PELUANG INDONESIA

Pabrik-pabrik di Cina Bakal Direlokasi

Ekonomi-Bisnis | Selasa, 28 April 2020 - 21:50 WIB

Pabrik-pabrik di Cina Bakal Direlokasi
ILUSTRASI. ILUSTRASI. Masyarakat di Guangzhou mulai beraktivitas seperti biasa. (Anadolu Agency via Getty Images)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Realisasi investasi sepanjang tahun ini diperkirakan tidak mencapai target akibat pandemi Covid-19, meski kuartal-I mencatatkan pertumbuhan positif.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi sepanjang kuartal-I 2020 sebesar Rp 210,7 triliun (PMA plus PMDN). Kepala BKPM Bahlil Lahadalia pesimistis, kuartal-II akan mengulang suksesnya realisasi investasi tersebut.


Peneliti Senior Indef Enny Sri Hartati memandang, realisasi investasi menjadi semakin mendesak saat ini karena diharapkan dapat menjadi solusi atas peliknya dampak pandemi Covid-19. Salah satu masalah yang muncul akibat pandemi ini adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) jutaan buruh.

"Kalau tidak ada investasi, mereka akan bekerja dimana?" ujarnya, Selasa (28/4).

Menurutnya, pemerintah harus jeli memanfaatkan momentum rencana sejumlah negara merelokasi investasinya keluar dari Tiongkok ke negara-negara ASEAN akibat pandemi Covid-19. Kemunculan pandemi ini telah menyadarkan banyak pihak akan tingginya risiko bila menempatkan investasi terpusat di satu negara saja.

Meskipun sebagian pihak berpendapat rantai pasokan global menjadi lebih efisien, namun menempatkan investasi di satu negara akan mengakibatkan ketergantungan yang luar biasa. "Itu sebabnya, Jepang sudah memutuskan akan merelokasi investasi beberapa industri di Cina," imbuhnya.

Relokasi investasi, kata Enny, akan menjadi kecenderungan global. Oleh karena itu, sangat penting bagi Indonesia agar tidak kehilangan momentum. Terlebih, dalam dua tahun terakhir, penanaman modal asing terus tumbuh melambat.

Rantai pasokan global yang terpusat di Cina dalam beberapa tahun terakhir telah mengakibatkan industri manufaktur terseok-seok karena kalah bersaing. