Sempat Ditahan, Status Hukum Rizieq Belum Jelas

Hukum | Kamis, 08 November 2018 - 13:34 WIB

JAKARTA  (RIAUPOS.CO) - Kasus yang mendera Muhammad Rizieq Shihab atau Habieb Rizieq Shihab di Arab Saudi bertambah. Sebelumnya dia tersangkut persoalan izin tinggal yang sudah kedaluwarsa. Yang terbaru dia dikabarkan sempat ditangkap polisi karena kedapatan ada bendera hitam dan mengarah pada ciri gerakan ekstrimis.

Hingga malam tadi, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) belum meng­onfirmasi status Habieb Rizieq. Direktur Perlin­dungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (BHI) Kemenlu Lalu Muhammad Iqbal tidak memberikan informasi status hukum pentolan Front Pembela Islam (FPI) tersebut.

Baca Juga :Pemakaman Istri di Megamendung, Habib Rizieq Beri Pesan Terakhir yang Menyentuh

Saat ditanya lebih detail terkait kasus terbaru Habieb Rizieq tersebut, Iqbal hanya menjawab diplomatis. ’’Bagi kami kasus ini tidak berbeda dengan kasus WNI lainnya yang menghadapi permasalahan hukum di luar negeri,’’ jelasnya.

Menurut dia, tugas perwakilan Indonesia sebatas memberikan pendampingan ke konsuleran untuk memastikan hak-hak hukum WNI yang bermasalah terpenuhi.

Dubes Indonesia di Riyadh Agus Maftuh Abegebriel juga tidak memberikan informasi terkini terkait status hukum Habieb Rizieq. Jawa Pos (JPG) sudah berusaha menghubunginya, namun Dubes Agus tidak memberikan balasan atau tanggapan.

Dalam keterangan tertulis­nya, Dubes Agus menjelaskan, kronologi persoalan yang mendera Habieb Rizieq itu. Kasus ini bermula pada 5 November lalu sekitar pukul 08.00 waktu setempat, tempat tinggal Habieb Rizieq didatangi oleh kepolisian Makkah. Petugas kepolisian datang karena mengetahui adanya pemasangan bendera hitam yang mengarah pada ciri-ciri gerakan ekstrimis. Bendera tersebut dipasang di dinding bagian belakang kediaman Habieb Rizieq. Setelah itu pada hari yang sama, sekitar pukul 16.00 waktu setempat, Habieb Rizieq dijemput oleh kepolisian Makkah dan Mabahis Ammah atau intelejen umum (General Investigation Directorate/GID). Kemudian Habieb Rizieq dibawa ke kantor kepolisian. Selanjutnya untuk keperluan proses penyelidikan dan penyidikan, Habieb Rizieq sempat ditetapkan untuk ditahan oleh kepolisian wilayah Makkah.

Setelah ditahan semalaman, pada 6 November Rizieq berhasil dikeluarkan dari tahanan kepolisian Makkah. Upaya ini dilakukan dengan jaminan yang diberikan oleh perwakilan Indonesia. Tetapi belum ada kejelasan jaminan berwujud apa yang bisa membuat Rizieq dikeluarkan dari tahanan kepolisian.

Agus menjelaskan, Arab Saudi sangat melarang keras segala bentuk jargon, label, dan atribut apapun yang melambangkan atau berbau terorisme. Baik itu terkait dengan simbol ISIS, Al-Qaedah, Al-Jamaah al-Islamiyah, dan organisasi sejenis lainnya. Pemerintah Saudi juga melakukan pemantauan aktivitas tersebut di media sosial. Kasus ini bisa berujung pidana berat jika terbukti bersentuhan dengan organisasi terorisme.

Dia mengatakan KBRI di Riyadh akan terus berkoordinasi dengan otoritas di Arab Saudi. Supaya bisa memantau perkembangan tuduhan apa yang sebenarnya dijatuhkan kepolisian setempat kepada Habieb Rizieq. Dia berharap Rizieq hanya tersangkut masalah overstay saja. Di mana persoalan overstay merupakan pelanggaran imigrasi saja.

Sebaliknya dia mengaku khawatir jika tuduhan kepada Rizieq terkait dengan keamanan Kerajaan Arab Saudi. Jika benar tuduhan ini yang diberikan ke Rizieq, maka kasusnya akan ditangani oleh Riasah Amni ad-Daulah atau Presidency of State Security. Lembaga ini menurut Agus, merupakan sebuah lembaga yang bersifat super body.

Sementara terkait pemeriksaan HRS oleh Pemerintah Arab Saudi, Polri bersikap pasif. Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada informasi police to police antara Polri dengan kepolisian Arab Saudi. ”Ini sebenarnya kewenangan Kementerian Luar Negeri,” ujarnya.

Bila diperlukan tentu Polri akan ikut berkoordinasi dengan kepolisian Arab Saudi. ”Inikan soal warga negara Indonesia yang diperiksa di luar negeri. Bukan di dalam negeri,” tutur jenderal berbintang satu tersebut.

Sementara Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan bahwa terkait HRS sebenarnya perlu dipahami adanya kedaulatan sebuah negara. Bila ada masalah di luar negeri tentunya negeri lain tidak bisa terlibat. ”Begitu sebaliknya, orang luar diharapkan menghormati proses hukum di Indonesia,” ujarnya.(wan/idr/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook