Zulkifli mengusulkan, akan efektif bila nelayan diajak untuk membantu langkah mengamankan aset-aset negara tersebut. Sebab, mereka sangat mengenal luar dalam lautan di sekitar Natuna. "Itu juga bisa membantu memperbaiki kesejahteraan nelayan," urainya.
Itu pun mungkin belum cukup. Sebab, menurut Wan Tarhusin, teknologi para penjarah tinggi sekali. "Angkat BMKT malam saja bisa, pemerintah Indonesia bagaimana," keluhnya.
Seharusnya, lanjut dia, BMKT itu bisa dijadikan aset negara dan menghasilkan untuk masyarakat Natuna. Namun, yang terjadi justru sebaliknya: yang diuntungkan hanya para pencuri.
"Ini masalah yang seharusnya diselesaikan," tuturnya.
Senada, Ketua Generasi Pesona Indonesia (GenPI) Kiki Firdaus menyebutkan, BMKT itu bisa dibuatkan museum sebagai tambahan daya tarik pariwisata Natuna.
Museum serupa, kata Kiki, memang sudah ada di Natuna. Tapi, milik pribadi. "Daripada dibiarkan di laut dan jadi sasaran pencurian, mending dimaksimalkan jadi museum. Sekaligus bisa jadi alat edukasi kebudayaan," paparnya.
Laut, Darat Bertemu di Museum
Tak cuma di laut Natuna "berjaya". Dalam arti punya kekayaan terpendam. Di daratan juga.
Karena itulah, di kabupaten yang masuk wilayah Provinsi Kepulauan Riau itu dikenal istilah "macok". Menancapkan besi untuk mencari barang di tanah. Barang yang berharga tentu saja.
Nah, yang datang dari darat dan laut itulah yang berusaha disatukan Pemkab Natuna di museum yang kini tengah dalam proses penyelesaian. Museum Perdagangan Maritim.
Menurut Kabid Kebudayaan Pemkab Natuna Hadisun, sengaja dinamakan demikian karena sulit memperuntukkan museum itu khusus barang muatan kapal tenggelam (BMKT), harta karun di lautan Natuna.
"Sebab, banyak BMKT yang sudah dicuri," kata Hadisun.
Dibangun sejak 2016 dengan bantuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, museum itu sejatinya direncanakan bisa dibuka tahun lalu. Sejauh ini sudah sekitar 500 item yang dikumpulkan.
Barang-barang tersebut dikumpulkan dari koleksi pemkab dan masyarakat yang bersedia menyerahkan temuan mereka. Baik yang ditemukan di lautan maupun daratan. Termasuk dari hasil macok tadi.
Dari hasil macok itu bisa ditemukan berbagai benda peninggalan bersejarah. Misalnya, perhiasan atau kuningan. Kegiatan tersebut dilakukan sampai jauh ke dalam hutan.
Natuna memang sudah ramai jadi jalur perlintasan dan persinggahan perdagangan dunia sejak dulu. Letaknya pun berbatasan dengan empat negara sekaligus: Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Kamboja.
Hadisun menuturkan, sejauh ini benda paling tua yang berhasil didapat adalah keramik dari Dinasti Tang yang menguasai Cina dari tahun 618 sampai 907. "Dalam konteks kebudayaan, ini tak ternilai (harganya)," jelasnya.
Meski begitu, tidak semua barang calon koleksi museum masih utuh. Ada yang sudah pecah. Bahkan, ada yang hanya bentuk serpihan.
Sumbangan juga datang dari museum milik pribadi. Menurut Hadisun, ada warga Natuna yang memiliki museum pribadi dengan isi yang menakjubkan. "Ada keris dan berbagai barang kuno lain," jelasnya.
Laporan: Ilham Wancoko (Jawa Pos)
Editor: Rinaldi