MOSKOW (RIAUPOS.CO) - Presiden Rusia Vladimir Putin baru-baru ini menyatakan komitmennya mengevakuasi warga negaranya yang terjebak konflik Israel-Palestina di Jalur Gaza.
Dilansir dari www.rbc.ru pada Kamis (23/11/2023), Putin menyebutnya sebagai misi kemanusiaan dan tugas suci Rusia membantu warga sipil yang menderita akibat perang tersebut. Putin menegaskan bahwa situasi di Jalur Gaza sudah melampaui kritis, dan lebih dari 900 orang, termasuk 639 warga Rusia dan 271 kerabat mereka, telah mengajukan permintaan evakuasi.
Menurut laporan Kepala Kementerian Situasi Darurat, Alexander Kurenkov, sebanyak 484 warga Rusia dan 87 kerabat mereka telah meninggalkan Jalur Gaza. Evakuasi ini dilakukan sebagai respons terhadap permintaan bantuan yang masif dari warga Rusia yang berada di daerah konflik.
Setibanya di Moskow, sejumlah evakuasi memerlukan perawatan medis tambahan, termasuk sembilan orang, termasuk enam anak-anak, yang dirawat di rumah sakit. Dua di antaranya didiagnosis positif mengidap virus corona.
Sebanyak 553 orang telah tiba di Moskow, termasuk 259 anak-anak, sementara sebagian besar pengungsi masih berada di pusat akomodasi sementara di wilayah Moskow dan Kaluga.
Selain evakuasi, Kementerian Situasi Darurat Rusia juga mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Lebih dari sepuluh penerbangan telah mengirimkan lebih dari 245 ton kargo ke wilayah tersebut.
Pengiriman bantuan kemanusiaan berikutnya direncanakan pada 23 November dengan berat muatan sebesar 28 ton. Putin juga mengemukakan solusi politik terhadap konflik Israel-Palestina dalam pertemuan puncak BRICS secara virtual.
Dia menyerukan upaya bersama komunitas internasional untuk meredakan situasi, mencapai gencatan senjata, dan menemukan solusi politik. Namun di balik sikap simpatik Rusia, sejumlah pakar menilai Kremlin tengah berupaya memanfaatkan krisis di Gaza demi kepentingan geopolitiknya.
Dengan bersikap pro-Palestina dan anti-Israel, Rusia berharap bisa menarik simpati negara-negara di Timur Tengah dan Afrika. Strategi itu bertujuan melemahkan pengaruh AS di kawasan, seiring memanasnya hubungan Washington-Moskow pasca invasi Rusia ke Ukraina.
Putin memang tengah gencar membangun aliansi dengan sejumlah negara berkembang guna membentuk tatanan dunia baru tanpa dominasi AS. Sayangnya upaya Putin memanfaatkan isu Palestina menuai kecaman Israel.
Bahkan sejumlah politikus Israel mengancam akan membalas Rusia pasca perang melawan Hamas selesai, termasuk dengan memastikan kemenangan Ukraina. Singkat kata, di tengah ambisi Rusia menjadi kekuatan multipolar dunia, krisis kemanusiaan di Gaza diisukan dimanfaatkan sebagai komoditas politik demi ambisi geopolitik Kremlin.
Bagaimanapun, langkah-langkah yang diambil Rusia menegaskan komitmennya terhadap misi kemanusiaan dan peran aktif dalam menyelesaikan konflik di Timur Tengah.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman