DHAKA (RIAUPOS.CO) - Mohammad Atikur Rahman lari tunggang-langgang. Dia menghindari gas air mata yang ditembakkan polisi untuk membubarkan unjuk rasa, Ahad (5/8). Di kanan kiri dia, para demonstran juga berlarian mencari tempat bersembunyi. Bangladesh memang sedang rusuh. Ratusan demonstran menuntut perbaikan aturan lalu lintas.
’’Ini adalah aksi damai. Mengapa mereka tiba-tiba saja menembakkan gas air mata dan membuat kami terluka,’’ protes Rahman sebagaimana dilansir Deutsche Presse-Agentur. Tidak sekadar menyemprotkan gas air mata, aparat juga mengacung-acungkan pentungan ke arah kerumunan massa agar mereka bubar.
Tetapi, para demonstran bergeming. Mereka hanya berpindah tempat setiap aparat mendekat. Hingga kemarin, massa yang sebagian besar adalah pelajar itu memblokade ruas-ruas jalan utama. Tetapi, mereka mengizinkan ambulans dan mobil pemadam kebakaran menerobos blokade.
’’Kami tak akan meninggalkan jalanan sampai keinginan kami terpenuhi,’’ tegas Al Miran, seorang demonstran yang lain. Dia dan ratusan demonstran yang lain menuntut pemerintah mereformasi aturan keselamatan berlalu lintas. Dia tidak mau peristiwa 29 Juli terulang. Saat itu, gara-gara sopir bus ugal-ugalan yang membawa kendaraannya naik trotoar, nyawa dua siswa melayang.
Sebenarnya polisi sudah menangkap sopir bus yang sempat kabur pada hari kejadian. Proses hukum terhadap si sopir sedang berjalan. Tetapi, massa tidak puas. Mereka menuntut pemerintah merombak regulasi agar keselamatan pengguna jalan lebih terjamin. Terutama pejalan kaki.
Tidak adanya jaminan bahwa tuntutan mereka akan dipenuhi membuat demonstran makin nekat. Di sisi lain, Perdana Menteri (PM) Syeikh Hasina geram kepada para pengunjuk rasa yang sudah delapan hari menguasai jalanan tersebut. Kemarin dia memerintah para demonstran pulang ke rumah masing-masing. Dia menegaskan bahwa pemerintah sudah menerjunkan lebih banyak petugas untuk mengawasi pengemudi nakal.
Kemarin Hasina juga menyatakan kecurigaannya terhadap oposisi. Dia menduga para demonstran itu digerakkan lawan politiknya. Tujuannya, tentu saja menciptakan sentimen negatif tentang pemerintahannya.
Menurut Reuters, unjuk rasa spontan yang melibatkan ratusan pelajar sangat jarang terjadi di Bangladesh. Apalagi, kali ini sekolah-sekolah sampai terpaksa meliburkan siswa mereka.
Secara terpisah, Menteri Dalam Negeri Asaduzzaman Khan mengimbau massa agar tak berulah. Itu jika mereka tidak mau ditindak petugas. ’’Semua ada batasnya. Jika sampai ada yang melanggar batas itu, kami akan ditindak,’’ ujarnya.
Sehari sebelumnya, unjuk rasa berujung ricuh. Demonstran dan aparat kepolisian bentrok. Bangladesh Chhatra League (BCL) yang turun ke jalan pada Sabtu (4/8) justru menambah panas situasi. Organisasi yang mewadahi remaja-remaja kader dan simpatisan partai penguasa, Awami League, itu bertindak anarkistis.
Beredar rumor bahwa aktivis BCL memerkosa beberapa demonstran. Tetapi, hal itu dibantah Sekjen BCL Golam Rabbani. ’’Itu hanya rekayasa,’’ tegasnya sebagaimana dilansir The Daily Star.
Sabtu itu pemerintah mematikan koneksi mobile internet. Hingga kemarin, internet tidak terkoneksi. Pemutusan tersebut bertujuan agar demonstran tidak bisa mengunggah foto dan video ke media sosial. Dengan begitu, informasi tidak menyebar ke mana-mana.
Selain itu, Dhaka sepi. Bus-bus tidak beroperasi. Para sopir dan pemilik kendaraan takut. Sebab, massa membakar bus yang menabrak dan menewaskan pengendara sepeda motor pada Jumat (3/8). Pemimpin Federasi Pekerja Transportasi Darat Bangladesh Abdur Rahim menegaskan bahwa pihaknya baru beroperasi lagi jika situasi sudah aman.
Bank Dunia mencatat Bangladesh sebagai salah satu negara dengan angka kecelakaan lalu lintas tertinggi sedunia. Setiap tahun setidaknya 4 ribu orang tewas di jalan. Versi Bangladesh Commuters’ Welfare Association, jumlahnya malah jauh lebih tinggi. Tahun lalu tercatat 7.397 nyawa melayang akibat kecelakaan lalu lintas.(sha/c4/hep/jpg)