Dua tahun sudah Sakola Ra’jat Iboe Inggit Garnasih mengajarkan sejarah, kesenian, bahasa, dan pengetahuan lain yang tak didapat para murid di sekolah umum. Sengaja mengambil nama Inggit untuk menunjukkan peran besar istri proklamator Soekarno itu bagi Indonesia.
GADIS kecil itu seperti mewakili ketidaksabaran rekan-rekannya. Perlahan mendekat ke Gatot Gunawan yang tengah berbincang dengan Jawa Pos (JPG).
”Kang, kapan kelasnya dimulai,” tanya Silma Maulina Fahira, si gadis kecil, siswi kelas V SD.
Gatot tersenyum. ”Iya, sebentar lagi, nunggu jam 3 (15.00 WIB). Bilang ke yang lain, ya,” jawabnya kepada Silma.
Aula RW 5 Tegalega, Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, pada Jumat pekan lalu itu sudah penuh dengan puluhan anak yang sepantaran dengan Silma. Hari itu Sakola Ra’jat Iboe Inggit Garnasih memang diperuntukkan anak-anak yang masih SD. Pada 17 Maret lalu sekolah yang dirintis Gatot itu tepat berusia dua tahun. Selama kurun waktu tersebut, sekolah itu mengajari anak-anak berbagai hal yang belum mereka dapat di sekolah. Tentang apa saja: sejarah, bahasa, kesenian, atau pengetahuan lain. Semuanya gratis.
Lokasinya di aula RW Tegallega karena kebetulan ada seorang teman Gatot yang mencarikan. Adapun nama sekolah itu merujuk kepada nama mantan istri Soekarno yang peran besarnya bagi proklamator Indonesia tersebut sering dilupakan orang.
Inggit-lah yang setia mendampingi Soekarno saat pria yang terlahir dengan nama Kusno tersebut dibui di Penjara Banceuy, Bandung. Termasuk menyeludupkan buku dan menjadi perantara korespondensi Soekarno dengan kawan-kawan pejuang kemerdekaan Indonesia. Inggit juga ikut mendampingi Soekarno saat dibuang ke Ende dan Bengkulu. Perempuan yang dinikahi Soekarno pada 24 Maret 1923 itu pula yang banyak membantu memenuhi keperluan finansial sang suami.
Tapi, toh tak banyak orang yang tahu peran penting perempuan kelahiran Desa Kamasan, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, itu bagi bapak bangsa Indonesia tersebut. Termasuk di Bandung sendiri.
”Buku-buku di sekolah hanya membahas tokoh yang dapat gelar (pahlawan, red),” katanya.
Selain mereka yang masih SD, ada murid Sakola Ra’jat Iboe Inggit Garnasih yang merupakan siswa-siswi SMP. Untuk yang terakhir itu, jam belajarnya saat akhir pekan.
>>>Selengkapnya baca Harian Riau Pos
Laporan: Anisatul Umah, Bandung
Editor: Eko Faizin