Wabah virus Corona telah meluluhlantakkan sendi kehidupan, tidak hanya ekonomi, sosial dan peradaban tapi juga fisik dan mental masyarakat. Sebagai salah satu garda terdepan dalam penanganan penyebaran Covid, wartawan sangat rentan terpapar virus mematikan ini.
Laporan: Henny Elyati (Pekanbaru)
BUTIRAN-BUTIRAN air bening meluncur deras dari sudut kedua matanya. Dia pun melepas kacamata dan mengambil tisu, menghapus air mata yang membahasi pipinya. Sesaat dia terdiam dan tertunduk.
Dia adalah Mainiyanita (43), salah satu penyintas Covid-19 yang harus bangkit dari keterpurukan akibat ditinggal suami yang lebih dulu menghadap sang khalik akibat terpapar Covid-19.
Maya, demikian dia akrab dipanggil. Ibu satu anak ini merupakan istri dari almarhum Mohammad Moralis (46), wartawanHaluan Riau yang sehari-hari menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Riaumandiri.co. Moralis tak mampu bertahan setelah berjuang selama sepekan melawan virus Corona. Moralis mengembuskan napas terakhir pada Ahad (25/10/2020) lalu sekitar pukul 11.25 WIB di RSUD Arifin Achmad. Sementara saat itu Maya yang juga terpapar Covid-19 masih dirawat intensif di RS Awal Bros.
“Saya diberitahu Derif, adik sepupu dua jam setelah abang meninggal. Saat dapat kabar ini kondisi saya semakin drop. Dada makin sesak, pandangan gelap, dunia seakan berhenti berputar. Saya tak tahu mau berbuat apa ke depannya. Saya gamang, tidak ada lagi tempat untuk berpijak. Saya begitu kalut.,” tuturnya padaRiau Pos, Rabu (27/1).
"Saat itu rasa sesal, sedih bercampur jadi satu. Saya tak bisa memeluknya dan melihatnya untuk terakhir kali. Tidak bisa lagi berbicara dengannya. Itulah yang membuat kesadaran saya semakin menurun. Tim medis yang mendampingi selalu menguatkan saya, Keluarga dan teman-teman juga berupaya menguatkan saya, tapi kekuatan mental saya tidak sebanding dengan kekuatan fisik saya. Itulah yang membuat imun saya semakin lemah," katanya berupaya tegar.
Suaranya gemetar diiringi tagis yang tertahan membuatnya terpaku. Momen yang paling memberatkan dalam hidup kembali melintas di pelupuk mata. "Tiga hari masa kritis saya baru berlalu. Ingat anak, itulah yang membuat saya berusaha keras untuk sembuh melawan virus," kata warga Desa Tarai Bangun, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar ini.
Dua pekan sebelum almarhum Moralis terdeteksi terpapar Covid, lanjut Maya, mendiang awalnya mengalami diare dan demam. Namun Moralis lebih memilih berobat alternatif secara herbal daripada berobat ke dokter dengan meminum obat kimia. Bukannya kesembuhan yang didapat, namun kondisi Moralis justru semakin drop walaupun sudah tidak diare lagi, namun demam masih dirasakan. Moralis lebih yakin bisa sembuh melalui terapi.
"Diajak berobat ke rumah sakit tidak mau. Mendiang malah bilang seminggu lagi akan sembuh. Yah ternyata memang abang tidak lagi merasakan sakit itu, dia sembuh, kembali pada penciptaNya," ujarnya lirih.
Tanggal 19 Oktober 2020, ketika masih di rumah, kondisi Moralis drop, Pukul 03.00 dinihari, Moralis dilarikan ke Rumah Sakit Awal Bros Panam dan masuk ruang Intensive Care Unit (ICU). Saat itu oksigen di paru-parunya terdeteksi 0. Inilah yang membuat Moralis kesulitan bernafas. Saat berada di RS Awal Bros ini, Moralis menjalani tes swab. Dua hari kemudian hasilnya keluar dan dia dinyatakan positif.
"Selama abang sakit, Nandra lah yang lebih banyak berada di sampingnya. Nandra ini wartawan Haluan Riau yang sudah seperti adek bagi kami, dia keluarga bagi kami. Nandra teman sekaligus adek bagi mendiang. katanya.
Berhubung peralatan di RS Awal Bros Panam tidak lengkap, Moralis pun dirujuk ke RSUD Arifin Achmad karena untuk membantu pernafasannya harus menggunakan ventilator. "Saat di RSUD Arifin Achmad, mendiang kembali menjalani tes swab dan hasilnya positif. Saya dan anak pun di swab, termasuk Nandra yang selalu bersamanya. Saya hasilnya positif sedangkan anak kami negatif, Nandra hasilnya negatif. Saya pun diisolasi di Rumah Sakit Awal Bros. Terpaksa anak tinggal sendiri di rumah, dia isolasi mandiri walaupun hasilnya negatif," katanya sambil minum membasahi tenggorokan yang mulai kering.
Selama diisolasi di rumah sakit, Maya lebih banyak menghabiskan waktu dengan salat, mendekatkan diri dengan Allah SWT dan olahraga. Makanan dan minuman yang diberikan benar-benar bergizi termasuk vitamin.
"Saya diisolasi di rumah sakit 14 hari. Walaupun hasil swab setelah 14 hari ini masih positif saya dipulangkan ke rumah karena kondisi fisik dan mental saya sudah stabil dan membaik. Ini bisa saya maklumi karena keterbatasan kamar isolasi di rumah sakit sementara banyak pasien yang kondisinya lebih parah dari saya membutuhkan kamar isolasi ini," tutur guru SMK Masmur ini.
Karena kondisinya masih positif, saat berada di rumah Maya melakukan protokol kesehatan yang sangat ketat. Seluruh ruangan disemprot disenfektan dan selalu menggunakan masker. "Karena kamar mandi di rumah hanya satu, selesai saya gunakan saya semprot disenfektan. Saat hendak memegang sesuatu saya gunakan sarung tangan agar anak saya tidak terpapar Covid. Saya berupaya agar tidak bersentuhan dengan anak dan menjaga jarak. Syukur alhamdulillah musibah ini berlalu. Saya pun dinyatakan sembuh. Walaupun sudah sembuh, saya tetap komit dengan protocol kesehatan termasuk pada anak, saya jadi protektif padanya," terang Maya sambil mengusapkan handsanitizer ke tangan yang dilakukannya sesering mungkin.
Hal yang sama juga dialami Rosyita Hasan, wartawan MajalahOutsiders.Com. Dia beserta dua putrinya II (14) dan ZP (12) terpapar Covid. Rosyita saat ini menjalani isolasi di Bapelkes Riau di Panam, Pekanbaru, Riau.
Kepada Riau Pos, Rosyita bercerita sejak wabah virus Corona merebak, dia dan anak-anak tidak keluar rumah bila tidak ada yang perlu dikerjakan. “Baru bisa menerima new normal bulan Desember lalu. Sejak itulah keluar rumah, apalagi keuangan sudah mulai menipis. Saya pun membina kelompok sadar wisata (Pokdarwis) di Rupat,” katanya.
Sepulang melakukan survei ke Rupat untuk pelaksanaan Hari Pers Nasional (HPN) bersama beberapa orang panitia, Rosyita mengalami demam, batuk dan pilek. “Awalnya aku pikir sakit biasa. Dan beberapa hari demam, batuk dan pilek ini hilang. Namun giliran anak yang demam dan pilek. Lagi-lagi aku kira sakit biasa saja. Namun setelah salah satu tim yang berangkat ke Rupat positif Covid, aku dan anak-anak melakukan tes swab di Puskesmas Garuda pada tanggal 19 Januari lalu," ujar ibu tiga anak ini.
Setelah melakukan swab, Rosyita harap-harap cemas menunggu hasil yang keluar esok harinya. "Ketika pihak Puskesmas mengabari hasilnya positif berikut kedua putri saya, lutut terasa lemas. Pikiran kalut, sedih. Ada rasa kesal mengapa kedua anak ikutan positif, harusnya hanya aku," katanya getir.
Sebagai seorang single parent, dirinya harus memikirkan bagaimana jalan terbaik untuk melakukan isolasi. "Untungnya teman-teman banyak membantu dan memberikan dukungan moril. Alhamdulillah, berkat bantuan kawan-kawan pengurus PWI Riau kami bisa melaksanakan isolasi di Bapelkes. Walaupun awalnya kami ingin melakukan isolasi mandiri di rumah, namun saya tak ingin merepotkan orang lain," katanya lega.
Di Bapelkes, lanjut Rosyita, semuanya disediakan. Makanan dan minuman yang diberikan benar-benar bergizi termasuk vitamin. Fasilitas yang disediakan juga sangat lengkap. Dimana dalam satu kamar terdapat tiga tempat tidur, ada AC dan TV. Handuk dan perlengkapan mandi juga disediakan sehingga berada di tempat isolasi ini serasa menginap di hotel berbintang.
"Aktivitas pasien tiap pagi jam 07.15 WIB ukur tensi yang dilanjutkan dengan olahraga dan sarapan. Pasien dianjurkan untuk senam dan olahraga sekaligus berjemur. Pikiran kita di sini tenang dan perasaan bahagia. Inilah yang membuat daya imun cepat kuat," terangnya melalui sambungan telepon.
Saat masuk ke tempat isolasi, di sana sudah ada 20 orang pasien. Di hari yang sama dengan Rosyita ada 7 pasien yang masuk bersamaan. "Jumlah pasien tidak tetap setiap harinya," imbuhnya.
Rosyita pun berpesan kepada masyarakat agar tetap mengedepankan protokol kesehatan. Selalu ingat 3M yakni memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan menjaga jarak (hindari kerumunan).
Kamaruddin, wartawan Riau Pos yang lebih dulu terpapar Covid-19 tidak mengetahui darimana dia bisa mendapatkan virus itu. Karena Kamaruddin yang akrab dipanggil Komar ini tidak mengalami gejala sedikitpun. Dia dinyatakan positif Covid pada 15 Oktober 2020.
Reaksinya tentu saja antara percaya dan tidak percaya. Bagaimana mungkin orang sehat divonis positif Covid-19, ada penolakan besar dengan kenyataan tersebut. “Rasanya tak percaya, bagai petir di siang bolong. Saya merasa sehat, eh rupanya positif,” kata Komar dengan perasaan gamang.
Namun bagaimanapun realitas itu tetap harus dihadapi, dan memang itulah adanya. Ia berpikir keras untuk mengingat-ingat rekam jejak, sempat bertemu dengan siapa, singgah di tempat apa saja sampai tertular. Namun tak ada jawaban pasti.
Bagi Komar, wartawan sebagai salah satu garda terdepan yang menjadi bagian nyata dalam perang terhadap Covid-19 lewat tugas mulia berupa publikasi, langkah dan penanganan, tak lelah mengedukasi masyarakat agar waspada dengan penularan Covid-19 dengan menerapkan 3M, namun wartawan juga sangat rentan terpapar Covid.
"Dukungan teman-teman, keluarga dan tetangga lah yang membuat saya cepat pulih. Memang saat melakukan isolasi mandiri sangat berat karena dilakukan di rumah dan tidak bisa kemana-mana. Kebebasan seakan tercabik walaupun hanya 14 hari," tuturnya.