikanan, Bakamla, TNI AL, Kementerian Perhubungan, Bea Cukai, hingga Imigrasi. "Wewenang ini nanti akan dikoordinasikan aja. kalau kuatnya sih sudah kuat, agar tidak tumpang tindih," ujarnya usai rapat terbatas tentang Kekerasan Anak di Istana Kepresidenan, Jakarta. Menurut dia, ada banyak aturan di masing-masing institusi yang berbenturan dengan aturan di institusi lainnya.(far/syn/jpg)