Dana hasil REITs itu bisa digunakan untuk membangun aset properti penghasil recurring income lainnya. Terlebih grup Ciputra sedang berupaya meningkatkan porsi recurring income sampai ke 50 persen dari posisi saat ini sekitar 15 persen. Porsi pendapatan terbesar masih dari penjualan residensial.
“Bagi perusahaan properti, perlu pendanaan dari pihak luar memang terutama untuk pembangunan recurring income. Kalau yang residensial kan uangnya bisa langsung didapat dari hasil penjualan properti itu,” terangnya.
Hanya saja, pihakya masih menghitung untung ruginya karena meskipun pajak ganda REITs sudah dihapuskan namun bunga yang harus ditawarkan dalam rangka penerbitan itu diyakini akan tetap tinggi.
“Sekarang bunga ORI (Obligasi Ritel Indonesia, red) saja 7,5 persen sampai 8,5 persen. Padahal itu relatif zero risk (tanpa risiko) karena dijamin pemerintah. Lalu yang diminta untuk kupon bunga REITs berapa? Pasti kan lebih tinggi dari itu karena risikonya ada,” ulasnya.
Maka wajar jika selama ini banyak perusahaan properti Indonesia memilih menerbitkan REITs di pasar modal Singapura. Sebab selain pajaknya tidak ganda, bunganya juga rendah di bawah 6 persen. Dalam konteks penerbitan REITs, semakin tinggi bunga ditawarkan berarti aset yang dijaminkan dalam rangka penawarannya dihargai lebih rendah. “Kalau penerbit kan maunya asetnya dinilai tinggi,” akunya.
Grup MNC juga sedang mengincar sejumlah aset properti untuk dikembangkan dengan sumber pendanaan dari pasar modal memanfaatkan fasilitas REITs.