Aman sendiri telah membantah semua dakwaan JPU mulai dari teror bom gereja di Samarinda (Kalimantan Timur) sampai bom Kampung Melayu (Jakarta Timur). Dia pun merasa ada upaya kriminalisasi terhadap dirinya.
Jaksa Anita menyebut, pihaknya telah memiliki dua alat bukti yang sah pada hal-hal yang memberatkan Aman. Karena itu, hakim diminta tetap menjatuhkan hukuman mati sesuai tuntutan terhadap Aman.
"Terdakwa telah terbukti dengan sah dan meyakinkan oleh karenanya sekali lagi kami tim JPU memohon kepada majelis hakim yang mulia untuk menolak seluruh nota pembelaan terdakwa," ucapnya di ruang sidang, Rabu (30/5/2018).
Di samping itu, imbuh Jaksa Anita, Aman pun terbukti secara sah melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6, subsider Pasal 15 juncto Pasal 7 UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan Pasal 14 juncto Pasal 7 subsider Pasal 15 juncto pasal 7 UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana mati, dengan perintah terdakwa tetap dalam tahanan," sebutnya.
Kemudian, jaksa pun tetap meminta pertanggungjawaban negara terhadap korban bom Thamrin dan Kampung Melayu. Rincian hak kompensasi itu telah diajukan saat sidang tuntutan.
"Meneruskan permohonan korban Bom Sarinah di Thamrin dan Kampung Melayu Jakarta Timur dibebankan kepada negara melalui Kementerian Keuangan untuk memberikan hak kompensasi sebagaimana rincian nota tuntutan kami yang lalu," jelasnya.
Aman sendiri dalam pledoinya menegaskan bahwa kasus-kasus teror yang dituduhkan kepadanya terjadi pada rentang waktu November 2016 hingga September 2017. Sementara sejak Februari 2016, dirinya diisolasi di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Pasir Putih Nusakambangan. (mg1)
Sumber: JPNN
Editor: Boy Riza Utama