JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Tudingan adanya kriminalisasi seperti yang dituduhkan terdakwa kasus teror bom Thamrin Aman Abdurrahman ditepis oleh tim jaksa penuntut umum (JPU).
Hal itu disampaikan dalam replik yang dibacakan jaksa untuk menjawab pledoi Aman. Jaksa Anita menegaskan, pihaknya tak berbuat zalim atas tuntutan yang mereka susun pada Aman.
Baca Juga :
Kemenag Rohul Imbau Masyarakat Cegah dan Jauhi Paham Radikal dan Terorisme
Sebab, JPU mengklaim Aman telah menerjemahkan 150 tulisan tauhid dari Negara Islam Irak dan Syria (ISIS) ke dalam bahasa Indonesia.
"Kami menepis anggapan bahwa penuntutan yang kami lakukan adalah perbuatan zalim kepada terdakwa," katanya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (30/5/2018).
Tak hanya itu, JPU pun membantah pengakuan Aman yang diisolasi sejak Februari 2016 sehingga tidak mungkin terlibat dengan aksi terorisme yang dituduhkan padanya.
“Pemindahan (ke Nusakambangan) itu memang benar. Namun tidak bisa dijadikan alibi terdakwa untuk lepas dari tuntutan pidana,” jelasnya.
Di sisi lain, kata jaksa, serangkaian aksi teror yang ada dipastikan berkaitan dengan Aman lantaran sebelum beraksi pelaku semua terpapar radikal seperti yang Aman sebarkan selama ini.
“Kasus Medan yakni pembunuhan anggota polisi dan pembakaran mapolda yang dilakukan Syawaluddin, tidak lepas dari pengaruh terdakwa," tuturnya.
Atas dasar itu, majelis hakim harus menolak seluruh pleidoi terdakwa yang juga pimpinan Jemaah Ansharut Daulah (JAD) tersebut. Aman sendiri sebelumnya dituntut hukuman mati oleh jaksa.
Aman disebut memenuhi seluruh dakwaan yang disusun JPU. Dakwaan kesatu primer, Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu primer.
Dakwaan kedua primer menyebut, Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dalam perkara ini, Aman didakwa sebagai sebagai aktor intelektual lima kasus teror, yaitu Bom Gereja Oikumene di Samarinda pada 2016, Bom Thamrin (2016). Dia pun terkait dengan Bom Kampung
Melayu (2017) di Jakarta.
Tak hanya itu, dua penembakan polisi di Medan dan Bima (2017) disebut juga melibatkan pimpinan JAD tersebut. Aman kini terancam pidana penjara lebih dari 15 tahun atau hukuman mati.
(mg1)
Sumber: JPNN
Editor: Boy Riza Utama