JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Peran istri di salah satu draft pasal Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga, berkewajiban untuk mengurusi rumah tangga. Hal ini pun menuai polemik karena dianggap diskriminatif.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Solidaritas Perempuan Dinda Nuur Annisaa Yura menegaskan, DPR tidak memahami fungsinya. Karena hal itu sudah menyangkut ranah privat setiap keluarga.
“Ini adalah bentuk bagaimana DPR tidak memahami aturan dan fungsinya. Sebenarnya ada ranah privat tapi diikut campuri,” ujar Dinda kepada JawaPos.com, Rabu (19/2).
Menurut Dinda, ada pendiskriminasian gender perempuan yang dilakukan oleh DPR dalam RUU tersebut. Karena disebutkan perempuan wajib untuk mengurusi rumah tangga.
“Jadi ini salah kaprah atau kesalahan berpikir DPR dalam memahami yang harus diatur dan tidak harus diatur,” tegasnya.
Dinda mengatakan, sebaiknya DPR tidak perlu ikut campur dalam hal masalah privat keluarga ini. Masih banyak yang harus menjadi perhatian DPR, ketimbang mengurusi pribadi keluarga.
“Jadi ini seharunya tidak diatur dalam RUU ini. Adanya kesalahan berpikir,” ungkapnya.
Adapun RUU Ketahanan Keluarga masuk ke Prolegnas prioritas 2020 ini merupakan usulan dari lima anggota DPR. Mereka yakni Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani dari PKS, Sodik Mudjahid dari Gerindra, Ali Taher dari PAN dan Endang Maria dari Golkar.
Dalam RUU tersebut pun mengatur tentang kewajian istri terhadap rumah tangganya. Seperti kewajiban perempuan untuk mengurusi rumah tangga.
Kewajiban istri itu tertuang dalam Pasal 25 Ayat (3). Berdasarkan RUU itu, ada tiga kewajiban istri
Tiga kewajiban istri dalam RUU Ketahanan Keluarga adalah sebagai berikut:
a. wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
b. menjaga keutuhan keluarga.
c. memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Deslina