Maka dengan hadirnya kebijakan itu diharapkan menjadi energi baru bagi industri properti terutama untuk segmen menengah ke atas yang secara nilai cukup signifikan baik bagi pendapatan perusahaan properti maupun juga dari sisi perpajakan. Meski begitu, untuk industri properti secara umum diyakini baru bisa pulih seutuhnya jika suku bunga acuan bisa diturunkan.
Tanda-tanda penurunan suku bunga itu sesungguhnya memang sudah ada. Level inflasi rendah bahkan cenderung deflasi. “Kalau suku bunga bisa turun 100 basis poin lagi atau 1 persen saja, properti pasti bagus sekali,” harapnya.
Tetapi harapan terjadinya penurunan suku bunga itu masih penuh ketidakpastian walaupun di Indonesia terjadi deflasi. Apalagi sepertinya masih ada pertimbangan dari sisi kurs dan tren bunga global sedang naik. Tulus ragu.
Padahal jika suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) bisa turun, dampak ke penurunan kredit di perbankan bisa memberikan dampak lebih luas lagi bukan hanya ke sektor properti tetapi juga industri lainnya. Termasuk juga bisa memengaruhi suku bunga untuk penerbitan instrumen surat utang.
Tulus mengatakan pihaknya berniat memanfaatkan salah satu kemudahan yang terdapat dalam paket kebijakan ekonomi jilid lima dengan menerbitkan Real Estate Investment Trusts (REITs). Modalnya cukup tinggi yaitu aset properti penghasil pendapatan berulang dari sewa (recurring income) mulai dari mal, hotel, dan rumah sakit senilai total Rp7 triliun.