Grasi Susrama Ironis Kemerdekaan Pers

Hukum | Rabu, 23 Januari 2019 - 10:28 WIB

Grasi Susrama Ironis Kemerdekaan Pers
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Abdul Manan. (INTERNET)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Ironis keadilan di negeri ini kembali terjadi. Itu setelah Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada I Nyoman Susrama, narapidana (napi) kasus pembunuhan berencana terhadap wartawan Jawa Pos Radar Bali (JPG) Anak Agung Gede Bagus Narendra Prabangsa. Susrama “diampuni” dari pidana seumur hidup menjadi hukuman penjara sementara.

Grasi untuk Susrama tersebut merujuk pada Keputusan Presiden (Keppres) No. 29/2018 tertanggal 7 Desember 2018 tentang Pemberian Remisi Berupa Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup menjadi Pidana Penjara Sementara. Susrama merupakan satu di antara 115 napi seumur hidup yang terdaftar mendapat grasi dari presiden.

Baca Juga :Tak Sabar Keluar dari Wajib Militer

”Ini (pemberian grasi untuk Susrama, red) sinyal bahwa pemerintah kurang memberikan dukungan kepada wartawan,” kata Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan kepada Jawa Pos (JPG), Selasa (22/12). Mencuatnya dokumen grasi itu membuat kecaman terhadap Jokowi mengalir deras dari kalangan wartawan dan pegiat pers di tanah air.

Derasnya kecaman itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, kasus pembunuhan Prabangsa pada 9 Februari 2009 lalu memang mendapat perhatian publik cukup besar. Betapa tidak, kala itu Prabangsa dihabisi secara sadis oleh orang suruhan Susrama. Saat itu, kedua tangan Prabangsa diikat, kepala dihantam balok, lalu tubuhnya dibuang di laut.

Jasad Prabangsa kemudian ditemukan di Pantai Bias Tugel, Desa Padangbai, Karangasem, Bali dalam kondisi tidak bernyawa. Menurut Manan, pengungkapan kasus pembunuhan Prabangsa pada waktu itu sejatinya menjadi kabar gembira bagi kalangan pers. Sebab, selama ini sangat jarang aparat penegak hukum bisa menuntaskan kasus kekerasan terhadap jurnalis sampai tingkat pengadilan.

”Pemberian grasi (kepada Susrama, red) ini agak menodai kabar baik itu (upaya penegakan hukum terhadap kekerasan wartawan, red) sebenarnya,” ujar Manan.

Manan menganggap grasi tersebut kurang relevan bila dikaitkan dengan histori kasus pembunuhan terhadap wartawan selama ini. ”(Presiden, red) harus memikirkan dampak psikologis dan dampak sosialnya sebelum memberikan grasi.” ujarnya.(tyo/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook