MIGAS YANG 76 TAHUN SETIA MEMBERI HARAPAN BAGI INDONESIA

Energi Utama Ekonomi Bangsa, Membangun Kekuatan Lokal

Feature | Rabu, 10 November 2021 - 15:10 WIB

Energi Utama Ekonomi Bangsa, Membangun Kekuatan Lokal
Ilustrasi salah satu fasilitas rig lepas pantai di Indonesia. (SKKMIGAS.GO.ID)

Dengan kontribusi sektor migas yang besar sehingga mampu menopang pembangunan nasional. Program pembangunan dikemas secara bertahap dalam tempo lima tahunan, yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun dengan akronim yang populer, Repelita. Dari Repelita I dimulai 1969-1974 dengan bertujuan memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian.

Repelita II (1974–1979) bertujuan meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain Jawa, Bali dan Madura, di antaranya melalui transmigrasi. Repelita III (1979–1984) menekankan bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor. Repelita IV (1984–1989) bertujuan menciptakan lapangan kerja baru dan industri. Repelita V (1989–1994) menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan. Dan Repelita VI (1994–tidak selesai) bertujuan meningkatkan pembangunan iklim investasi asing dalam rangka menggenjot perekonomian dan industri nasional.


Kesuksesan pembangunan di era Presiden Soeharto ini, membuat Indonesia kemudian juga disebut sebagai Macan Asia Baru. Ini merujuk pada keberhasilan menjadi kekuatan ekonomi baru dengan mengandalkan ekspor.

Di era 1990-an produksi minyak mentah Indonesia mulai mengalami tren penurunan yang berkelanjutan. Salah satu sebab karena kurangnya eksplorasi dan investasi.  Namun masih bisa berproduksi di atas 1 juta BOPD. Tapi tren penurunan belum bisa teratasi. Sehingga pada periode 2007-2012, produksi minyak mentah Indonesia di kisaran 900 ribu BOPD. Lima tahun berikutnya (2013-2018) terus turun hingga mencapai rata-rata 800 Ribu BOPD (BP Global Company 2019).

Akibatnya, Indonesia pun berhenti menjadi negara pengeskpor minyak. Sebaliknya malah menjadi negara importir minyak guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. Statusnya di keanggotaan OPEC berubah menjadi tidak aktif pada 2008.

Perkembangan terbaru, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa cadangan minyak bumi di Indonesia akan tersedia hingga 9,5 tahun mendatang. Sementara umur cadangan gas bumi Indonesia mencapai 19,9 tahun (siaran pers Kementerian ESDM, 19 Januari 2021/esdm.go.id).

"Ini dengan asumsi tidak ada penemuan baru dan tingkat produksi saat ini sebanyak 700 ribu barrel oil per day (BOPD) dan gas 6 billion standard cubic feet per day (BSCFD)," ungkap Arifin dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Selasa (19/1).

Lebih lanjut, Menteri ESDM menegaskan perhitungan cadangan migas tersebut berdasarkan data cadangan tahun 2020. Saat ini, menurut Menteri ESDM, cadangan minyak bumi nasional sebesar 4,17 miliar barel dengan cadangan terbukti (proven) sebanyak 2,44 miliar barel. Sementara data cadangan yang belum terbukti sebesar 2,44 miliar barel.

Sedangkan untuk cadangan gas bumi mencapai 62,4 triliun kaki kubik (cubic feet) dengan cadangan terbukti 43,6 triliun kaki kubik (cubic feet). "Cadangan gas bumi sebesar 62,4 triliun cubic feet, di antaranya proven sebesar 43,6 triliun cubic feet," katanya.

Pada tahun 2021, Kementerian ESDM menargetkan lifting (produksi siap jual) migas sebesar 1.712 million barrel oil per day (MBOPD). Rinciannya, minyak bumi sebesar 705 MBOPD dan lifting gas bumi sebesar 1.007 MBOPD. Salah satu upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah dalam menjaga umur cadangan migas adalah dengan meningkatkan kegiatan eksplorasi. Di tahun 2020 lalu, Kementerian ESDM berhasil melakukan survei seismik 2D sepanjang 28.349,83 km (termasuk seismik 2D Open Area KKP Jambi Merang sepanjang 25.150 km), survei seismik 3D sepanjang 1.250,97 km, pemboran eksplorasi 22 sumur hingga 8 persetujuan pengalihan Partisipasi Interes (PI) pada masa eksplorasi.

Tantangan dan Motivasi 1 Juta BOPD

Di tengah upaya menahan penurunan produksi minyak mentah, tantangan baru bagi SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi) datang dari Kementerian ESDM RI.  Tantangan itu adalah 1 juta BOPD dan 12.000 MMSCF gas bumi pada tahun 2030.

Meski bukan tugas mudah, misi mulia itu harus diperjuangkan maksimal demi terciptanya ketahanan ekonomi nasional. Sekaligus menghadirkan keberlanjutan pembangunan nasional. Ini bukan sesuatu yang berlebihan, mengingat pemerintah Indonesia masih menggantungkan harapan besar pada sektor migas. Pemerintah menargetkan dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) bahwa kontribusi migas mencapai 44 persen. Sementara batubara hanya 25 persen dan energi baru terbarukan sebesar 31 persen. Di sisi lain, jika target 1 juta BOPD tersebut terealisasi akan berimbas positif pada pendapatan Indonesia dari sektor hulu. Angkanya bisa bertambah hingga 121 miliar dolar Amerika Serikat.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto memperlihatkan sikap optimistis terhadap target tersebut. Baginya itu bukan sesuatu yang mustahil untuk diwujudkan tentu dengan sejumlah syarat. Pertama, ia mengajak jajaran SKK Migas untuk bertransformasi. Maka Dwi pun membangun istilah “musuh bersama”, yaitu visi jangka panjang SKK Migas mencapai target 1 juta BOPD. Agar SKK Migas semakin terpacu menggapainya.

Kedua, semua sumber daya manusia (SDM) harus fokus bekerja untuk merealisasikan. Maka harus ada detail kerja dan strategi apa saja yang diperlukan. Selain faktor internal, (ketiga) diperlukan dukungan dari pihak eksternal. Dukungan dan sinergi dari pemangku kepentingan (stakeholder) di antaranya dalam bentuk konsistensi kebijakan pemerintah pusat maupun daerah.

"Kami berharap visi SKK Migas ini menjadi visi nasional yang dapat didukung oleh seluruh pihak sehingga mimpi produksi 1 juta barel minyak di tahun 2030 dapat kita capai," ujar Dwi seperti dinukil dari laman skkmigas.go.id, Jumat (3/7/2020).

Potensi Migas Masih Besar

Di sisi lain, SKK Migas memperkirakan Indonesia masih memiliki potensi cadangan minyak sebesar 783 billions of barrels of oil equivalent (BBOE). Juga mempunyai 128 cekungan yang menyimpan kandungan minyak. Dari total cekungan tersebut, sekitar 50 cekungan telah digarap, 20 di antaranya mampu menghasilkan migas.

Kemudian, iklim kemudahan berbisnis di Indonesia pun semakin membaik. Pada 2020, Indonesia mendapatkan skor indeks kemudahan berbisnis sebesar 69,6. Jumlah ini meningkat dari raihan 2019 yang sebesar 68,2. Hal tersebut dapat menjadi daya tawar untuk menarik para investor untuk membenamkan modal di sektor hulu migas.

SKK Migas pun telah menyiapkan sederet strategi, antara lain 1) Regulasi dan skema bagi hasil kian fleksibel. SKK Migas telah meluncurkan layanan One Door Service Policy pada awal 2020. Berkat layanan ini, pengurusan rekomendasi perizinan investasi dapat dipangkas dan bisa selesai dalam waktu tiga hari kerja.

Pada skema gross split, keuntungan yang diterima kontraktor berdasarkan akumulasi dari beberapa variabel, seperti besaran bagi hasil dasar (base split), komponen pembagian sesuai kondisi lapangan (variable split), dan komponen yang nilainya terus berubah (progressive split).

Seiring perjalanan waktu, skema tersebut dirasa memberatkan pihak investor. Karena itu, penetapan bagi kembali diubah. Pemerintah memberikan peluang bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk memilih skema yang sesuai dengan kondisi investor, yakni recovery split atau gross split. “Perubahan ini jangan dianggap kemunduran, namun lebih pada penyesuaian pada kasus-kasus tertentu di lapangan,” komen Dwi lagi.

Strategi lainnya 2) Mendorong paket stimulus usai pandemi, 3) Mempertahankan tingkat produksi yang ada, 4) Percepatan sumber daya menjadi produksi, 5) Mempercepat penerapan teknologi chemical enhanced oil recovery (EOR) dan 6) Menawarkan 12 area potensial kepada investor.

Terkait strategi mempertahankan capaian produk existing, sebagai informasi per Juni 2020, produksi minyak tercatat 720 ribu BOPD dan produksi gas 6.830 MMSCFD. Sedangkan untuk lifting migas mencapai 1,7 juta barel ekuivalen minyak per hari. Sedang untuk aktivitas operasi yang berjalan mencakup pengeboran 134 sumur pengembangan, 320 work over (WO), dan 13.415 well services (WS).

SKK Migas juga mendorong agar KKKS dapat melaksanakan komitmen produksi dan lifting sesuai target yang telah  disepakati bersama. SKK Migas juga secara khusus menekan Pertamina untuk dapat meningkatkan produksi dan lifting migas. Desakan ini sebagai bentuk respons atas kinerja Pertamina EP yang masih berada di bawah target.

Perihal pontensi migas Indonesia, juga diyakini pakar migas dan mantan Wakil Menteri ESDM RI, Prof Dr Ing Ir Rudi Rubiandini RS Dipl Ing. Secara bercanda dia mengatakan dalam Webinar Media Hulu Migas Update dan Sosialisasi LKTJ Migas Se-Provinsi Riau, Jumat (22/10/2021), sejak zaman ia sekolah dulu banyak orang mengatakan cadangan minyak bumi Indonesia akan segera habis. Tapi faktanya sampai sekarang bumi Indonesia masih mengalirkan minyak.

''Jangan khawatir, industri migas sangat panjang tidak akan berakhir sepuluh duapuluh tahun ke depan. Ini akan ratusan tahun,'' lanjut Rudi.

Keyakinan lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini cukup beralasan. Setidaknya bisa mengacu pada dua hal. Pertama, berkaca pada apa yang terjadi dengan blok Cepu yang rebound setelah lebih kurang 150 tahun dikeruk sejak zaman penjajahan Belanda.

Menurut dia, setelah suntikan dana dari investor maka pemboran di Cepu bisa dilakukan lebih dalam sampai 2.000 meter. Selama ini kedalaman sumur-sumur minyak di sana hanya pada kedalaman 300-400 meter. Dan ternyata hasilnya sangat memuaskan. Inilah yang kemudian, jelas Rudi, menjadikan Provinsi Jawa Timur sebagai penyumbang produksi minyak bumi terbesar melebihi Provinsi Riau.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook