WASHINGTON DC (RIAUPOS.CO) - Department of Justice (DOJ) atau Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) baru saja menggugat SpaceX, perusahaan teknologi dan antariksa yang dipimpin oleh Elon Musk. Gugatan dilayangkan atas tuduhan bahwa perusahaan tersebut melakukan praktik perekrutan yang diskriminatif terhadap pengungsi dan pencari suaka.
Gugatan tersebut menyatakan bahwa praktik ini terjadi antara tahun 2018 dan 2022 dan bahwa SpaceX 'secara keliru mengklaim' bahwa Undang-undang Pengendalian Ekspor membatasinya untuk mempekerjakan warga negara AS dan penduduk tetap yang sah. DOJ memulai penyelidikannya pada tahun 2020 ketika Bagian Hak Imigran dan Karyawan di departemen tersebut menerima keluhan tentang diskriminasi karyawan.
Kristen Clarke, Asisten Jaksa Agung Divisi Hak Sipil DOJ, mengatakan dalam sebuah pernyataan, "Penyelidikan menemukan bahwa SpaceX gagal mempertimbangkan atau mempekerjakan penerima suaka dan pengungsi karena status kewarganegaraan mereka".
"Hal ini sama dengan 'larangan' terlepas dari kualifikasi mereka. Ini merupakan pelanggaran hukum federal," lanjutnya. Investigasi juga menemukan bahwa perekrut SpaceX dan pejabat tinggi mengambil tindakan yang secara aktif menghalangi orang-orang ini untuk mencari pekerjaan di perusahaan tersebut.
Gugatan DOJ meminta ganti rugi dan pembayaran kembali untuk penerima suaka dan pengungsi yang terhalang atau ditolak pekerjaannya di SpaceX. Ia juga meminta sanksi perdata dan perubahan kebijakan perekrutan dari perusahaan.
Bagian Hak Imigran dan Karyawan (IER) bahkan menuduh SpaceX mengabaikan panggilan pengadilan terkait gugatan pada tahun 2021, sehingga memaksa DOJ meminta hakim memerintahkan perusahaan tersebut untuk memenuhi permintaan dokumen, demikian dilansir JawaPos.com dari Engadget, Sabtu (2/9).
IER membuka penyelidikan ini pada tahun 2020 setelah penggugat Fabian Hutter menuduh adanya diskriminasi setelah kehilangan tempat di SpaceX ketika ditanya tentang status kewarganegaraannya selama wawancara kerja. Mereka meminta korban lain untuk melapor dan menghubungi departemen tersebut, terutama jika mereka tidak disarankan untuk mendaftar ke SpaceX karena masalah kewarganegaraan.
Apakah ini satu-satunya perusahaan yang dipimpin Elon Musk yang menghadapi masalah hukum terkait praktik perekrutan dan perlakuan terhadap karyawan? Tentu saja tidak. Perusahaan yang memproklamirkan diri sebagai 'Technoking of Tesla' itu menghadapi hukuman ketika pengadilan federal memutuskan bahwa Musk membuat ancaman yang melanggar hukum seputar kompensasi karyawan dan serikat pekerja.
Selain itu, ada juga gugatan yang diajukan ke pengadilan New York yang menuduh Musk dan Tesla memecat pekerja 'sebagai pembalasan atas aktivitas serikat pekerja'.
Gugatan besar lainnya, menuduh adanya lingkungan kerja yang rasis di Tesla, yang baru-baru ini diselesaikan dengan biaya lebih dari USD 3 juta. Karyawan baru-baru ini menggugat Twitter/X setelah PHK massal yang dipimpin Musk.
Daftarnya terus bertambah untuk pria yang berulang kali menyatakan bahwa dia hanya ingin menyelamatkan dunia. Saat ini, dia menghabiskan sebagian besar waktunya menerbitkan postingan kontroversial di X (dulunya Twitter) dan diselidiki karena membangun rumah kaca menggunakan dana perusahaan Tesla.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman