JAKARTA, (RIAUPOS.CO) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan pengembangan terkait kasus korupsi pengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit PT Adimulia Agrolestari (AA) yang berada di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing). Ada tersangka baru yang dikantongi KPK dalam kasus suap Bupati Kuansing non-aktif, Andi Putra.
Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, KPK membuka penyidikan baru dalam rangka menindaklanjuti proses persidangan Bupati Kuansing nonaktif Andi Putra. Dalam proses persidangan tersebut, ada fakta hukum terkait adanya suap dalam perkara tersebut sehingga dilakukan pengembangan.
Andi Putra sendiri terbukti bersalah dan sudah vonis oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru 5 tahun 7 bulan. “Menindaklanjuti proses persidangan dan fakta hukum terkait adanya suap dalam perkara terdakwa Andi Putra (Bupati Kuantan Singingi nonaktif, red)," kata Ali Fikri, Jumat (7/10).
KPK kemudian melakukan penyidikan baru yaitu dugaan korupsi berupa suap dalam pengurusan perpanjangan hak guna usaha (HGU) oleh pejabat di Kanwil BPN Provinsi Riau. Kata Ali, lembaga antirasuah itu sudah menetapkan tersangka baru hasil dari hasil pengembangan kaus tersebut.
“KPK telah menetapkan beberapa pihak sebagai tersangka namun untuk pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, kronologis dugaan perbuatan pidana, dan pasal yang disangkakan akan kami umumkan saat penyidikan perkara ini telah cukup," katanya.
Ali menjelaskan, tim penyidik KPK telah melakukan penggeledahan di dua wilayah yaitu di Kota Medan dan Kota Palembang sejak 4 Oktober hingga 6 Oktober 2022.
Dalam penggeledahan itu, penyidik menemukan dan menyita beberapa dokumen dan uang tunai berupa mata hanya asing dolar Singapura. “Dengan jumlah sekitar 100 ribu dolar Singapura," sebut Ali.
Dia mengatakan, penggeledahan ini dalam rangka pengembangan penyidikan kasus dugaan suap dalam pengurusan perpanjangan HGU yang menyeret mantan orang nomor satu di Kuansing itu.
“Proses pengumpulan alat bukti saat ini telah dilakukan, di antaranya dengan memanggil pihak-pihak terkait sebagai saksi termasuk penggeledahan di beberapa tempat," terangnya.
Namun demikian, KPK sendiri belum merilis atau membocorkan inisial tersangka yang dimaksud itu. “Setiap perkembangan penyidikan ini akan selalu kami sampaikan ke masyarakat sehingga jalannya penyidikan perkara ini sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, dalam kasus ini majelis hakim menyatakan Andi Putra terbukti secara sah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor yang merupakan dakwaan primer dalam perkara ini.
Vonis Majelis Hakim ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menuntut Andi Putra dihukum 8 tahun 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp400 juta subsider kurungan 6 bulan serta uang pengganti Rp500 juta. Hakim juga tidak mengabulkan tuntutan pencabutan hak politik 5 tahun terhadap terdakwa.
Menanggapi vonis yang lebih rendah dari tuntutan mereka, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengatakan kepada hakim untuk berpikir dulu. ‘’Pikir-pikir dulu yang mulia,’’ kata salah seorang JPU KPK sebelum Hakim Dahlan mengetuk palu tanda ditutupnya sidang, beberapa waktu lalu.
Pada sidang yang menghadirkan total 28 saksi tersebut, Andi Putra sebelumnya membantah tuduhan penerimaan uang tersebut sebagai uang suap untuk memuluskan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari (AA). Andi berdalih uang yang diterimanya dari mantan general manager perusahaan perkebunan tersebut, Sudarso adalah uang pinjaman.
Majelis Hakim menilai dalih pinjaman dari terdakwa tidak bisa dibuktikan. Tidak ada perjanjian tertulis dan tidak ada menyebutkan waktu kapan uang itu akan dikembalikan selayaknya kesepakatan pinjam meminjam. Sementara Direktur Keuangan PT AA yang menjadi saksi, mencatat setiap uang keluar yang ditujukan kepada Andi Putra sebagai pengeluaran untuk pengurusan izin HGU.
Pada bukti percakapan WhatsApp antara Komisaris PT AA Frank Wijaya dan Sudarso yang diperlihatkan dalam persidangan sebelumnya, pemberian uang Rp500 juta kepada Andi Putra adalah pemberian dan tidak ada pembahasan pinjaman.
Selain itu dalam pemeriksaan saksi-saksi juga terungkap ada pemberian uang dari PT AA kepada Panitia B saat rapat ekspose pra-pengurusan izin HGU dan pemberian kepada kepala Kanwil BPN Riau. Sudarso sendiri dihukum 2 tahun penjara dalam perkara ini.
Untuk itu, Majelis Hakim berpendapat bahwa pemberian uang Rp500 juta bukanlah pinjaman, tapi pemberian untuk izin HGU PT AA agar perusahaan tidak perlu membangun kebun kemitraan 20 persen di wilayah Kuansing sesuai kewajiban. Melainkan tetap berada di Kampar sesuai izin sebelumnya yang akan segera berakhir itu.
Atas putusan ini, Kuasa Hukum Andi Putra, Dodi Fernando ketika ditanya hakim apakah akan mengajukan banding, mengatakan akan berkonsultasi lebih dulu dengan terdakwa Andi Putra. ‘’Akan pikir-pikir lebih dulu yang mulia,’’ ucap Dodi yang juga diiyakan oleh Andi Putra.
Hakim memberikan waktu 7 hari bagi terdakwa dan para kuasa hukumnya untuk mengajukan banding sebelum putusan ini dinyatakan berkekuatan hukum tetap. Tim kuasa hukum Andi Putra ketika ditemui di luar sidang mengatakan tetap pada keyakinan bahwa kliennya tidak bersalah dalam perkara ini.
Dodi Fernando tetap pada keyakinan bahwa uang yang diterima Andi Putra adalah pinjaman untuk menutupi keperluan mendesak. ‘’Namun kami tetap menghormati putusan Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru dalam perkara ini. Yang jelas kami akan segera berdiskusi dengan Pak Andi Putra soal langkah hukum yang akan ditempuh selanjutnya,’’ sebut Dodi.
Sebelumnya, dalam surat dakwaannya, JPU KPK mendakwa Andi Putra telah menerima uang sebesar Rp500 juta dari total Rp1,5 miliar yang dijanjikan. Uang itu diberikan General Manager PT AA Sudarso berkaitan dengan izin HGU perusahaan perkebunan tersebut.
Andi Putra sebagai Bupati Kuansing dalam perkara ini disebutkan berkuasa dan berwenang mengeluarkan surat rekomendasi persetujuan penempatan lokasi kebun kemitraan (plasma) paling sedikit 20 persen. Lokasi plasma yang saat ini berada di Kampar membuat PT AA yang sebagian kebunnya berada di Kuansing ingin menghindari kewajiban tersebut. Uang suap itu diduga supaya perusahaan tidak perlu lagi membangun kebun kemitraan yang menjadi syarat keluarnya HGU.
Penetapan tersangka Andi Putra sendiri merupakan pengembangan dari penangkapan terhadap Sudarso pada 18 Oktober 2021. Sudarso ditangkap beberapa saat setelah bertemu dengan Andi Putra di Telukkuantan, Kabupaten Kuansing.
Usai Sudarso tertangkap, KPK sempat melakukan pengejaran terhadap Andi Putra, namun yang bersangkutan disebut melarikan diri dengan cara mengganti plat kendaraannya. Beberapa hari kemudian, Andi Putra akhirnya menyerah lalu ditetapkan sebagai tersangka.
JPU mendakwa Andi Putra melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.(das)