"Alhamdulillah, kawan-kawan happy semua dan memang kondisinya diciptakan begitu. Kami tak ada kontak dengan tenaga kesehatan, kalau ada perlu menghubungi via video call. Setiap ada keluhan direspon baik, diberi obat. Alhamdulillah, saya tak ada keluhan berarti, namun memang sempat hilang indra penciuman dan mengalami sesak napas," tuturnya.
Keadaan yang persis dialami pelaku karantina di BPSDM Riau. Rata-rata kehilangan indra pembau. Akibatnya sulit makan karena kerongkongan pahit. Keinginan untuk sembuh yang tinggi membuat mereka memaksakan makanan masuk ke tenggorokan.
Untuk asupan makanan ada jadwal sarapan pagi, makan siang dan malam. Tak hanya itu, lanjut Fendri Jaswir, bahkan ada snack pagi dan sore.
"Kalau makanan bergizi memang, bahkan nasi kotak itu dua sambal ayamnya," ujar Fendri.
Ditambah pula dengan asupan penyempurna berupa susu, multivitamin serta obat-obatan yang diperlukan. Rutinitas lain yang biasa dilakukan berupa senam sehat. Dan hal itu dilakoni Fendri puluhan hari sampai akhirnya dinyatakan sembuh.
Yang Pupus dan Bangkit
Dua pengalaman; dari Kamaruddin ke Fendri Jaswir, merupakan kisah nyata bagaimana insan pers, berjuang menaklukan Covid-19. Beruntung keduanya berhasil bangkit dan menang, di tengah beban dan tanggung jawab untuk menjalankan fungsi mulia terus mengabarkan arus informasi tanpa henti.
Namun tak semua berakhir heroik. Ada media, baik nasional maupun lokal yang angkat bendera putih. Ada pula wartawan yang wafat di tengah wabah abad ini.
Di Riau, satu nama yang dikenang adalah M Moralis, Pemred riaumandiri.co. Ia wafat pada Ahad, 25 Oktober 2020. Sempat dirawat enam hari, setelah dinyatakan positif Covid-19.
Selain Moralis, tentu ada wartawan lain yang positif Covid-19 namun ini tak ubahnya fenomena gunung es. Tidak ada catatan resmi khususya di Bumi Lancang Kuning berapa angka persis wartawan ataupun pekerja pers yang terbabit Covid-19.
Namun diperkirakan cukup banyak. Ini tidak terlepas dari kenyataan ahwa wartawan dalam menjalankan tugasnya selalu berinteraksi dengan banyak orang. Mereka tunak karena dedikasinya harus turun ke lapangan, melakukan peliputan dan termasuk melaporkan perkembangan penanganan Covid-19 itu sendiri. Sehingga tak tertutup kemungkinan malah terpapar.
Harus diakui bahwa tugas kewartawanan di satu sisi dan bekerja dari rumah (work from home/WFH) di sisi lain, dua idiom yang musykil bertemu. Karena kerja kewartawanan itu pula ada yang mengalami nasib tak kalah buruk dengan terpapar Covid-19, yakni ditahan oleh rezim tiran.
Ketua Dewan Kehormatan (DKP) PWI Riau Dheni Kurnia menyebutkan berdasarkan data yang dilansir salah satu media internasional, terdapat 371 wartawan di seluruh dunia yang ditahan karena pemberitaan Covid-19. Memberitakan kasus Covid-19 dianggap menyerang pemerintah dan provokasi.
Terungkap pada pemaparannya dengan tema Peran Wartawan Mengabarkan Covid-19, Dheni menyebut nasib miris wartawan itu banyak terjadi umumnya di negara yang tak menerapkan sistem demokrasi.
"Ini memang sangat berpengaruh bagi kerja profesional wartawan," ulasnya.
Perlu Kebijakan Stimulan Berkelanjutan
Kabar baiknya, wartawan tidak pernah berhenti memproduksi berita walaupun didera kekhawatiran tertular. Tugas wartawan dalam kaitan situasi Covid-19, menurut Dheni, melingkupi kepedulian, partisipasi dan edukasi.
"Meliput (dalam suasana, red) Covid-19 itu pekerjaan berat, sungguh berat. Bahkan di Riau ada beberapa rekan kita yang terkena Covid-19, semoga mereka syahid," tuturnya.
Wartawan dituntut menghadirkan informasi yang benar tentang Covid-19, dalam lingkup pekerjaan profesional. Dengan kerja itu berarti memberikan arti yang luar biasa kepada masyarakat karena masyarakat bisa mendapatkan berita yang benar, tentang sejauh mana penanganan korban, langkah-langkah apa saja yang telah dilakukan pemerintah, kampanye tindakan pencegahan, soal vaksin, dan sebagainya.
"Pers punya tangung jawab moral terhadap seluruh berita yang ditampilkan, tetap berperan aktif memerangi Covid-19, sekaligus berkontribusi dalam pemberitaan dan ikut menerapkan standar protokol kesehatan," imbuhnya.
Pengakuan senada turut diungkap Juru Bicara Percepatan Penanganan Covid-19 Rohil H Ahmad Yusuf SSos MH. Menurutnya, langkah penanganan terhadap Covid-19 yang dilakukan tenaga kesehatan takkan berhasil maksimal tanpa didukung peran media.
"Media berperan penting menyampaikan informasi mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan sekaligus menyebarkan imbauan untuk tidak pernah bosan menerapkan protokol kesehatan (prokes)," kata Ahmad Yusuf.
Sejauh ini, terangnya, menerapkan prokes dipandang sebagai langkah penting untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19 tersebut. Namun, kendati menjadi bagian penting dalam perang melawan Covid-19, penguatan terhadap industri media masih minim.
Berbagai pihak terus mendorong adanya stimulus kepada industri media maupun pelaku pers, namun langkah pemerintah belum signifikan. Padahal peran pers tak ubah dengan satuan tugas lain yang memiliki andil penting dalam genderang perang melawan invansi corona ini.
Pengakuan akan pentingnya peran media pers pernah dilontarkan langsung oleh Letjend TNI Doni Monardo, Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Kesadaran itu yang melatarbelakangi terbitnya program Fellowship Jurnalisme Perubahan Perilaku (FJPP) yang merupakan kolaborasi Satgas Penanganan Covid-19 dan Dewan Pers.
Wartawan diyakini berkontribusi dalam mencegah penyebaran Covid-19 dengan turut mengedukasi masyarakat. "Sebelum ada program FJPP ini banyak informasi menyimpang. Ini sangat membantu oleh teman wartawan yang tergabung dalam FJPP. Kami keluarga besar Satgas Penanganan Covid-19 menyampaikan terima kasih kepada wartawan yang bersedia membantu untuk bangsa kita di tengah menghadapi pandemi Covid-19," katanya, Desember 2020 lalu via zoom meeting.
Menurut Doni, perang terhadap Covid-19 tak terlepas dari peran media. Berdasarkan survei, pengetahuan khalayak tentang penanganan Covid-19 sebanyak 63 persen dipengaruhi dari media. Oleh karena itu satgas bersama Dewan Pers merumuskan fellowship jurnalisme.
Program itu dirancang, dengan baik dan mendatangkan multi efek manfaat. Ibarat pepatah, sekali dayung terengkuh, dua tiga pulau terlampaui.
Proses edukasi masyarakat, publikasi kegiatan penanganan Covid-19 dapat disampaikan lewat saluran media. Pun wartawan yang melakukan tugas pers turut terbantu secara finansial.
Pada saat webinar yang turut diikuti oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin itu, Doni secara terbuka mengharapkan agar program FJPP terus berlanjut. "Jujur tanpa bantuan teman pers, rasanya beban kerja satgas berat sekali. Setiap ada berita menyimpang, dikoresi. Tak perlu menunggu. Inilah hebatnya media," akunya.
Harapan selaras diungkapkan Ketua Umum PWI Pusat, Atal S Depari karena dinilai program itu membantu sekali dan juga sebagai bentuk kepedulian dengan kondisi wartawan.
Wapres Ma’ruf Amin turut memberikan dukungan dengan dasar dirinya percaya setiap peserta ke depan menjadi agen perubahan perilaku yang berdampak pada masyarakat untuk sama-sama mencegah penularan Covid-19.
"Saya setuju dilanjutkan, saya minta dukungan insan pers juga soal informasi vaksinasi agar berjalan baik," pungkasnya.***
Laporan: Zulfadhli (Bagansiapiapi)