Kisah Pilu Warga Ukraina Sembunyi di Toko Peti Mati saat Invasi Rusia

Internasional | Rabu, 04 Mei 2022 - 22:59 WIB

Kisah Pilu Warga Ukraina Sembunyi di Toko Peti Mati saat Invasi Rusia
Antonina Boloto menjadikan toko peti mati miliknya sebagai persembunyian dari serangan Rusia. (YASUYOSHI CHIBA/AFP)

KIEV (RIAUPOS.CO) – Perempuan Ukraina bernama Antonina Boloto duduk di meja kecil yang dihiasi dengan bunga. Dia memecahkan teka-teki silang di toko perlengkapan pemakaman miliknya dengan pemandangan sebuah bangunan yang dihancurkan oleh tembakan Rusia di kota Severodonetsk, Ukraina timur. Beberapa peti mati tersandar di dinding di belakangnya.

Saat pasukan Rusia menyerang Severodonetsk – kota paling timur di garis depan perang Rusia melawan Ukraina – Boloto telah mengubah toko itu menjadi tempat perlindungan bagi dirinya dan kerabatnya. Itu menggambarkan kombinasi nyata antara hidup dan mati.


“Ini bukan kamar mayat, ini hanya toko perlengkapan pemakaman,” kata Boloto, 60, mengatakan kepada AFP seperti dilansir France24.

Boloto menambahkan toko perlengkapan pemakaman alias toko peti mati miliknya terdapat ruang bawah tanah sehingga orang dapat berlindung jika terjadi pemboman.

“Kami hanya bersembunyi di sini,” sebut Boloto.

Di satu-satunya ruangan toko yang remang-remang, empat peti mati, dihiasi dengan satin putih dan merah halus dengan label harga masih menempel di atasnya, bersandar ke dinding. Peti mati itu dikelilingi oleh karangan bunga dan salib kayu.

Boloto dengan mengenakan topi merah menatap kosong keluar. Dia tidak memiliki pelanggan lagi karena invasi Rusia telah merusak segalanya. Dia hanya ingin perang segera berakhir dan toko peti mati miliknya kembali “hidup” seperti sebelum invasi Rusia.

 “Kami hanya ingin ini berakhir,” kata Boloto.

“Kami hanya ingin perdamaian,” tegasnya.

“Di sinilah kami menyimpan air,” sebut Boloto sambil mengangkat tutup panci masak logam raksasa yang diletakkan di lantai dan diisi air sampai penuh.

Di sebelahnya ada setumpuk kayu bakar yang disimpan Boloto di dalam toko agar tetap kering dan kemudian digunakan untuk memasak makanan di atas panggangan kecil buatan tangan. Jika kayu bakar habis, Boloto mengaku tak segan-segan membakar peti kayu demi kehangatan tubuh dan memasak makanan.

“Kalau memang demikian, itu yang akan kami lakukan,” katanya.

Keluarganya yang terdiri dari delapan orang, kebanyakan orang tua, memiliki cukup makanan berkat relawan yang menyediakan kentang, pasta, minyak, ham, dan manisan untuk mereka.

Di luar toko, dua wanita tua duduk di kursi kecil menikmati matahari. Dia adalah ibu Boloto, Nina (92), dan saudara iparnya. Boloto mengatakan di dalam terlalu ramai. Di luar, mereka bebas bertengkar sambil tetap berada di dekat ruang bawah tanah jika lingkungan sekitar dibom militer Rusia.

Di ruang yang didedikasikan untuk berkabung tersebut, yang secara ajaib terhindar dari pemboman, Boloto mengatakan dia telah berdamai dengan kematian.

“Apa pun yang akan terjadi, akan terjadi. Anda bisa pergi ke suatu tempat dan ditabrak mobil saat menyeberang jalan,” kata Boloto, seraya menambahkan dia berdoa setiap malam agar perang berakhir.

“Kami berharap untuk perdamaian dan bahwa kami akan tetap hidup dan sehat,” harap Boloto.

Sumber: Jawapos.com

Editor: Edwar Yaman

 

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook