Semua tindakan itu memakan biaya yang tidak sedikit. ‘’Biayanya sangat besar. Kuitansi yang saya tanda tangani saat mau keluar rumah sakit Rp36 juta lebih. Mana punya uang sebanyak itu,’’ ujarnya.
Kadri termasuk orang yang sadar dan patuh terhadap program pemerintah. Sejak tidak lagi bekerja sebagai karyawan di perusahaan, ia langsung mengaktifkan JKN secara mandiri. Ia membayar iuran rutin sendiri. Berbeda ketika masih menjadi karyawan, iuran JKN diurus oleh perusahaan.
‘’Urus sendiri. Gampang kok. Apalagi sekarang sistem online, tidak perlu ke kantor semua bisa diurus,’’ ceritanya.
Karena kondisi ekonominya yang sedang susah, ayah tiga anak ini mengaku agak kesulitan juga membayar iuran. Setiap bulan harus menyisihkan uang iuran JKN untuk lima orang. Tiga anak, satu istri, dan dirinya. Selain Fatiah, pasangan ini juga punya dua anak lagi, Ariffati Fadlu (11) dan Hafsa Alfatunnisa (4). Sebab itu, ia memilih turun kelas dari I ke kelas II agar tetap bisa membayar iuran secara rutin. Yang penting baginya tetap ikut program JKN.
‘’Pelayanan tidak ada bedanya antara kelas I dengan kelas II. Sama saja. Hanya di fasilitas rumah sakit yang berbeda. Obat dan dokter semua sama. Itu sudah saya buktikan,’’ tuturnya.
Kadrid bersyukur sudah menjadi peserta JKN. Ia tidak bisa membayangkan jika tidak menjadi peserta, dengan apa ia membiayai kelahiran dan pengobatan Fatiah. Apalagi anak bungsunya itu harus menjalani operasi untuk menghilangkan kebocoran pada serambi jantungnya. Tempatnya pun belum ada di Riau. Sehingga harus ke Jakarta, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta atau Rumah Sakit Harapan Kita.
‘’Kalau biaya operasi tidak saya pikirkan lagi. Karena akan ditanggung BPJS. Tinggal mencari biaya untuk transportasi dan akomodasi selama di Jakarta. Mudah-mudahan menjelang keberangkatan nanti bisa mengumpulkan uang,’’ harapnya.
Iya, masih ada waktu. Sebab operasi juga belum bisa dilakukan sekarang. Masih harus menunggu kondisi Fatiah agak stabil. Dokter yang menanganinya mengharuskan Fatiah mencapai berat badan 10 kilogram dulu. Saat ini keluarga berusaha memacu pertumbuhan berat badannya dengan memberikan asupan yang cukup.
Kadri benar-benar menggantungkan harapannya pada JKN untuk menyembuhkan kebocoran jantung anaknya. Tidak ada sumber dana lain. Ia ingin operasi nanti bisa menutup lubang 7 milimeter yang ada pada serambi jantung Fatiah. Semoga JKN bisa memenuhi keinginan Kadri dan keluarganya.
Harapan dan pelayanan menyenangkan yang diterima Kadri dan keluarganya bukan cerita belaka. BPJS Kesehatan yang menjalankan program JKN mengakui hal itu. Asisten Deputi Sumber Daya Manusia Umum Komunikasi Publik BPJS Kesehatan Wilayah Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) dan Jambi Garnon Kurnia mengatakan saat ini BPJS terus berusaha meningkatkan pelayanan kepada peserta JKN. Setiap saat dilakukan evaluasi untuk memperbaiki kekurangan. Sehingga BPJS Kesehatan semakin baik.
‘’JKN hadir untuk masyarakat Indonesia. Program ini membantu masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup, khususnya di bidang kesehatan,’’ urai Garnon kepada Riau Pos, Senin (31/8).
Garnon mengakui saat ini pelayanan yang diberikan kepada peserta JKN semakin baik. Keluhan yang diterima BPJS sebagai penyelenggara dari peserta juga semakin berkurang. Itu sebagai bukti bahwa JKN bersama BPJS semakin dimengerti dan diterima oleh masyarakat secara luas.
Berdasarkan data Juni 2020, jumlah peserta JKN di Riau sudah mencapai 4.759.858 orang. Jumlahnya terus bertambah dari tahun ke tahun. Peningkatan tersebut dipacu oleh kesadaran indivdu. Masyarakat mulai memahami betapa pentingnya menjadi peserta JKN dan KIS. Apalagi semasa pandemi seperti sekarang. Pendapatan keluarga terganggu, bahkan banyak yang kehilangan pekerjaan. Dengan menjadi peserta JKN-KIS kesehatan keluarga tetap terjamin. Tinggal membayar iuran sesuai dengan kelas yang dipilih. Tentu tidak terlalu memberatkan.
‘’Jadi JKN-KIS ini hadir untuk masyarakat. Banyak manfaatnya. Untuk berobat cukup menunjukkan kartu JKN-KIS kepada fasilitas kesehatan atau rumah sakit. Pasti dilayani,’’ ujar Garnon.
Peserta juga bebas memilih kelas yang sesuai dengan kemampuan keuangan. Sebab dalam pelayanan tidak ada perbedaan antara kelas I, kelas II, atau pun kelas III. Obat yang diberikan dan dokter yang melayani pun sama. Paling yang berbeda fasilitas ruangan perawatan yang diberikan pihak rumah sakit. Tapi pelayanan semua sama. ‘’Tidak ada perbedaan pelayanan oleh BPJS,’’ tutur Garnon yang didampingi stafnya, Anung.
BPJS Kesehatan juga semakin memberikan kemudahan bagi peserta JKN-KIS. Di masa pandemi Covid-19 ini BPJS terus menggalakkan penggunaan JKN Mobile. Peserta bisa menggunakan layanan ini untuk berinteraksi dengan BPJS tanpa harus tatap muka. Cukup membuka aplikasi di ponsel masing-masing, sudah bisa mendapatkan informasi dari BPJS Kesehatan. Bahkan di aplikasi ini peserta bisa mengajukan perpindahan fasilitas kesehatan.
‘’Semasa Covid-19 ini, kami mendorong peserta memanfaatkan aplikasi JKN Mobile ini. Tidak perlu berdesakan datang ke kantor BPJS, cukup dari rumah. Ini juga cara memutus rantai penyebaran corona,’’ tuturnya.
Garnon mengajak seluruh masyarakat untuk mengikuti program JKN. Sebab program ini merupakan salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap rakyatnya. Lewat JKN-KIS semua masyarakat bisa mendapatkan layanan kesehatan. ‘’Kami berharap semua masyarakat Indonesia ikut JKN-KIS. Karena program ini memang untuk rakyat Indonesia.(aga)