Tanaman dari kawasan empat musim, anggur, ternyata dapat berkembang, tumbuh baik, dan berbuah di Indonesia. Bahkan di Riau, sudah banyak yang membudidayakannya. Tapi, pertimbangkan dulu sebelum masuk ke dunia anggur. Salah-salah, niat menghilangkan stres dengan pemandangan anggur di depan rumah, malah jadi tambah stres akibat kegagalan.
Laporan: MUHAMMAD AMIN, Pekanbaru
Di depan, samping, hingga keliling rumah Ahmad Subarjo terhampar kebun anggur. Tidak begitu luas, hanya seputar rumahnya saja. Tapi ada 60 varietas yang ditanamnya, dari varietas biasa hingga unggulan. Tidak ada tanaman lainnya. Semuanya anggur. Beberapa di antaranya sedang berbuah. Yang lainnya belum.
Pemandangan ini tentunya berbeda dengan halaman rumah lainnya, termasuk yang ada di sekelilingnya. Biasanya tanaman "wajib" di depan rumah kerap kali hanyalah mangga. Belakangan, muncul para penghobi antimeanstream yang tak lagi menanam mangga, melainkan anggur. Termasuk yang antimeanstream di Riau adalah Ahmad Subarjo. Tanaman ini pun sudah bisa dikembangkan, berbuah, dan mendatangkan cuan di Pekanbaru.
"Keuntungan kita di daerah tropis, bisa mengatur pembuahan anggur ini sesuai keinginan kita," ujar Ahmad Subarjo kepada Riau Pos, pekan lalu.
Dia menyebutkan, di daerah asalnya anggur hanya bisa berbuah sekali dalam setahun, yakni di musim semi. Anggur memang tanaman asli daerah empat musim seperti Eropa dan Amerika. Siklus hidup dan berbuah di daerah asalnya memang hanya memungkinkan anggur berbuah sekali setahun. Siklus itu bisa diperpendek di kawasan tropis, termasuk Indonesia dan Riau.
Ahmad Subarjo dan beberapa pembudi daya sudah membuktikannya. Asal tahu tekniknya, membuahkan anggur tidaklah terlalu sulit. Kuncinya bukan pada hawa dingin atau salju yang jadi prasyarat utama, melainkan berbagai fase yang sama yang harus diketahui. Salah satunya adalah fase musim dingin/salju dan musim gugur di daerah asalnya ketika anggur rontok semua daunnya. Prakondisi ini yang perlu diberlakukan pada anggur di daerah tropis.
"Jadi sebelum pembuahan wajib dilakukan pruning atau pemangkasan. Sebab di daerah asalnya memang daunnya berguguran sebelum musim semi. Kondisi itu kita modifikasi dengan pruning," ujar Subarjo.
Dengan prakondisi yang sama dan tidak mengenal musim, maka anggur di daerah tropis bisa berbuah lebih sering. Rasa manisnya, genjahnya (cepat berbuah) sama bahkan bisa melebihi di daerah asalnya. Perawatan pun demikian. Makanya, budi daya anggur yang hanya bisa dilakukan di kawasan empat musim, menurutnya hanya mitos.
"Maka yang paling penting dalam budi daya anggur ini adalah mengubah mind set terlebih dahulu. Fase dorman (stagnan) anggur di daerah asalnya harus dibuat sama sebelum berbuah," ujarnya.
Bukan Sarjana Pertanian
Ahmad Subarjo sebenarnya bukan lulusan Fakultas Pertanian. Dia malah bertitel sarjana akuntansi. Dia pertama kali terlibat di dunia pertanian ketika bekerja di sebuah perkebunan sawit di kawasan Jalan Garuda Sakti Pekanbaru. Hingga saat ini dia masih bekerja di perkebunan tersebut.
Dulu, di halaman rumahnya juga ada variasi tanaman. Awalnya malah dia intensif menanam kelengkeng. Baru pada 2019, dia memulai anggur dan langsung serius. Dengan mempelajari otodidak dan tahu bahwa di Jawa dan beberapa kawasan Asia Tenggara sudah berkembang anggur, maka dia pun mulai serius dan hanya menggarap anggur saja. Ternyata berhasil.
Tanaman ini, menurutnya memang memerlukan perhatian ekstra. Sebagai pekerja, dia pun hanya bisa meluangkan waktu di malam hari untuk merawat anggurnya. Tapi itu sudah cukup asalkan dilakukan dengan telaten. Memang diperlukan keuletan, ketelatenan, dan biaya ekstra dalam perawatan anggur. Jika tanggung-tanggung, tentu hasilnya akan mengecewakan.
"Di daerah asalnya juga demikian. Jadi treatment kepada anggur memang berbeda," ujarnya.
Sejak dari pemilihan bibit, menggunakan media tanam, cara penyiraman, pemupukan, pruning, pembuahan, hingga mengatur sulur, ada ilmu dan caranya. Misalnya bibit tidak boleh asal-asalan. Di market place memang terdapat penjualan bibit anggur, bahkan dengan harga sangat murah, sekitar Rp5 ribu per batang. Namun ternyata ketika berbuah, hasilnya asam. Diberi pupuk sebaik apa pun tetap akan asam. Penyebabnya adalah dari bibit anggur yang di daerah asalnya memang bukan untuk langsung dimakan, melainkan untuk dijadikan produk lainnya seperti wine, kismis, atau manisan. Jenisnya tentu berbeda dengan anggur meja yang bisa dimakan langsung.
