Keputusan pemerintah Hongkong melarang penutup wajah di depan publik berdampak buruk. Bukannya takut, demonstran justru kian ekstrem.
(RIAUPOS.CO) -- ’’Kekerasan ekstrem yang mengerikan terjadi di semua distrik di Hongkong”. Peryataan itu meluncur dari mulut Chief Executive Hongkong Carrie Lam. Perempuan yang memimpin Hongkong sejak 2017 tersebut, sepertinya, syok. Kota yang dipimpinnya ibarat medan perang sejak Jumat malam (4/10).
Kerusuhan, pembakaran, vandalisme, serta perusakan toko dan berbagai fasilitas umum lainnya terjadi di mana-mana. Itu adalah respons penduduk atas Dekrit Kebijakan Darurat yang melarang penggunaan penutup wajah di depan umum. Massa turun ke jalan sejak Jumat siang ketika Lam mengumumkan larangan kontroversial tersebut.
Menjelang malam, demonstran mulai merusak stasiun kereta api bawah tanah, membakar kayu dan kardus, melakukan vandalisme dan menghancurkan kaca-kaca toko serta memblokade jalan. Kaki seorang remaja 14 tahun tertembak. Seorang petugas kepolisian di Yuen Long dikepung massa. Bom molotov terbakar di dekat kakinya.
Massa berusaha merebut pistolnya, tapi gagal. Sebanyak 31 orang dilaporkan luka-luka akibat bentrok. ’’Pemerintah tidak mendengarkan kami. Jadi, kami meningkatkan permainan,’’ tegas Nathalie, salah seorang demonstran, seperti dikutip Agence France-Presse. Dia ikut dalam vandalisme di stasiun KA di Tseung Kwan O.
Ribuan orang berkumpul di New Hong Kong City Centre, Ma On Shan, untuk membaca Manifesto Pemerintahan Sementara Hongkong. Mereka menyebut pemerintah Hongkong saat ini sudah kehilangan legalitas. Dalam manifesto yang berisi 900 kata itu, massa menyerukan pembentukan kepemimpinan baru yang memberikan kebebasan, demokrasi, dan HAM. Pemilihan umum akan dilakukan Maret tahun depan.
Hingga kemarin, seluruh stasiun kereta api masih ditutup. Demikian halnya dengan toko-toko di berbagai penjuru Hongkong. Bandara hanya beroperasi sebagian. Bank-bank milik pemerintah Cina juga tutup. Di beberapa lokasi, penduduk mengantre panjang di supermarket.
Mereka menstok beras, air, telur, tisu toilet, dan berbagai kebutuhan lainnya. Warga berjaga-jaga seandainya kerusuhan tak terkendali dan toko tutup berhari-hari. Mayoritas ATM juga kehabisan uang tunai. Perpustakaan, museum, dan tempat-tempat pertunjukan juga ditutup. Polisi sudah mengirimkan pesan masal ke penduduk agar menjauhi lokasi demo selama akhir pekan.
Causeway Bay, distrik yang selama ini dikenal sebagai pusat perbelanjaan dan jujukan turis itu, tak lagi bisa dikenali. Kondisinya kacau. Lam meminta penduduk agar menjauhkan diri dari demonstran garis keras yang membuat kekacauan. Tapi, massa yang turun ke jalan justru bertambah setiap jam.
Belum diketahui langkah apa yang akan diambil pemerintah Hongkong selanjutnya. Menteri Kehakiman Hongkong Teresa Cheng menolak berkomentar terkait rencana penerapan darurat militer. ’’Pemerintah sedang mempertimbangkan semua cara legal yang ada untuk meredakan krisis,’’ ujar dia seperti dikutip Time.(*/c10/dos/das)
Laporan SITI AISYAH, Hongkong