JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pentingnya menahan diri dalam berekspresi di media sosial untuk menghindari timbulnya masalah, pada era modern sekarang ini sangat patut dilakukan. Hal ini ditegaskan Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung Rita Gani.
“Sebaiknya kita perlu menahan diri dalam berekspresi di media sosial karena memang ada batasannya,” ujar Rita dalam rilis yang diterima.
Hal itu disampaikannya dalam webinar bertema “Etika Penyampaian Opini & Kritik di Ruang Digital” di Makassar, Sulawesi Selatan, yang digelar oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi.
Gita mengatakan perkembangan teknologi digital saat ini tumbuh begitu pesat. Pengguna internet di Indonesia pada awal 2022 tercatat sebanyak 210 juta pengguna atau sekitar 77 persen dari populasi Indonesia.
Namun, tingginya penetrasi penggunaan internet di Indonesia menyisakan masalah, salah satunya adalah ekspresi di dunia digital yang berlebihan.
“Hal yang berlebihan itu mencakup komentar, maupun memposting segala sesuatu, bahkan yang sifatnya pribadi sekalipun di media sosial,” kata dia.
Rita mengatakan, ketika seseorang tak mampu menahan diri, kerap kali apa yang disampaikan di media sosial berujung pada masalah.
Dia mencontohkan cara memberi kritikan pada pihak lain di media sosial yang buruk, seperti menggunakan kata kasar atau memaki yang berpotensi disomasi.
Kritik, menurut dia, tidaklah terlarang, tetapi sebaiknya diberikan dengan cara yang positif dan konstruktif. Cara menyampaikan kritik di media sosial bisa diawali dengan pernyataan maaf, lalu menyebutkan hal-hal yang dirasa sudah baik.
“Kemudian, kritiklah pada hal-hal yang konkret dan bisa diperbaiki. Hindari pernyataan yang bersifat asumsi dan tambahkan kata-kata motivasi,” ucapnya.
Sementara itu, CTO MEC Indonesia, Dedy Triawan yang juga menjadi pembicara dalam webinar, mengutarakan pentingnya menggunakan bahasa yang santun dalam bermedia sosial.
Menurut dia, penggunaan bahasa yang baik dan benar harus berpatokan pada etika dan tata krama yang ada. Selain itu, sebelum mengunggah atau memberi komentar di media sosial, saring terlebih dahulu apakah ada kata atau kalimat yang kurang tepat.
“Hindari kata-kata atau kalimat yang berpotensi menyeret ke ranah hukum. Gunakan bahasa yang sopan agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari,” ucapnya.
Dedy menambahkan, hal penting dalam penggunaan bahasa di dunia digital adalah menggunakan kata yang sesuai kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Lalu, hindari bahasa yang diskriminatif dan rasis. Terakhir, hindari konten yang mengandung hoaks atau kabar bohong.
Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kemenkominfo, diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif.
Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Sulawesi dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan komunitas cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Eka G Putra