Setelah mengembangkan tanaman ini selama tiga tahun, Ahmad Subarjo mulai bisa menjual bibitnya. Harganya Rp125 ribu per batang. Bibit yang ningrat beda lagi harganya. Menurutnya, bibit yang bagus akan menentukan kualitas tanaman ini kelak. Tentu diperlukan treatment lainnya hingga panen. Hal inilah yang kadang malas dilakukan pembudi daya pemula.
Modal Besar
Anggur memang tanaman yang memerlukan modal besar. Sebab diperlukan prakondisi dan perhatian. Bibitnya harus bagus. Media tanamnya juga harus baik. Di antaranya harus poros atau tidak menyimpan air. Sebagai tanaman perdu merambat, anggur juga memerlukan sarana penjalaran yang baik. Jika ingin lebih estetik, maka diperlukan green house khusus. Setidaknya, ada naungan dari plastik UV atau atap transparan. Tentu modalnya tidak sedikit. Belum lagi perawatan dan pupuk, baik masa vegetatif maupun generatif. Dalam skala besar, dia pernah menghitung, biaya pengeluaran yang fantastis. Apalagi jika menggunakan sistem semimekanis, lengkap dengan penyiraman otomatis.
"Satu hektare lahan itu bisa habis modal Rp800 juta," ujarnya.
Tentu saja jumlah rupiah yang tak main-main. Lebih mahal dibandingkan sawit atau tanaman lainnya. Tapi untuk hobi, tentu saja banyak yang "tergila-gila" dan tak akan menghitung berapa duit yang akan keluar.
Selain ketekunan, ternyata diperlukan juga modal yang tidak sedikit. Di Riau, belum ada petani yang menanam hingga 1 hektare. Sepengetahuannya, ada yang menanam hingga 3000 atau 4000 meter persegi di kawasan Sigunggung. Jumlah tanamannya mencapai 300-400 batang anggur. Beberapa pejabat dan mantan pejabat di Riau juga mengembangkan kebun anggur ini. Di antaranya Jefry Noer di kawasan Tiga Dara menanam sekitar 200 batang anggur. Ada juga di Agrowisata Revi 100 batang, Agrowisata Pelangi 50 batang, Kampung Anggur Pekanbaru 150 batang, dan beberapa lainnya.
Di Riau sendiri sudah ada komunitas penghobi anggur. Jumlahnya sekitar 2600 anggota. Kebanyakan mereka menanam skala kecil, antara lima hingga sepuluh batang.
Pengobat Stres yang Kerap Bikin Stres
Modal besar untuk anggur memang kerap jadi kendala yang bisa bikin stres. Banyak pemula ingin membudi daya anggur untuk mengurangi stres, ujung-ujungnya malah bertambah stres. Sejak melihat harga bibit, media tanam, media rambat, hingga perawatan yang tak murah, semuanya bisa bikin stres. Apalagi, setelah berbuah pun, hasilnya kadang bisa bikin stres, karena asam atau tidak bisa berkembang. Belum lagi penyakitnya berupa jamur yang kerap menyerang.
"Makanya yang terpenting di awal itu adalah hobi dulu. Baru setelahnya dijadikan side job (pekerjaan sampingan). Perlu menyisihkan anggaran dan waktu ekstra untuk anggur ini," ujarnya.
Ahmad Subarjo sendiri nyaris setiap malam menghabiskan waktu di kebun anggurnya. Biaya yang dikeluarkan juga tidak sedikit. Sejak bibit hingga perawatan. Semakin baru bibit, semakin mahal juga harganya. Beberapa yang disebut ningrat bahkan bisa berharga jutaan. Di antara yang ningrat dan baru impor sejak 2021 adalah granprix, red rose, basanti, dan lainnya. Yang paling mahal dan bergengsi adalah shine muscat Jepang. Varietas ini bahkan dijual buahnya seharga Rp900 ribu per kilogram. Ini agak berbeda dengan shine muscat Cina yang lebih murah.
Sedangkan bibit lainnya sudah ada sejak sebelum tahun 2000 di Indonesia sehingga lebih familiar. Bahkan bibit jenis lainnya sudah terjadi persilangan yang banyak.
Untuk pemula, dia menyarankan menanam yang mudah dan relatif vigor (mudah tumbuh). Kendati mudah ini tidak semudah yang diduga, tetapi ada beberapa varietas yang sudah lama di Indonesia yang terbukti relatif vigor. Di antaranya jupiter, ninel, trans, dan lainnya.
"Untuk pemula bisa direkomendasikan," ujarnya.
Di kebun mini sekitar rumahnya ini, Subarjo memiliki jenis anggur merah, hitam, dan hijau. Dia pun sudah mulai membibitkan anggur. Yang merah misalnya cassanova. Yang hitam misalnya losano, gozv, dan akademik. Yang hijau misalnya heliodor, laura, victor. Masing-masingnya hanya dua batang per jenis dengan total 60 batang. Satu untuk tanaman utama, yang lainnya cadangan. Dia pun kerap mengembangkan dan mencari bibit baru untuk dikembangkan lagi. Sejauh ini dia belum menjual buah anggur secara komersial. Dia hanya menjual bibit saja, plus menjadi konsultan bagi yang menanam anggur, baik skala kecil maupun skala besar. Dia pun sudah menjual bibit ke seluruh wilayah Indonesia.***