PEKANBARU, (RIAUPOS.CO) - Lembaga Antirasuah memberikan atensi atas sidang dugaan tindak pidana korupsi dengan terdakwa mantan Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Mursini. Hal ini, setelah pada pembacaan dakwaan di PN Tipikor Pekanbaru, menyebut adanya penyerahan uang senilai total Rp650 juta pada 2017 silam kepada orang yang mengaku pegawai KPK. Rp500 juta di antaranya diserahkan dalam bentuk dolar AS di Batam.
Sidang perdana terkait dugaan tindak pidana korupsi dana enam kegiatan di Sekretariat Daerah (Setda) digelar Rabu (1/9) lalu di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Mantan Bupati Kuansing tersebut terseret kasus dugaan korupsi 6 kegiatan di Setdakab Kuansing, senilai Rp13,3 miliar, yang bersumber dari APBD kabupaten tahun 2017. Ia menjadi tersangka keenam dalam kasus tersebut. Sidang perdana yang berlangsung secara virtual yang diikuti Mursini secara teleconference dari Rutan Klas I A Pekanbaru, sedangkan kuasa hukumnya Suroto SH MH, hadir di PN Pekanbaru.
Sidang perdana dipimpin majelis hakim Dr Dahlan SH MH ini dengan agenda mendengarkan dakwaan yang dibacakan dari tim gabungan dari jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Riau dan JPU Kejari Kuansing. JPU yang terdiri dari Rudi Heryanto, SH MH Riski Ramahtullah, SH MH, Hendri, SH MH, Imam Hidayat, SH MH membacakan surat dakwaannya secara bergantian.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri memastikan, pihaknya bakal menindaklanjuti orang yang diduga menerima uang harap tersebut, jika memang pihak-pihak tersebut berasal dari KPK.
"Meskipun peristiwanya pada 2017 lampau, kami tetap mendorong pihak terdakwa bisa membantu kami menelusuri pihak dimaksud. Apakah benar merupakan pegawai KPK atau bukan," kata Ali dalam keterangannya, Kamis (2/9).
Ali menyampaikan, pihaknya memerlukan keterangan Mursini untuk memastikan kebenaran orang yang dimaksud. Lembaga antirasuah juga tidak segan menindak pegawainya, jika terbukti menerima duit dari tindakan korupsi.
"Hal ini penting bagi kami untuk memastikan tegaknya profesionalitas KPK dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi," tegas Ali.
Selain itu, Ali juga meminta masyarakat untuk berhati-hati dengan penipuan yang mengatasnamakan KPK. Menurutnya, penipuan itu biasanya untuk melakukan pemerasan kepada orang yang berperkara di KPK.
"Hal ini sudah sering terjadi dan telah memakan banyak korban. Beberapa pelakunya pun sudah berhasil ditangkap," akunya.
Kepada Riau Pos, Ali mengingatkan kepada seluruh masyarakat agar mewaspadai KPK palsu. Ia pun meminta apabila menemukan atau mengetahui adanya kejadian serupa agar melaporkan.
"Kami minta untuk segera lapor ke KPK melalui call center 198 atau melaporkannya kepada aparat penegak hukum setempat," pesannya.
Di sisi lain, JPU dalam dakwaannya mengatakan Mursini telah melakukan dugaan korupsi bersama-sama dengan H Muharlius, selaku Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Kuansing Tahun 2017-2018 (terpidana berkas terpisah), M Saleh selaku Kepala Bagian Umum Setdakab Kuansing sekaligus menjabat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) (terpidana berkas terpisah), Verdi Ananta selaku Bendahara Pengeluaran Setdakab Kuansing (terpidana berkas terpisah), Hetty Herlina selaku PPTK (terpidana terpisah), dan Yuhendrizal juga selaku PPTK (terpidana berkas terpisah).
JPU dalam dakwaannya menjerat mantan Bupati Kuansing Periode tahun 2016 sampai dengan 2021 itu dengan pasal berlapis. Jaksa menjeratnya dengan pasal 2 ayat (1) junto pasal 4 ayat (1) dan (2), pasal 11, junto 18 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Terdakwa telah melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan, beberapa perbuatan yang ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, secara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," kata JPU.
Selanjutnya JPU juga membacakan bahwa terdakwa juga memerintahkan saksi M Saleh untuk menyediakan uang sebesar Rp500 juta untuk diserahkan kepada seseorang yang mengaku pegawai KPK. Lalu selanjutnya terdakwa juga memerintahkan saksi Verdi Ananta untuk berangkat ke Batam untuk menyerahkan uang tersebut kepada seseorang yang mengaku pegawai KPK.
