CERITA PAHLAWAN LINGKUNGAN DARI RIAU

"Sang Penebus Dosa"

Feature | Senin, 22 April 2019 - 09:32 WIB

"Sang Penebus Dosa"
TANAM: Setiono (kiri) bersama masyarakat saat melakukan penanaman di kawasan hutan Kampung Rawa Mekar Jaya, Kecamatan Sungai Apit, Siak. Dahulu, kawasan hu­tan di daerah ini hancur akibat pembalakan liar. (RUMAH ALAM MANGROVE RMJ FOR RIAU POS)

Berbaik dengan alam maka ianya akan memberikan kebaikan dan manfaat yang besar kepada umat manusia. Kehancuran yang  terjadi di suatu daerah tak terlepas dari andil manusia yang terlalu serakah terhadap alam. Manusia rela menghancurkan alam demi untuk kepentingan pribadi. Tersentak dan terhenyak karena sudah terlalu jauh merusak alam, beberapa orang di antara umat manusia berusaha menebusnya. Alam yang hancur dihijaukan kembali dan pada akhirnya memberikan dampak positif kepada masyarakat.

Baca Juga :Terjebak Lumpur, Ajak Warga Peduli Lingkungan

DIA salah seorang nominator penerima penghargaan Kalpataru 2019 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dia membina masyarakat untuk melakukan rehabilitasi mangrove dan mengendalikan lahan gambut dari ancaman kebakaran berstatus tanah adat. Setiono namanya. Sehari-hari dia bermukim di Kampung Rawa Mekar Jaya, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak.

Sehari-harinya dia bertungkus lumus menjaga hutan. Khususnya Taman Nasional Danau Zamrud. Kampung yang didiaminya bersempadan langsung dengan taman nasional tersebut. Harusnya, kampung tempat dia bermukim bersama masyarakat menjadi penghalang utama agar hutan dan taman nasional tersebut tidak dirusak orang.

Namun, terdesak karena kondisi ekonomi Setiono bersama sejumlah warga kampung lainnya terpaksa melakukan perambahan hutan. Produksi kayu yang berlimpah seketika membuat masyarakat kampung itu sejahtera. Tidak hanya itu, bertual-tual log yang mereka tebang dalam waktu seketika habis terjual. Pundi-pundi rupiah pun mengalir deras ke kantong masyarakat.

Ekonomi masyarakat sedikit terangkat. Namun, karena sudah terbiasa mendapatkan uang dengan mudah, masyarakat kampung lupa mengembangkan inovasi diri maupun keluarganya serta tidak menabung dari usaha yang dilakukan. Saat itu, kalau mereka perlu uang tinggal masuk hutan, tebang kayu dijual dan akan mendapatkan uang.

Ketika pemberantasan pembalakan liar dilakukan oleh aparat, masyarakat terkejut. Termasuk Setiono. Usaha mereka menjual tual-tual kayu tidak bisa lagi dilakukan, para pembeli kayu-kayu ilegal itu tidak lagi berani membeli kayu masyarakat. Kondisi ini cukup memusingkan masyarakat. Mereka terkejut. Mencari uang tidak segampang sebelumnya.(ted)

>>>Selengkapnya baca Harian Riau Pos

Penulis: Gema Setara

Editor: Eko Faizin









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook