WASHINGTONDC (RIAUPOS.CO) - PRESIDEN AS Joe Biden meminta Kongres untuk bertindak. Yaitu agar segera mengesahkan RUU terkait pembatasan kepemilikan senjata. RUU tersebut penting, mengingat darurat penggunaan senjata di negeri Paman Sam.
RUU itu memuat larangan kepemilikan senjata jenis senapan serbu dan magasin berkapasitas tinggi. Di dalamnya mengatur pemeriksaan latar belakang universal pemilik senjata dan mengakhiri kekebalan bagi produsen senjata. "Saya akan segera menandatanganinya. Kami tidak membutuhkan apa-apa lagi untuk menjaga jalan-jalan kami tetap aman," ujar Biden, Ahad (7/5) seperti dikutip Al Jezeera.
Pernyataan itu keluar pasca terjadinya penembakan di Allen Premium Outlets di Allen, Texas, AS, pada Sabtu (6/5). Aksi itu menewaskan 8 orang dan melukai 7 lainnya. Pelaku penembakan tersebut, Mauricio Garcia, menggunakan senapan semi otomatis AR-15.
Pejabat federal AS saat ini tengah menyelidiki motif di balik pembunuhan yang dilakukan oleh Garcia. Hasil penyelidikan awal menunjukkan bahwa pria 33 tahun asal Dallas itu memiliki ketertarikan pada ideologi supremasi kulit putih dan pandangan terkait neo-Nazi. Hal itu diketahui dari akun media sosial yang diyakini sebagai milik pelaku.
Garcia yang berhasil ditembak mati oleh polisi saat baku tembak memiliki tulisan RWDS di bagian dadanya. Itu adalah singkatan dari Pasukan Kematian Sayap Kanan. "Frasa itu populer di kalangan ekstrimis sayap kanan dan kelompok supremasi kulit putih," ujar pejabat yang terlibat dalam penyelidikan seperti dikutip The Guardian.
Garcia ahli menembak karena telah mengikuti pelatihan penggunaan senjata api. Hal itu terkait pekerjaannya sebagai penjaga keamanan. Dia sudah menjadi penjaga keamanan selama 4 tahun mulai April 2016 dan bekerja untuk tiga perusahaan berbeda.
Biden sudah pernah membuat desakan serupa berulang kali. Namun itu tidak mengubah fakta bahwa anggota Kongres dari partai Republik menentang keras RUU tersebut sehingga ia tidak kunjung disahkan. Begitu lamanya pembahasan, beberapa negara bagian akhirnya membuat undang-undang sendiri di wilayahnya demi membatasi peredaran senjata. Di antaranya adalah Washington dan Colorado. "Anggota Kongres dari Partai Republik tidak dapat terus menghadapi epidemi ini dengan mengangkat bahu. Pikiran dan doa yang dicuitkan (di Twitter) tidaklah cukup," tegas Biden.
Sementara itu, sehari setelah penembakan, sebuah mobil diyakini dengan sengaja menabrak kerumuman orang yang duduk di tepi jalan di halte bus dekat Ozanam Center, Brownsville, Texas. Insiden itu terjadi sekitar pukul 08.30 waktu setempat. Ozanam Center merupakan tempat penampungan yang melayani migran dan tunawisma. Sebanyak 8 orang tewas dan 10 lainnya terluka. Mayoritas korban adalah imigran pria asal Venezuela.
Di Serbia, Menteri Pendidikan Branko Ruzic mengundurkan diri pada Ahad. Dia merasa bertanggung jawab atas tragedi penembakan massal di sekolah pekan lalu. Insiden itu terjadi Rabu (3/5) di Sekolah Dasar Vladislav Ribnikar, Beograd Tengah. Sebanyak 8 anak dan seorang penjaga sekolah tewas. Enam anak dan satu guru terluka. Pelakunya remaja 13 tahun. Penembakan kedua terjadi sehari setelahnya. Seorang pria 20-an tahun melakukan penembakan di dua desa dan menyebabkan 8 orang meninggal. "Saya membuat keputusan rasional untuk mengundurkan diri," bunyi surat pengunduran diri Ruzic kepada PM Ana Brnabic.
Berbeda dengan AS, Serbia menanggapi insiden penembakan tersebut dengan pelucutan senjata besar-besaran. Sekitar 270 ribu senjata berpotensi disita. Dalam siaran persnya, Presiden Serbia Aleksandar Vucic mengatakan akan menerapkan penalti ganda dan peningkatan pemeriksaan medis serta kejiwaan bagi mereka yang menggunakan senjata untuk berburu. "Kami harus membuat keputusan untuk menghadapi kejahatan ini," ujar Vucic seperti dikutip The Washington Post.(sha/bay/jpg)
Laporan JPG, Washington DC