MENELUSURI JEJAK GAJAH SUMATERA DI TESSO NILO

Imbo di Antara Sawit dan Perburuan

Feature | Minggu, 24 Juni 2012 - 08:59 WIB

Imbo di Antara Sawit dan Perburuan
(INTERNET)

Karena itulah, konflik antara manusia dan satwa seperti gajah menjadi hal yang sering terjadi. Begitupun, pihaknya tetap berharap, masyarakat dapat melaporkan setiap ada peristiwa yang bisa menyebabkan konflik. "Kadang memang kita terkesan terlambat dalam mengambil sikap. Kita mendapat info gajah mati setelah masyarakat melapor. Padahal idealnya tidak begitu. Karena itulah, saya tegaskan, ke depan, kita tidak saja tegas dalam mencegah maraknya aktivitas pembukaan kawasan hutan secara ilegal, namun juga dalam mengamankan potensi tumbuhan dan satwa yang ada di sana," optimis Kuppin.

Konflik Gajah
Konflik gajah di Riau sudah terjadi semenjak belasan tahun lalu. terutama ketika pelaku usaha perkebunan melakukan ekspansi dengan membuka kawasan hutan dan melakukan alih fungsi menjadi perkebunan.


Hal tersebut ditandai dari temuan gajah mati di beberapa daerah,termasuk diantaranya pemindahan lokasi Pusat Latihan Gajah (PLG) di Sebangar dikarenakan semakin sempitnya habitat satwa yang masuk dalam kualifikasi kritis atau satahap menjelang kepunahan. Hal tersebut juga yang kemudian menyebabkan pemerintah menginisiasi hutan Tesso Nilo menjadi area konservasi gajah sumatera.

Pertimbangan luas tutupan kawasan hutan yang masih memadai, populasi gajah yang juga tergolong besar, mencapai 100-an ekor. namun, hal tersebut juga tidak menjadi jaminan terhadap pelestarian gajah sebagai satwa dilindingi. Sepanjang 2012, hanya dalam hitungan 3 bulan saja, populasi gajah Sumatera berkurang sebanyak 8 ekor. mayoritas, berkisar 6 ekor berasal dari lahan konservasi.  Keberadaan Tesso Nilo yang dikelilingi 22 desa cenderung membuka peluang konflik antara manusia dan gajah.

Balai TNTN sendiri, sejauh ini belum bisa memastikan apakah kematian gajah yang umumnya diracun sebagai bagian dari sindikat penjualan tubuh satwa dilindungi seperti gajah.

Kuppin Simbolon mengakui lambatnya proses penanganan kematian gajah. "Idealnya, kalau sudah bertahun-tahun kan sudah terpantau penyebab kematiannya. walau kita berusaha persuasif, namun, pengusutan terhadap kematian gajah dan penanganan agar tak terus berlanjut harus dilaksanakan,"jelas Kuppin.

Pihaknya mengajak masyarakat untuk lebih kooperatif dalam menangani persoalan gajah. diakui dia, secara geografis, habitat gajah di TNTN memang rentan untuk berhadapan dengan konflik karena penetapan kawasan yang membelah beberapa kawasan hutan tersebut. "Mungkin itu kebijakan dulu seperti itu, tapi ke depan, kita harapkan lebih persuasif. kita juga sudah menetapkan peran petugas adalah melakukan pembinaan, memberikan pemahaman terhadap kehidupan gajah. itupun bukan berarti kita tak menindak. Bila ditemukan ada upaya sengaja untuk membunuh, tetap kita proses," terang dia.

Pihaknya juga menemukan indikasi perburuan satwa untuk diperjual belikan.  Kondisi tersebut terlihat dari beberapa kali operasi yang dilakukan di dalam kawasan hutan. "kami pernah menemukan mobil yang diindikasikan untuk perburuan. Namun memang belum ada bukti. tapi, fakta hilangnya gading gajah dalam bebrapa kasus menguatkan indikasi pereburuan liar tersebut. karenanya, kita akan tindak tegas pelakunya bila ditemukan,"tegasnya.***


Laporan BUDDY SYAFWAN, Ukui









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook