"Alih-alih gemetar ketakutan di bawah kekuasaan meriam-meriam lapangan, aku menatap langsung ke mulut-mulut senjata itu, dan tanpa rasa takut kulampiaskan kemarahanku pada mereka yang mencoba membunuh demokrasi dengan pasukan bersenjata," tandas Pemimpin Besar Revolusi Indonesia.
Seorang prajurit tampak terengah-engah. Kepada kawan-kawannya dia berkata, "Tindakan kita ini salah. Bapak Presiden tidak menyetujuinya." Yang lain tampak setuju. Ada yang bersorak, "Bila Bapak Presiden tidak menyetujui cara ini, kita pun tidak setuju!"
Barisan itu pun membubarkan diri seraya bersorak-sorai. "Hidup Bung Karno!", "Hidup Bung Karno!".
Akibat perangainya, jabatan Nasution sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan dicopot, tapi tak lama dikembalikan lagi oleh Bung Karno. Pemimpin bangsa tak memupuk dendam.
Terkait ini Bung Karno menyatakan, "Soekarno bukanlah anak kecil dan Nasution pun bukan anak kecil. Kita akan tetap bersatu, karena jika musuh-musuh berhasil memecah-belah kita, maka republik kita pasti hancur."
Begitulah senarai kisah riuh-rendah di Istana Negara, 17 Oktober 1952. Persis enam puluh tiga tahun silam. (wow)
Laporan: Wenri Wanhar (JPNN)
Editor: Hary B Koriun