Terdakwa juga berpesan agar sebelum diserahkan, uang sebesar Rp500 juta tersebut, terlebih dahulu ditukarkan ke dalam bentuk mata uang dolar AS. Selanjutnya terdakwa menyerahkan 1 unit HP merk Nokia 3310 warna dongker dengan les abu-abu kepada saksi Verdi Ananta untuk alat komunikasi, yang di dalamnya hanya tersimpan nomor kontak orang yang mengaku pegawai KPK.
Memenuhi perintah terdakwa tersebut, saksi Verdi Ananta bersama saksi Aprigo Roza Alias Rigo berangkat menuju Hotel Pangeran di Pekanbaru. M Saleh datang untuk menemui Verdi Ananta dan menyerahkan uang tunai sebesar Rp500 juta. Setelah menerima uang tersebut Verdi Ananta menukarkan ke dalam dolar AS di tempat penukaran mata uang asing Toko Kirana.
Selanjutnya Verdi Ananta ditemani Aprigo Roza dan Fetri Fernanda berangkat menuju Batam dengan menumpang pesawat udara. Sesampainya di Bandara Hang Nadim Batam, setelah turun dari pesawat, Verdi Ananta, Rigo dan Nanda langsung menuju ke gate (gerbang) kedatangan. Verdi pun menghubungi nomor yang tersimpan pada handphone yang diberikan terdakwa dan berkomunikasi dengan orang yang mengaku pegawai KPK.
Tidak lama kemudian Verdi dihampiri oleh orang yang mengaku pegawai KPK tersebut. Lalu mengajak Verdi menuju ke arah tempat parkir kendaraan roda empat, sedangkan Rigo dan Nanda diminta tetap menunggu di gerbang kedatangan. Setelah masuk ke dalam sebuah mobil, Verdi pun menyerahkan uang dalam bentuk dolar AS yang telah dipersiapkan dalam amplop.
Kemudian, terdakwa kembali memerintahkan M Saleh untuk menyediakan uang sebesar Rp150 juta. Uang tersebut untuk diserahkan kepada orang yang sama yang mengaku pegawai KPK. Sama seperti sebelumnya, sebagai alat komunikasi terdakwa kembali menyerahkan 1 unit HP merk Nokia kepada M Saleh, yang di dalamnya hanya tersimpan nomor kontak orang yang mengaku pegawai KPK tersebut.
Melaksanakan perintah terdakwa tersebut, M Saleh bersama Verdi berangkat ke Pekanbaru. M Saleh bersama Verdi dengan menumpang pesawat udara menuju Batam. Sesampainya mendarat di Bandara Hang Nadim, Batam, setelah turun dari pesawat, dengan menggunakan handphone yang dititipkan terdakwa, saksi M. Saleh langsung menghubungi orang yang mengaku pegawai KPK tersebut. Selanjutnya M Saleh menuju ke area parkir kendaraan roda empat untuk menyerahkan Rp150 juta yang telah disiapkan dalam sebuah tas.
Dari surat dakwaan tersebut, bahwa perbuatan terdakwa selaku bupati/kepala daerah mengintervensi pengelolaan keuangan daerah dengan cara meminta sejumlah uang yang berasal dari keuangan daerah untuk kepentingan pribadi terdakwa baik kepada saksi Muharlius maupun saksi M Saleh, telah memperkaya diri terdakwa.
Terdakwa telah menerima uang sebesar Rp150 juta dari Verdi Ananta dengan rincian sebesar Rp100 juta dalam bentuk ringgit Malaysia, dan 50 juta dalam bentuk rupiah. Itu bermula saat Verdi dipanggil oleh Muharlius ke ruang kerjanya. Muharlius memerintahkan Verdi Ananta untuk menyiapkan uang Rp150 juta untuk diserahkan kepada terdakwa. Muharlius berpesan agar sebanyak Rp100 juta dari uang tersebut ditukarkan ke dalam bentuk ringgit Malaysia sebelum diserahkan kepada terdakwa.
Menariknya, di akhir persidangan Mursini tidak mengajukan eksepsi dan dia menerima semua isi dakwaan. Artinya Mursini sendiri mengakui semua isi dakwaan. Sidang dilanjutkan, Rabu (8/9) depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.(egp/dof)