MELIHAT PERSOALAN PEMBELAJARAN SEKOLAH DI MASA PANDEMI

Waktunya Tumbuhkan Kepedulian Sosial

Feature | Jumat, 07 Agustus 2020 - 09:03 WIB

Waktunya Tumbuhkan Kepedulian Sosial
Anak-anak bermain game online di salah satu warung internet (warnet) di Jalan Delima, Pekanbaru, Kamis (6/8/2020). Sejatinya anak-anak ini belajar di rumah untuk memutus rantai penyebaran Covid-19, namun justru banyak yang menghabiskan waktu bermain game online di warnet. (DEFIZAL/RIAUPOS.CO)

Karut marut dan sumpah serapah lancar keluar. Mengalahkan suara tembakan dari game yang dimainkan atau deru mesin balapan lewat speaker aktif yang tersambung. 40-an komputer seluruhnya nyala. Anak-anak yang usia sekolah itu, bahkan ada yang masih sekolah dasar tengah asyik dengan mouse di tangan kanan sambil menekan keyboard secara berulang di tangan kiri. Pemandangan seru di salah satu warnet kawasan padat penduduk Kota Pekanbaru. Di luar, parkiran sepeda motor penuh.

Laporan: TIM RIAU POS (Pekanbaru)


M (10) diseret orangtuanya keluar warnet untuk dibawa pulang. Sambil meraung, dia bersikukuh bertahan di depan komputer karena masih ada sisa waktu kurang setengah jam lagi untuk bermain di salah satu warnet di Pekanbaru tersebut. Bersama adiknya yang berusia dua tahun dibawahnya, mereka kabur dari belajar dalam jaringan (daring) di rumah  saat sang ibu menemani kakaknya yang juga sekolah jarak jauh menggunakan gawai.

Memaksa sang anak pulang dari warnet, memang sudah berulang dilakukan Rahma (36). Dua anaknya yang masih kelas dua dan kelas lima sekolah dasar mendadak hilang. Diketahuinya setelah sang kakak yang sudah SMP selesai belajar daring, mendapati dua lainnya sudah tidak di rumah.

"Masa pelajaran sekolah sudah mulai, tapi berkali-kali harus dijemput ke warnet," kisah Rahma menceritakan.

Ia kesal, sebab warnet di seputaran Jalan Durian, Pekanbaru sekitar kediamannya tersebut masih tetap buka dan seolah mengizinkan anak sekolah turut bermain game di sana. Sehingga bukan saja dua anaknya yang ikut bermain, namun juga banyak anak-anak usia sekolah lain yang membayar per jam untuk ikut tersambung dengan internet melalui komputer dan jaringan tanpa batas tersebut.

Atas kondisi yang dihadapinya, dia pun berharap agar pemerintah daerah atau siapa pun pihak berwenang supaya dapat menindaklanjuti keluhan warga. Khususnya di masa pandemi dan musim sekolah yang sudah mulai sekarang ini.  "Minta tolonglah siapa pun pihak yang terkait, agar dapat membuat kebijakan yang melarang anak sekolah diterima pihak warnet. Karena saya lihat ini berbahaya bagi sumber daya ke depan," akunya.

Dalam pendidikan sang anak, orangtua tunggal ini pun menyayangkan langkah dan kebijakan pemerintah selama belajar daring di masa pandemi. Sebab, bantuan dan dukungan paket telekomunikasi atau paket data juga tidak dirasakan langsung. Sementara itulah yang sangat dibutuhkan dengan kondisi sekarang ini.

"Anak saya tiga, semua harus sekolah daring. Handphone cuma satu, ya gimana ya, belum lagi paket datanya harus diisi rutin. Jadi memang berat sekali rasanya," ungkapnya.

Pengalaman luar biasa memang harus dirasakan anak usia sekolah di masa pandemi sekarang ini. Lebih luar biasa harus dirasakan orangtua siswa, mengingat pembelajaran daring dan kondisi anak-anak yang sudah terlalu lama libur dari aktivitas sekolah.

Memang untuk dapat mengikuti pelajaran dengan sistem daring ini, anak-anak diwajibkan memiliki telepon pintar yang dapat masuk ke aplikasi yang digunakan. Untuk belajar sistem ini mutlak menjadi pengawasan orangtua di rumah. Sementara kondisinya, tak semua orangtua dapat menemani buah hati belajar karena ada rutinitas pekerjaan di luar agar dapur tetap ngepul.

"Belajar dengan sistem daring ini sangat ribet, dan jelas menambah biaya. Contoh, harus memiliki telepon pintar (smartphone), tentu ini menambah biaya, belum lagi kuota internetnya," kata Anggota Komisi III DPRD Kota Pekanbaru H Ervan, Kamis (6/8).

Dari guru, lanjutnya, setelah membuat soal lalu dikirim ke seluruh murid lewat aplikasi jejaring, lalu dikirim lagi ke guru."Dengan sistem belajar daring ini, macam mana pun tidak ada orangtua yang puas, biaya makin mahal," paparnya.

Bayangkan, lanjutnya, untuk telepon pintar yang bisa mendukung untuk aplikasi belajar daring itu paling murah harganya itu sekitar Rp1,6 juta.

"Sempat anaknya dua orang tentu menjadi beban sendiri, Rp3 juta lebih juga duitnya itu. Sementara kondisi dalam pandemi," ujar Ervan.

Maka itu, diharapkan Ervan, supaya dengan ketidakpuasan wali murid sistem belajar daring agar Pemerintah Kota Pekanbaru khususnya, segera membuat regulasi jam pelajaran tatap langsung dengan pembatasan waktu belajar dan tetap mematuhi protokol kesehatan.

"Harus segera dibuat aturan itu, dan coba belajar dari sekolah di Pulau Jawa. Mungkin berjarak, namun jam pelajaran cukup dua jam sehari," sebutnya.

Terpisah, Kabid Ops Satpol PP Kota Pekanbaru Yendri Doni saat dikonfirmasi menyebut pengawasan terhadap warnet tetap menjadi prioritas pihaknya.

"Untuk warnet. Ini masih jadi prioritas kami juga. Terutama pengawasan terhadap anak sekolah," singkatnya tanpa merinci langkah tegas apa yang bakal dilakukan.

Waktunya Menumbuhkan Kepedulian Sosial
Disebutkan Ervan lagi, karena sampai saat ini, sejak PSBB diberlakukan, memang banyak anak-anak sekolah memilih bermain di warnet. Sementara saat ini warnet tidak ada yang tahu apa yang dilakukan oleh anak-anak selama berselancar di dunia maya.

"Makanya kami juga minta ada pengawasan warnet dari Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru, tentu melalui Satpol PP agar dapat melakukan razia rutin. Tujuannya, agar anak-anak tidak terpapar dengan banyak orang dan ini jelas membahayakan," tegasnya.

Sementara itu psikolog anak Mira Amir yang dikonfirmasi Riau Pos siang kemarin mengatakan memang persoalan anak-anak di warnet jadi masalah tersendiri yang harus disikapi. Karena persoalannya bukan saja di Riau secara umum, namun juga di tingkat nasional.

Karenanya peran kelompok sosial harus bisa diperkuat. Di mana orangtua agar dapat mengawasi secara bergantian misalnya titik-titik warnet mana saja yang terdapat banyak anak sekolah.

"Bisa saja kelompok sosial dari orang tua bergiliran gantian jagain warnet. Monitor bersama, bekerja sama dengan pihak warnetnya, jadi bisa menumbuhkan semacam ketahanan masyarakat, jadi tak melulu untuk profit tapi punya tanggung jawab moral," pesan Mira Amir.

Diakui psikolog Universitas Indonesia ini, memang kondisi sekarang memasuki fase yang luar biasa. Bukan saja masalah lokal di Pekanbaru, Riau khususnya namun sudah menjadi persoalan global. Persoalan yang sangat masif, dan dengan risiko yang tinggi, memang amat sangat tidak ideal untuk melaksanakan pendidikan secara tatap muka.

Hal ini berikut mengomentari beberapa sekolah di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Memang disadarinya, kondisi sekarang menyulitkan bagi negara yang memiliki banyak kepulauan. "Luar biasa buat Indonesia memang, dengan lokasi yang beragam, jangankan luar kota Jakarta, kepulauan seribu saja begitu," ulasnya.

Jangankan sektor pendidikan, menurut Mira, setiap wilayah sebenarnya punya perilaku berbeda dalam kebijakan. Bahkan sesuai protokol kesehatan tetap ada kesulitan, sehingga harus ditindaklanjuti dengan inpres baru yang diterbitkan Presiden Joko Widodo. Dimana atas dasar ketidakpatuhan masyarakat yang menyebabkan pandemi tak henti. “Tingkat sosial kita memang sulit memahami, memakai masker misalnya, untuk dua kata itu saja sudah susah diterapkan. Apalagi dikaitkan dengan anak-anak yang memiliki dalih banyak hal,” katanya.

Sehingga jika ada keinginan kembali sekolah tatap muka, secara pribadi Mira menilai hal tersebut sebagai suatu persoalan. Karena berdasarkan kajian terhadap anak-anak sekolah di masa pandemi, dimana kontrol untuk tidak berdekatan satu sama lain bukanlah hal yang gampang.

Dengan demikian, ditegaskannya, tidak ke sekolah secara fisik itu tak bisa ditawar memang dengan kondisi sekarang. "Ya, harus sekolah online," tegasnya.

Dengan kondisi daerah yang berbeda, sebaran internet yang berbeda pula memang diakuinya ada persoalan lain yang dihadapi negara. Untuk itu, menurutnya, sangat diperlukan penyesuaian sesuai kearifan lokal. Hal ini lanjutnya apabila pemerintah, dari tingkat pusat hingga ke daerah sadar. Bahwa anak-anak usia sekolah sekarang ini, di tahun 2020 ini adalah sumber daya manusia (SDM) emas untuk Indonesia secara umum, dan Riau secara khusus pada 2045 mendatang.

Soal Indonesia Emas ini, dikutip Riau Pos dari website resmi Sekretariat Negara, di mana disebutkan negara-negara maju merupakan negara yang memiliki kualitas infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) yang baik. Dua hal tersebut sangat disadari oleh Presiden Joko Widodo dan menjadi motivasinya untuk berfokus pada hal itu untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.

Saat menjadi narasumber dalam diskusi Forum A1 yang digelar di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Kamis, 14 November 2019 silam, Presiden mengatakan bahwa infrastruktur dan SDM yang berkualitas merupakan dua tahapan awal bagi sebuah negara untuk menjadi negara maju. Dua tahap itu yang kini sedang diupayakan oleh pemerintahannya.

"Memang tahapan besarnya itu. Infrastruktur ini kita kerjakan dan nanti akan terus tetap dilanjutkan. Kemudian kita akan masuk ke agenda besar yang kedua, ini yang lebih sulit menurut saya, pembangunan sumber daya manusia," kata Presiden.

Pembangunan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia akan segera menjadi program prioritas pemerintah mulai tahun 2020 mendatang. Meski demikian, Kepala Negara menggarisbawahi bahwa saat ini negara Indonesia masih membutuhkan pembangunan infrastruktur sebagai fondasi awal kemajuan.

"Sekarang ini fondasi yang sangat diperlukan adalah infrastruktur, kemudian agenda besar berikutnya sumber daya manusia," terang Presiden.

Dalam forum tersebut, Presiden Joko Widodo sempat ditanyakan mengenai arah pembangunan infrastruktur Indonesia dalam periode kepemimpinannya yang kedua mengingat dalam lima tahun pertama, pembangunan infrastruktur yang dilakukan secara masif dinilai sebagai pembangunan terbesar dalam sejarah Indonesia.

Terkait hal tersebut, Presiden mengatakan akan tetap melanjutkan pembangunan tersebut namun dengan prioritas yang sedikit berbeda. "Masih melanjutkan infrastruktur yang ada, tetapi mulai dihubungkan," kata Presiden.

Misalnya, pembangunan jalan tol yang telah diselesaikan harus dihubungkan dengan sentra-sentra produksi dan industri yang ada di sekitarnya. Dengan cara itu, perekonomian daerah akan semakin berputar dan diharapkan akan muncul titik pertumbuhan ekonomi baru yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

"Ini memang pekerjaan besar tapi tidak langsung bisa dinikmati. SDM apalagi, baru akan kelihatan 10-15 tahun yang akan datang. Tapi, risiko itu yang harus kita berani ambil," jelas Presiden.

Lebih jauh, Presiden juga memberikan gambaran mengenai tahapan apa yang harus ditempuh Indonesia di masa mendatang setelah mampu menyelesaikan dua tahap pembangunan infrastruktur dan pembangunan SDM. Menurutnya, tahapan ketiga yang harus dihadapi bangsa ini sebelum bertransformasi menjadi negara maju ialah menjadikan Indonesia sebagai pusat inovasi dan teknologi.

"Siapapun pemimpinnya yang akan datang mau tidak mau harus kita giring masuk ke agenda besar inovasi dan teknologi," pungkas Presiden Joko Widodo, seperti dilansir dari siaran pers Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, Erlin Suastini.

Nah, atas dasar inilah, kata Mira, persoalan di Pekanbaru, Kepulauan Meranti, Kepulauan Seribu dan pelosok Papua dan daerah timur lainnya. Kalau memang sudah sadar anak-anak ini adalah sumber daya emas ke depan, sebagai lingkungan maka sudah sepatutnya pula secara bersama-sama untuk saling mengingatkan. Mulai dari lapisan akar rumput di lingkungan masyarakat sekitar.

"Perlu ditumbuhkan ke masyarakat ayo sama-sama jaga. Sederhananya, misal ada yang tidak pakai masker, ya diingatkan. Begitu juga kalau ada yang melihat anak usia sekolah di warnet. Kamu kok nggak sekolah? Ayo pulang," kata Mira mencontohkan.

Karena memang di tengah pandemi dan kondisi sekarang ini, tidak bisa hanya sekadar menyerahkan sepenuhnya ke pemerintah. Sebab banyak hal yang harus diperhatikan bersama. Kemudian, lanjutnya, bagi kepala pemerintah di daerah juga harus meminta kesesuaian dengan tugas-tugas dari pusat hingga ke daerah. Sebab, yang mengetahui lokasi, kebiasaan dan sistem yang sangat variatif serta variabel yang beragam, memang harus disiapkan program evaluasi secara bersama.

"Jadi secara psikologi aspek Indonesia Emas, nggak melulu dari aspek pendidikannya, tapi sehat secara jasmani, juga harus disiapkan, kognitif cerdas seharusnya bukan langkah yang menjadi target-target jangka pendek, namun harus melihat jauh ke depan," ulasnya.

Beberapa persoalan mendasar, memang diakibatkan sifat dasar manusia yang kerap membandingkan. Misalnya sangat mungkin orang tua yang mengambil sikap seperti itu. Sementara, anak-anak tidak selalu harus dicekoki pendidikan akademik dan kognitif. Mira yang tergabung dalam keluarga besar Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPT-UI) ini mempercayai orangtua sangat mungkin dan bisa menjadi pendidik.

"Dengan menerapkan aspek emosional dan kesehatan akan dapat dibarengi dengan pendidikan. Dimana juga bisa mendidik anak-anak dengan aspek pendidikan budi pekerti, karena nggak melulu guru kok, nggak melulu sekolah kok, bagi orang tua ini adalah waktu, tanamkan dan lakukan bersama-sama," pesannya.(egp/gus/ali)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook