RGE JURNALISME WORKSHOP 2015

Nanyang University ”Terlalu Tinggi”

Feature | Minggu, 15 November 2015 - 11:09 WIB

Nanyang University ”Terlalu Tinggi”
FOTO BERSAMA: Tim wartawan Indonesia foto bersama saat mengunjungi Singapore Press Holding, belum lama ini.

Salah satu gedung tempat pelatihan wartawan di Wee Kim Wee School of Communication and Information Nanyang University adalah Newsplex Asia. Di Newsplex Asia inilah pelatihan digelar. Jangan heran, jika pusat pelatihan jurnalistik ini dilengkapi beragam peralatan multi media, bahkan dalam satu ruangan itu ada puluhan televisi yang bisa menampilkan nara sumber dari beragam sisi, jadi peserta tidak perlu langsung melihat ke nara sumber cukup melalui televisi. Di belakang bangku peserta, tersedia komputer yang dilengkapi internet. Di ruangan ini juga tersedia pelatihan menjadi prester televisi. Sayang peserta pelatihan ini tak ada yang dari televisi, makanya ketika sesi letihan menjadi presenter, wartawan media cetak termasuk Riau Pos, media online lainnya pun banyak yang tergagap-gagap saat jadi presenter.

Nara sumber hari pertama, Joon-Nie. Dia merupakan mantan wartawan dan presenter televisi News Asia, SBC News dan TCS News. Sebagai mantan praktisi media, Joon-Nie banyak pengalaman, cuma dia lebih banyak menjelaskan tentang ragam jejaring media sosial yang terus meningkat, seperti Facebook yang saat ini di posisi 1 dunia. Demikian juga Twitter, Wechat dan lainnya. Joon-Nie mengingatkan wartawan harus mengenal ragam aplikasi jejaring media sosal tersebut, sebab media tersebut bisa mempermudah wartawan dalam bekerja.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

’’Pertumbuhan pengguna Facebook, Twitter, Wechat, WhatsApp itu terus meningkat. Jangan anggap media ini sebagai saingan, tetapi gunakan sebagai alat bagi Anda untuk mempemudah pekerjaan,’’ ujar Joon-Nie.

Joon-Ni yang mantan presenter televisi ini mencontohkan wartawan di Irak yang membuat berita dengan menggunakan handphone dan mengirimnya melalui jejaring media sosial. Banyak kasus, journalis citizen yang mengunggah laporannya melalui jejaring media sosial, dan pembacanya sangat banyak. Seperti sebuah berita tentang peliputan warga yang mengikuti perjalanan migrasi warga Suriah ke Eropa. Laporan itu disajikan sejak berangkat dari Suriah sampai melalui masa-masa sulit menyeberangi Laut Mediterania menuju Yunani, berjalan melewati Albani dan negara-negara Eropa Timur sampai ke Jerman. Liputan jurnalis citizen net tv itu mendapat perhatian publik dan banyak yang membacanya.

Karena Joon-Ni berlatarbelakang wartawan dan presenter televisi, maka dia lebih banyak menjelaskan teknis membuat laporan berita televisi. Bagi peserta yang seluruhnya merupakan wartawan media cetak dan online, pelatihan ini kurang pas, tapi patut disyukuri, bagaimana pun bermanfaat.

Di sesi akhir pelatihan Video Jurnalism yang dipandu Joon-Ni, masing-masing wartawan membuat berita dan menjadi presenter. ’’Ternyata untuk menjadi presenter yang menarik itu perlu ilmu tersendiri,’’ ujar Edna CP wartawan Kompas usai latihan menjadi presenter.

Hari berikutnya, 22 wartawan Indonesa ini mengikuti pelatihan mengolah data. Nara sumbernya Asisten Profesor Dr Winson Peng. Winson mengetengahkan makalahnya, Mining and Visualizing Data for Journalism. Dia menjelaskan bagaimana cara mengolah data yang terkumpul itu menjadi tampilan yang menarik. Misalnya membuat grafis, kejadian Bom di Boston Marathon, media Amerika menggunakan google earth untuk membuat skema dan data yang ada, sehingga posisi dua orang pelaku pengeboman itu tergambar jelas, yang pada saat itu ternyata mereka di pangkal jalan dan di ujung jalan, di antara dua gedung. Grafis dan pengolahan data dari wartawan ini jika ditampilkan di halaman depan koran, maka akan mempermudah pembaca memahami kejadian.

’’Ini jarang digunakan oleh pembuat grafis. Padahal google earth itu bisa mempermudah pembaca memahami skema suatu wilayah,’’ ujar Winson.

Winson juga mencontohkan berita terkait diaspora orang Eropa ke Amerika Latin, Australia, Afrika Selatan, dan Kanada. Dengan menggunakan google earth, ternyata tampilan beritanya lebih menarik dan mudah dipahami pembaca.

Kelebihan Winson menguasai beragam jenis alat pengolah data. Dia sebut, wartawan banyak yang mengabaikan data, padahal data yang ada jika digrafiskan dan dijadikan bahan tampilan di koran akan lebih menarik.

Materi pelatihan jurnalistik terakhir disampaikan Asisten Profesor Sonny Rosenthal. Beliau alumni doktor komunikasi dari Texas University at Austin. Sayang dalam sesi ini, Sonny tidak banyak menyampaikan materi, sebab dia jadi moderator, karena hadir pada kesempatan itu perwakilan PBB di Indonesia, Mr Douglas Broderick yang menyampaikan materi tentang SDGs (Sustainable Development Goals) yang menggantikan MDGs (Millennium Development Goals).









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook