Selanjutnya Pertamina NRE dan PHR berkolaborasi untuk melaksanakan studi kelayakan proyek tahap pertama. Dari hasil survei pontensi wilayah, bekerja sama dengan LAPI (Laboratorium Alergen Pertama Indonesia/Indonesia First Allergen Laboratories) ITB didapatkan beberapa tempat di Pertamina Hulu Rokan (PHR) Wilayah Kerja (WK) Rokan potensial untuk membangun PLTS. Secara keseluruhan PLTS akan menempati lahan seluas 28,87 ha yang berada di tiga lokasi. Yaitu Rumbai, Duri, dan Dumai ini dipersiapkan untuk mampu menghasilkan 25 MWp untuk mendukung kegiatan operasi di wilayah kerja (WK) Rokan. Berikut lokasi-lokasinya.
Lokasi-Lokasi PLTS PHR WK Rokan
Lokasi |
Luasan (Ha) |
Potensi Kapasitas (kWp) |
Duri |
|
|
Area Gate 1 Lokasi 1 |
3,46 |
3.600.0 |
Area Gate 2 Lokasi 2 |
3,58 |
3.600.0 |
Komplek Singgalang-Sinabung lokasi 1 |
4,00 |
3.150.0 |
Komplek Singgalang-Sinabung Lokasi 2 |
1,75 |
1.800.0 |
Komplek Singgalang-Sinabung Lokasi 3 |
3,14 |
3.150.0 |
Dumai |
|
|
Area Camp Borobudur |
2.12 |
2.000.0 |
Rumbai |
|
|
Komplek PICR |
4.99 |
3.300.0 |
Area Wisma Sungkai |
2.80 |
2.500.0 |
Rooftop Rumbai |
1.32 |
1.900.0 |
Total |
28.87 |
25.000.0 |
Sumber: PHR WK Rokan
Studi terkait implementasi PLTS di WK Rokan, termasuk studi pemilihan lokasi dan studi terkait dampak penetrai PLTS terhadap kestabilan sistem kelistrikan WK Rokan serta benefit analysis, telah dilakukan dan disimpulkan tidak mengganggu sistem kelistrikan WK Rokan saat ini. Proyek ini juga akan mengoptimalkan penggunaan komponen dalam negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah terkait penggunaan 60% tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang juga bertujuan menggerakan perekonomi nasional.
Selain memiliki potensi luasan area, menurut Team Manager Facility Engineering PGT PHR WK Rokan, Arief Rahmat Wahidin, Camp Duri juga yang paling banyak memerlukan energi ini. Selama ini pasokan energi PHR bersumber dari 3 power plan (pembangkit listrik) yakni pertama, kerja sama PLN-MCTN dengan pembangkit sebesar 3 X 100, kedua, Centra Duri Gas Turbin 5 x 20 MW dan ketiga di Minas ada 11 unit Minas Power Plan 210 MW.
PHR saat ini, lanjutnya, juga memiliki jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan lebih kurang sepanjang 3.000 km.
“Kalau kita tarik itu jaraknya dari Aceh hingga ke Semarang panjangnya,” ujar Arif lagi. Menurutnya pola jaringan bersifat terbuka (open) dengan menggunakan tiang listrik.
“Tiang listrik milik PHR saat ini sudah berjumlah 28 ribu tiang dan itu harus kita operasikan dan pelihara agar tetap bisa maksimal digunakan,” ujarnya.
Menurut ahli kelistrikan PHR ini, keperluan energi listrik terus bertambah sesuai dengan pertambahan kapasitas operasi sumur minyak dan gas. Setiap kali penambahan sumur minyak maka akan bertambah energi listrik yang diperlukan.
“Dari 380 MW tahun lalu saat ini sudah mencapai 400 mw lebih keperluan energi listrik,” ujarnya lagi.
Lebih lanjut ia menjelaskan sebagai gambaran besarnya wilayah operasi PHR di wilayah kerja (WK) Rokan saat ini seluas 6.200 km persegi meliputi 7 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau. Yakni Kabupaten Siak, Bengkalis, Rokan Hulu, Rokan HIlir, Kampar, Kota Pekanbaru, dan Kota Dumai.
Sebelum alih kelola ke PHR, WK Rokan ini dulu dikelola oleh kontraktor asing yakni PT Caltex Pacific Indonesia (CPI). Caltex pertama kali datang ke Blok Rokan sejak tahun 1924 dan melakukan produksi pertama di tahun 1952. Saat itu, tingkat produksi di lapangan Minas masih berada di level 15.000 barel per hari (bph) dan terus meningkat lebih dari 100.000 bph
Pada tahun 2005, Caltex, sebagai anak perusahaan Chevron dan Texaco Inc. diakuisisi oleh Chevron bersama dengan Texaco dan Unocal. Maka, resmi nama PT Caltex Pacific Indonesia berubah menjadi PT Chevron Pacific Indonesia. Setelah berproduksi setengah abad lebih di Indonesia pada tanggal 8 Agustus 2021 kontrak PT Chevron Pacific Indonesia berakhir.
PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) resmi mengelola Wilayah Kerja minyak dan gas bumi Rokan atau Blok Rokan pada 9 Agustus 2021. Menurutnya hingga saat ini PHR memiliki 80 lapangan minyak aktif dengan 11.300 sumur. Memiliki 13.000 km pipa alir dengan 500 km jaringan pipa shipping line (aliran ke kapal). Saat ini PHR memperkejakan tidak kurang dari 2.500 karyawan dengan 20.000 kontraktor.
Adapun manfaat alih kelola dari asing ke Pertamina selain 100 persen jadi pendapatan negara juga semua produksi minyak PHR yang 160 MBOPD, 30% dari produksi subholding upstream dan 25% dari produksi nasional, semuanya atau 100 % digunakan di dalam negeri. Tujuannya memasok keperluan BBM dalam negeri sekaligus juga mengurangi beban pemerintah impor BBM.
Selain itu penerimaan negara melalui PNPB dan pajak dari PHR mencapai Rp30 triliun. 100% lifting digunakan untuk kilang domestik/dalam negeri. Sampai saat ini tidak kurang 20.000 orang penerima manfaat program tanggungjawab sosial linkgungan (TJSL) PHR. Memenuhi ketentuan pemerintah 60 % tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dalam operasional PHR. Di sisi lain juga memberi penguatan dan peningkatan pendapatan daerah melalui participating interest 10% kepada BUMD.
Lokasi pemasangan Panel Photo Voltaic (PV) untuk Proyek PLTS di PHR Duri Sinabung sebesar 4,0 MWp. (EVAN GUNANZAR/RIAU POS)
Manfaat PLTS di WK Rokan
JIka proyek PLTS 25 MWp selesai dibangun maka PHR sudah memiliki cadangan daya pembangkitan yang terdapat pada unit-unit pembangkit listrik yang beroperasi secara paralel dengan sistem utama yang lazim disebut dengan Spinning Reserve atau cadangan berputar. Menurut Team Manager Facility Engineering PGT PHR WK Rokan, Arief Rahmat Wahidin secara teori PLTS bisa jadi back up bagi sistem utama (400 MW) mencapai 10%.
“Untuk tahap awal ini kita coba 5% saja dulu. Kita fokus ke Camp Duri dulu yang potensi dan beban listriknya saat ini berkisar 15-17 MW,” ujarnya. Ia menjelaskan prinsip kerjanya begini. Selama ini 3 turbin pembangkit listrik yang digunakan di Camp Duri beroperasi misalnya menghasilkan 20 MW. “Yang kita running (jalankan) hanya 15 MW. 5 MW lagi sebagai cadangan,” ujar Arief.
Ketiga turbin itu digerakkan dengan bahan bakar gas. Ketika PLTS sudah masuk ke sistem maka bisa dilakukan 2 turbin yang dioperasikan dengan bahan bakar gas. Sedang yang satu turbin lagi bisa di-switch menggunakan energi PLTS terutama di siang hari. Ketika malam tiba dan power PLTS berkurang maka secara otomatis pasokan energi kembali ke gas.
“Jadi sistemnya terintegrasi sedemikian rupa,” ujar Arief.
Melalui PLTS ini juga dapat mengurangi emisi karbon Co2 yang lepas ke udara karena penggunaan bahan bakar yang tidak ramah lingkungan sebanyak 23.000 ton per tahun. Selain itu juga adanya pengurangan pemakaian fuel gas sebesar 352 MMSCF per tahun serta penghematan biaya operasi sebesar 4.3 juta US$ per tahun atau setara dengan Rp66 triliun lebih. PLTS juga membantu mengurangi pemanasan global yang dapat mengakibatkan perubahan iklim.
Sebagai bagian dari Subholding Upstream Pertamina, lanjutnya, PHR terus berpegang teguh pada komitmen untuk mengimplementasikan aspek environment, social and governance (ESG) dalam pengelolaan bisnisnya. Pertamina mengambil peran besar di presidensi G20 Indonesia dimana Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menduduki jabatan sebagai Chair of Task Force Energy, Sustainability, and Climate (ESC) dari Business 20 (B20), yaitu ruang dialog bisnis. internasional yang menjadi bagian dari agenda penting G20.
Saat ditanyakan dengan kapasitas PLTS yang bisa menghasilan 25 MWp itu kalau dikonversi ke satuan watt amper misalnya untuk penggunaan listrik rumahan, Arief menyebutkan bahwa 25 MWp itu setara dengan 25 juta watt. Jadi jika rata-rata listrik rumahan penggunaannya berkisar 2.000 watt maka 25 MWp itu bisa memasok energi lisrik kepada satu juta rumah.
“Energi yang dihasilkan sangat besar,” ujarnya lagi.
Menanggapi apakah energi ini bisa dijual ke PLN sehingga bisa memasuki jaringan milik PLN dan disalurkan ke masyarakat dengan harga yang lebih mur, Arief mengatakan bisa.
“Hanya saja harus diubah dulu frekuensinya. Jika di sistem kami frekuensinya 60 hertz. Sedang di jaringan PLN frekuensinya 50 hertz. Jadi tinggal dilakukan penyesuaian frekuensi sebelum didistribusikan ke jaringan PLN misanya. Namun saat ini keperluan masih untuk operasi PHR dulu,” ujarnya. Menurutnya PLN sebagai pemasok utama energi nasiona tentu juga telah punya program tersendiri pula dalam mempersiapkan energi masa depan termasuk model PLTS ini. Kehadiran PLTS di Riau jadi role model se Indonesia dalam membangun energi terbarukan mada depan. Semoga.***
Editor: Edwar Yaman