JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Memperingati momen kemerdekaan RI tahun ini, Titimangsa bekerja sama dengan Direktorat Perfilman dan Media Baru Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menghadirkan tokoh yang ‘terlupakan’ atau mereka yang berada di tepian sejarah.
Mereka adalah Sjafruddin Prawiranegara, Ismail Marzuki, Emiria Soenassa, Gombloh, dan Kassian Cephas. Kisah dari tokoh-tokoh ini diangkat dalam bentuk serial monolog diulas dengan pendekatan kemanusiaan sebagai bahan diskursus untuk melihat kembali peran dan kontribusi mereka.
Monolog dari sejumlah tokoh ini akan ditayangkan di Indonesiana TV dan YouTube Budaya Saya mulai 17 Agustus mendatang. Happy Salma, produser pementasan monolog di Tepi Sejarah mengungkapkan, penting sekali tokoh-tokoh ini untuk diperkenalkan ulang ke publik khususnya anak anak muda.
“Misalnya Sjafruddin. Dia sosok kontroversial. Di satu sisi diangkat penyelamat negara, tapi di sisi lain dia dianggap pengkhinat,” kata Happy Salma di bilangan Blok M Jakarta Selatan, Senin (15/8/2022).
Sjafruddin bisa dibilang Presiden ke-2 RI setelah Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta ditangkap dalam Agresi Militer II dan diasingkan oleh Belanda ke Pulau Bangka. Namun sayangnya sejarah seakan tak mengakuinya sebagai presiden.
“Kita angkat apa yang disebut moral politik. Dia kemudian pengembalikan kekuasaan kepada Soekarno-Hatta. Sedang berkuasa dia sebenarnya bisa saja tidak mengembalikan kekuasaan, tapi dia mengembalikannya,” katanya.
Ismail Marzuki juga merupakan tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan. Kendati tidak menggunakan senjata, ia memperjuangkan kemerdekaan dengan kata-kata lewat lirik-lirik lagu yang diciptakannya.
“Kenapa ada lagu dia mendayu-dayu? Itu situasinya lumayan keras, dia menyesuaikan dengan keadaan. Kalau tidak lunak bisa gagal ngasih semangat lewat lagu-lagunya,” kata Lukman Sardi yang memerankan tokoh Ismail Marzuki.
Tokoh Sjafruddin diangkat dalam monolog dengan judul “Kacamata Sjafruddin”. Akan tayang pada 17 Agustus mendatang.
Untuk tokoh Ismail Marzuki dibuat dalam monolog berjudul “Senandung di Ujung Revolusi” dan akan tayang pada 25 Agustus mendatang. Ada juga "Mata Kamera" akan tayang pada 18 Agustus, “Panggil Aku Gombloh” (24 Agustus), dan “Yang Tertinggal di Jakarta” ( 31 Agustus).
Happy Salma mengatakan, serial monolog di Tepi Sejarah memang diniatkan untuk tayang melalui platform digital. Pertunjukan sejumlah judul tersebut sempat dibuat, tapi hanya melibatkan penonton sangat terbatas.
“Dan kita tidak gunakan sistem tiket. Kita memang fokusnya untuk tayang di digital karena saat kita buat situasinya lagi pandemi,” katanya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman