"Peran medsos bagi kelompok ekstrimis di Indonesia berbeda dengan negara lain. Di Eropa radikalisasi dan rekruitmen melalui medsos. Demikian juga di Malaysia. Tapi di Indonesia berbeda, radikalisasi memang menggunakan medsos. Tapi rekruitmen lebih banyak dilakukan secara offline," ujarnya di Gedung Kominfo, Jakarta, Rabu (16/5/2018).
"Jadi, untuk rekruitmen offline dan radikalisasi online. Kenapa offline menjadi pilihan di Indonesia karena di Indonesia ada kebebasan untuk berekspresi dan berkumpul," jelasnya.
"Masih sangat mudah menemukan momen-momen offline yang menyiarkan propaganda ISIS. Terlebih di negeri ini, UU Terorisme tidak memiliki satu pasalpun yang bisa menjerat orang yang menyebarkan terorisme. Itulah sebabnya, kelompok ini cenderung tidak memerlukan online," paparnya.
"Banyak kasus penipuan terjadi di channel telegram yang terkait ISIS. Kasus Susan Elmira, si penipu pemalsuan dokumen untuk kelompok terorisme, dan Elang, penipu perempuan yang hendak berhijrah ke Suriah, menjadi contoh di antara sekian banyak kasus," tutupnya. (rgm)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama