SEJARAH KOMUNIS DI INDONESIA

Komunisme dan Marxisme di Tanah Minangkabau

Historia | Minggu, 20 Desember 2015 - 11:20 WIB

Komunisme dan Marxisme di Tanah Minangkabau
Sekolah modern Sumatera Thawalib di Padang Panjang, melahirkan banyak intelektual Minangkabau. (DOK. THAWALIB)

Dengan segala dinamika dalam tubuh internal partai, pemberontakan pertama menuntut Indonesia merdeka itu akhirnya meletus. Di tanah Jawa pemberontakan dimulai pada 12 November 1926. Di Minangkabau pada malam tahun baru 1927.

Minang Kiri

Baca Juga :Sempat Ditutup karena Erupsi Gunung Marapi, Bandara Minangkabau Beroperasi Lagi

Ketika menapaki riwayat gerakan kiri di Minang, sejumlah peneliti menduga-duga, gerakan kiri di Minangkabau dibawa oleh Datuk Batuah setelah terpengaruh Haji Misbach, tokoh komunis Jawa.

Ya, itu hanya dugaan! Buku An Age in Motion-nya Takashi Shiraishi yang banyak dicuplik  peneliti sejarah gerakan kiri Indonesia, mengawali asumsi itu dengan kata "MUNGKIN".

Di halaman 261-262 buku itu tertulis demikian, "Haji Batuah mungkin ikut menghadiri Kongres ini…"

Yang dia maksud adalah Kongres Partai Komunis dan Sarikat Islam Merah, awal Maret 1923. Kala itu, Haji Misbach memukau hadirin lewat pidatonya yang memadu-padankan dalil-dalil Quran dan Hadist dan ajaran Marxisme. Versi ini boleh saja direpro oleh penulis dan pencerita sejarah.

Tapi, Djamaluddin Tamim, satu di antara pendiri PKI Minang (orang dekat Tan Malaka), dalam bukunya yang diberi judul Sedjarah PKI, melukiskan…

Padang Panjang menjadi pusat kaum merah, menjadi kota merah di Sumatera, hanyalah mendirikan BOFET MERAH sebagai cabangnya koperasi kaum merah di sana, yakni lima enam bulan sebelum lahir PKI di Semarang pada 1920.

Menafsir kalimat tersebut, artinya sebelum BOFET MERAH terbentuk, Padang Panjang sudah menjadi sarang orang merah. Bahkan berjuluk kota merah.

Djamaluddin Tamim adalah sekondan Datuak Batuah. Mereka tokoh muda Sumatera Thawalib Padang Panjang yang sama-sama mengelola surat kabar Pemandangan Islam, sebuah koran yang menyelaraskan ajaran Islam dengan komunisme.

Dalam sebuah perjumpaan tempo hari, Mestika Zed memastikan, sejak awal abad 20, di Padang Panjang orang-orang sudah mempelajari marxisme langsung dari buku aslinya. Bukan terjemahan.

Pak Mes, demikian dia biasa disapa, juga menyebut, di BOFET MERAH ada semacam jargon, "kami Islam se-Islam-Islamnya, menghadapi penindasan kapitalisme, kami Marxis se-Marxis-Marxisnya."

Jika memang demikian, maka sejarah gerakan kiri di Minang, berlain dengan gerakan komunis di Jawa yang dibawa oleh Henk Sneevliet, seorang tokoh sosialis dari negeri Belanda.

Lain hal jika membicarakan sejarah PKI. Partai politik pertama yang menggunakan nama Indonesia ini memang lahir di tanah Jawa dan kemudian disambut di Minangkabau. (wow)

Penulis: Wenri Wanhar (JPNN)

Editor: Hary B Koriun









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook