TEHERAN (RIAUPOS.CO) -- Kemarin (1/3), 11 orang meninggal dan 385 lainnya terinfeksi virus corona dalam satu hari di Iran. Total ada 54 orang yang harus kehilangan nyawa akibat Covid-19 di Negeri Para Mullah tersebut. Angka penularan mencapai 978 orang.
Jika dibandingkan dengan Cina, Korea Selatan, dan Jepang, jumlah orang yang tertular di Iran jauh lebih sedikit. Namun, mortalitas (angka kematian)-nya lebih tinggi. Di Cina 3,5 persen orang yang terinfeksi meninggal dunia. Sedangkan di Iran jumlahnya lebih dari 7 persen.
Angka yang diungkap pemerintah bahkan diyakini hanyalah pucuk gunung es. Jumlah kematian sesungguhnya bisa lebih tinggi daripada itu. BBC Persia menggali data dari berbagai rumah sakit di Iran. Hasilnya, 210 orang meninggal karena virus korona.
People’s Mujahedin mengklaim bahwa Covid-19 sudah menewaskan 300 orang dan menginfeksi 15 ribu orang. Namun, pemerintah Iran menganggap People’s Mujahedin sebagai kelompok teroris dan tidak mengakui klaim tersebut.
Enam epidemiolog yang berbasis di Kanada juga mengungkap bahwa penularannya sudah mencapai 15 ribu kasus. Mereka memasukkan jumlah kasus di negara lain yang berasal dari Iran. Kasus Covid-19 di Azerbaijan, Irak, Kanada, Georgia, Lebanon, Selandia Baru, dan Qatar berasal dari orang yang telah berkunjung ke Iran.
“Pihak berwenang bersikeras bahwa situasinya sudah terkontrol, tapi mereka malah menghalangi para jurnalis yang meliput berita.” Demikian bunyi pernyataan Reporters Without Borders yang mengkritik pemerintah Iran.
Sabtu (29/2) juru bicara Kementerian Kesehatan Iran Kianoush Jahanpour menuding media-media asing menyebarkan berita palsu. Namun, menurut analis French Institute for International and Strategic Affairs Thierry Coville, Iran berobsesi untuk tidak terlihat lemah sehingga lawannya tidak punya senjata untuk menyerang mereka dengan kelemahan tersebut.
Kedekatan Iran dengan Cina sangat mungkin menjadi penyebab penularan. Hingga saat ini Iran belum menghentikan penerbangan ke Negeri Panda tersebut. Sebab, Iran tak ingin merusak hubungan dua negara. Mereka mengalami kesulitan ekonomi sejak AS kembali menjatuhkan sanksi.
Cina adalah satu di antara sedikit negara yang tetap membeli minyak ke negara tersebut. Sanksi dari AS diyakini telah mengurangi anggaran pendapatan negara hingga 30 persen. “Itu tentu saja berdampak pada sistem kesehatan mereka,” terang epidemiolog di National Institutes of Health, AS, Cecile Viboud seperti dikutip Agence France-Presse.
Sementara itu, kemarin (1/3) Presiden AS Donald Trump meminta masyarakat untuk tenang. Pernyataan itu dibuat setelah ada satu orang di AS yang meninggal karena tertular Covid-19. Trump menegaskan bahwa AS sudah siap dengan situasi apa pun. “Tidak ada alasan untuk panik,” ujar Trump.
Saat ini ada 71 orang yang positif mengidap Covid-19. Australia juga mencatat kematian pertama akibat virus mematikan tersebut. Dia adalah pria 78 tahun yang dievakuasi dari kapal pesiar Diamond Princess.
Di Thailand seorang pria 35 tahun meninggal setelah terkena virus corona sekaligus demam berdarah dengue (DBD). “Ini adalah kasus penularan lokal dan dia berisiko karena telah terpapar dari turis Cina,” ujar Dirjen Departemen Pengontrol Penyakit Suwannachai Wattanayingcharoenchai.
Di bagian lain, Presiden Korsel Moon Jae-in menyatakan sedang berusaha sekuat tenaga untuk mencegah penularan virus korona dari Wuhan tersebut. Tapi, upaya mereka belum membuahkan hasil. Kemarin ada 586 kasus baru.
Total ada 3.736 kasus di Korsel. Di luar Cina, Korsel adalah negara dengan penularan terbesar. “Cara terbaik untuk mencegah Covid-19 adalah penduduk harus menahan diri untuk tidak keluar,” ujar Wali Kota Daegu, Korsel, Kwon Young-jin.(sha/c10/dos/das)
Laporan JPG, Teheran