JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Perjalanan panjang Happy Salma di dunia keaktoran lewat teater, film, dan sinetron tidak lantas membuatnya merasa memerankan karakter Raden Nana Suhani dalam film Before, Now, and Then adalah hal sepele.
Salah satu kesulitan yang dia rasakan adalah harus memperlihatkan berbagai perasaan yang harus ditangkap oleh penonton, tanpa kata-kata atau verbal.
“Kesulitannya intensitas emosi ya. Karena banyak sekali hal-hal yang disampaikan tidak dengan kata-kata verbal. lewat sorot mata mencerminkan sedih, bahagia, gusar, khawatir, dendam, marah, dan itu tidak gampang,” kata Happy Salma di bilangan Thamrin Jakarta Pusat,Kamis (18/8/2022).
Perempuan 42 tahun itu bersyukur memiliki pengalaman mendalami seni peran lewat banyak medium. Hal itu mengasah kepekaan sekaligus penghayatannya akan sebuah peran yang disodorkan sang sutradara.
Tantangan lain yang dihadapi Happy Salma di film arahan sutradara Kamila Andini itu adalah bahasa Sunda era 60-an. Ternyata cukup jauh berbeda dibandingkan era 90-an, zaman Happy Salma tumbuh dan berkembang.
“Menyadari bahwa dalam 10,20,30 tahun semakin banyak kata yang punah. Ini salah satu pencatatan arsip dalam visual bahwa di era itu ada bahasa ini. Ini dipertanggungjawabkan oleh mentor dan guru bahasa yang memang bertanggung jawab terhadap buku-buku sekolah di Jawa Barat,” akunya.
Film Before, Now, and Then adalah film drama bernuansa sejarah diadaptasi dari buku Jais Darga Namaku karya Ahda Imran. Menceritakan tentang kisah kehidupan Raden Nana Sunani di Jawa Barat pada era 1960-an. Seorang perempuan Sunda yang kehilangan ayah dan anak akibat perang.
Nana pun menikah lagi memulai hidup baru dengan pria kaya yang kerap merendahkan dirinya. Sang suami termasuk orang tidak setia. Nana pun menderita dalam diam. Suatu ketika dia bersahabat dengan salah satu simpanan suaminya. Hal itu membuat semuanya berubah. Mereka pun bersama-sama mencari harapan.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman