JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Film Miracle in Cell No. 7 akan tayang di seluruh bioskop Tanah Air mulai 8 September 2022 mendatang. Film ini berhasil mengaduk emosi para penonton. Dalam acara nobar di bilangan Epicentrum Rasuna Said Jakarta Selatan, belum lama ini, banyak penonton menangis menyaksikan film garapan sutradara Hanung Bramantyo tersebut.
Film Miracle in Cell No. 7 diketahui merupakan film remake dari film asal Korea Selatan dengan judul sama rilisan 2013 silam. Film versi Indonesia justru mendapat pujian dari sutradara dan produser film aslinya, Lee Hwan-kyung dan Kim Min-ki. Keduanya kompak mengaku film versi Indonesia yang terbaik di antara sejumlah film remake dari sejumlah negara. Mereka berdua datang secara khusus ke Indonesia dalam rangka gala premier film tersebut.
Secara garis besar dari awal sampai akhir, film Miracle in Cell No. 7 memiliki kesamaan cerita dan konflik yang dihadirkan antara versi Korea Selatan dan versi Indonesia. Sutradara Hanung Bramantyo memang diminta oleh pihak rumah produksi agar tidak keluar dari jalur.
Bukan hanya tema soal isu pembunuhan dan pelecehan seksual yang diangkat sama, film yang dibintangi Vino G. Bastian juga membuat cerita dan sejumlah adegan secara garis besar sama. Termasuk soal pertemanan sang aktor utama yang merupakan seorang disabilitas dengan pimpinan penjara dan anak dari aktor utama yang lantas menjadi pengacara demi membersihkan nama baik ayah dan keluarganya.
Kendati demikian, tetap ada sejumlah perbedaan antara film Miracle in Cell No. 7 versi Indonesia dan versi Korea Selatan. Apa saja?
1. Adaptasi Karakter
Perbedaan film Miracle in Cell No. 7 yang paling mendasar adalah adanya adaptasi karakter. Dalam versi aslinya nama-nama karakter tentu disesuaikan dengan tradisi dalam negeri K-pop. Misalnya karakter utamanya Lee Yong Go dan Ye Sung. Dalam versi Indonesia dua karakter tersebut diadaptasi menjadi Dodo Rozak dan Kartika.
2. Insiden Terbunuhnya Anak Kecil
Insiden terbunuhnya anak kecil secara garis besar sama. Dia terbunuh akibat kecelakaan terjatuh hingga membentur benda keras mengakibatkan kematian. Dan insiden ini lantas diarahkan sebagai pembunuhan dan pelecehan seksual. Yang berbeda, versi Korea Selatan tokoh disabilitas disebut membunuh menggunakan batu. Sementara versi Indonesia menggunakan kayu.
3. Profesi Tokoh Utama
Dalam film Miracle in Cell No. 7 versi Korea, karakter atau tokoh utama diceritakan sebagai juru parkir. Sementara dalam film versi Indonesia sang karakter utama yang diperankan Vino G Bastian diceritakan sebagai tukang balon.
4. Lokasi Rumah Tokoh Utama
Lokasi rumah tokoh utama dalam Miracle in Cell No. 7 versi Korea digambarkan berada di pemukiman sepi penduduk dan rumahnya sempit. Sementara dalam film adaptasi Indonesia rumah tokoh utama berada di lokasi padat penduduk dan berdekatan dengan rel kereta api.
5. Iklim
Faktor iklim dalam film Miracle in Cell No. 7 menjadi sangat penting bahkan bisa dibilang sebagai kunci dari cerita. Adanya perbedaan iklim antara Indonesia dan Korea, membuat Hanung Bramantyo selaku sutradara harus melakukan beberapa penyesuaian.
6. Gunakan Hukum Fiktif
Yang juga berbeda antara film Miracle in Cell No. 7 versi Korea Selatan dan Indonesia adalah sistem hukum yang digunakan. Film ini tidak mendasarkan pada sistem hukum yang ada di Indonesia dengan tujuan supaya film ini netral dan tidak menyinggung siapapun.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman