Warga negara Indonesia (WNI) asal Riau (Kepulauan Meranti dan Bengkalis) kelimpungan ingin pulang ke Tanah Air. Kapal penuh sesaat pada detik akhir Pemerintah Diraja Malaysia menutup akses masuk dan keluar dari negara mereka, sepekan setelah status lockdown, 18 Maret 2020 lalu.
Laporan WIRA SAPUTRA dan ERWAN SANI, Selatpanjang dan Bengkalis
ANTREAN WNI untuk pulang ke kampung halaman mengular setelah beberapa jalur ditutup. Seperti Pelabuhan Minyak Beku, Batu Pahat, Malaysia tujuan Kepulauan Meranti yang telah ditutup sejak Sabtu (21/3) lalu. Begitu juga dari sana menuju Kabupaten Bengkalis. Kondisi itu disebabkan oleh pademi corona atau wabah Covid-19 di sana yang semakin mengkhawatirkan.
Ahad (22/3) hanya menyisakan beberapa pintu saja yang masih terbuka. Seperti Pelabuhan Kukup, dan Pelabuhan Puteri Harbour, Johor Malaysia yang menyediakan akses para WNI untuk pulang ke Indonesia menuju Tanjung Balai Karimun dan Batam (Kepri).
Kondisi itu dibeberkan oleh salah seorang WNI, Andi kepada Riau Pos, Ahad (22/3) siang.
"Beberapa jalur sudah tutup. Jalur Malaysia tujuan Meranti, Malaysia tujuan Bengkalis sudah tutup semalam. Akibatnya terjadi penumpukan WNI yang akan pulang ke Riau dan Kepri. Terkhusus WNI asal Meranti ketika antrean tersebut berlangsung ada ratusan yang dikenal. Dan kebanyakan dari kami belum bisa pulang karena kapal penuh, setelah kebijakan lockdown," ungkapnya.
Bahkan Andi mengaku telah menerima informasi jika pemerintah Malaysia juga akan melakukan hal yang sama untuk menutup Pelabuhan Kukup, dan Pelabuhan Puteri Harbour, Johor.
"Kabar yang kami terima, dalam waktu dekat dua jalur yang saat ini masih buka kemungkinan besar juga akan ditutup dalam waktu dekat," ujarnya.
Beruntung Andi dan beberapa teman telah dapat tiket. Sehingga asumsinya besok telah dipastikan bisa pulang. "Kami dan beberapa teman kami yang sudah beli tiket. Bahkan dalam memastikan keberadaan kapal, beberapa di antaranya terpaksa bermalam di pelabuhan hingga kapal bersandar," ujarnya.
Ia bercerita, di Malaysia kebanyakan WNI tersebut bekerja sebagai TKI dengan status pengunjung dengan batas waktu 30 hari. Untuk menghindari risiko, dia memastikan status yang sama harus kembali ke Tanah Air sebelum 30 hari.
"Rata-rata TKI. Jadi kami harus pulang sebelum 30 hari masuk ke Malaysia. Yang dikhawatirkan hanya itu. Jika tak ada kapal tentu jadi risiko. Mau tidak mau ya harus pulang sebelum pintunya ditutup," ujarnya.
Kondisi yang sama juga dikeluhkan oleh WNI asal Meranti di sejumlah media sosial. Adalah pemilik akun Facebook, Syaiful Adrian Disky. Tulisan status yang dimuat sebagai berikut: "Buat pemerintah, tolong kami warga Meranti nak balik kampung halaman, tapi kapal tak bisa jalan. Kami tak mau matikan paspor di sini."
Pintu Keluar Malaysia-Meranti Telah Ditutup
Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) semula telah mengimbau seluruh WNI asal Kepulauan Meranti untuk pulang. Selain itu upaya untuk memulangkan seluruh WNI yang berada di Malaysia terus dilakukan, mengingat negara tersebut telah mengunci pintu masuk dan keluar dari sana. Langkah tersebut dibeberkan oleh Petugas Keselamatan Berlayar KSOP Selatpanjang Suharto kepada Riau Pos. "Malaysia telah menutup jalur masuk dan keluar dari negara mereka sejak penetapan lockdown beberapa hari lalu," ujar Suharto.
Ia membeberkan, jika Senin (16/3) lalu, pemerintah Malaysia telah menutup akses ke Indonesia. Sehingga kapal langsung dari Meranti ke Batu Pahat Malaysia setop jalan. Setelah berkoordinasi, pemerintah Malaysia bersedia memberikan dispensasi.
"Berhubung masyarakat masih banyak di Batu Pahat kerja di sana yang akan pulang, sehingga diberi dispensasi dua trip lagi untuk menjemput masyarakat untuk kembali ke Selatpanjang," ungkap Suharto.
Untuk perjalanan ke Malaysia dilakukan hingga Sabtu (21/3) lalu. Setelah itu setop, tidak akan beroperasi lagi dengan batas waktu yang tidak ditentukan. Suharto memastikan bahwa penumpang ke luar dari Selatpanjang ke Malaysia tidak ada lagi. "Yang keluar tidak ada, jadi mereka jemput saja masyarakat kita yang di luar negeri kembali ke daerahnya di Selatpanjang," ujar Suharto.
Sejak terbitnya kebijakan pembatasan pergerakan (lockdown) oleh Pemerintah Malaysia, Kepala Kantor Imigrasi Kelas II TPI Selatpanjang, Maryana menyatakan terdapat 337 WNI asal Meranti yang telah pulang kampung halaman.
"Itu untuk dua kali kedatangan dari Malaysia. Untuk trip pertama 17 Maret lalu yang pulang dari sana ada 91 WNI. Untuk 19 Maret diikuti 100 WNI, dan 21 Maret ada 146 warga Meranti yang pulang dari sana," ujarnya.
Tidak Bisa Pulang
Pelabuhan Internasional Bandar Sri Setia Raja (BSSR) Selatbaru, telah ditutup sejak Sabtu (21/3). Dampaknya, sebanyak ratusan WNI yang berada di Malaysia tidak bisa pulang ke Tanah Air. Mereka berasal dari Kecamatan Bantan, Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Dumai dan provinsi lain di Indonesia sejak dini hari tidur di belakang ruko sekitar pelabuhan fery Muar, Johor, Malaysia. Sebagian di penginapan dan berpencar karena menghindari razia jam malam pasca-lockdown Malaysia terkait virus corona.
Kabar tidak bisa pulangnya ratusan WNI dari Malaysia itu, seperti disampaikan Ketua DPD PAN Bengkalis Syaukani yang mendapat telepon dari temannya Ujang dari Malaysia warga Kecamatan Bantan, pukul 08.23 WIB, Sabtu (21/3). "Ada ratusan warga Kecamatan Bantan, Bengkalis, dan Kabupaten Bengkalis. Khususnya yang bekerja bulanan di Malaysia, tidak bisa pulang ke Bengkalis karena adanya keputusan penutupan Pelabuhan BSSR Selatbaru," kata Syaukani.
Dikatakan Syaukani, Ujang memohon pemerintah daerah membuat kebijakan agar mereka bisa pulang ke Tanah Air. Kebijakan ini mereka minta, di samping kondisi di Malaysia sudah darurat pandemi corona, juga karena tenggat waktu visa mereka sudah hampir habis.
"Lebih dari itu, keputusan menutup pelabuhan yang dilakukan hanya sehari setelah surat keluar, membuat mereka lambat mengetahuinya, karena kondisi Malaysia yang lockdown, membuat segala sesuatu tidak mudah sebagaimana biasanya," ujar Syaukani menjelaskan apa yang dikatakan Ujang.
Menyikapi hal tersebut, Syaukani meminta pemerintah mengambil langkah atau menggunakan diskresi, karena ini merupakan kondisi darurat.***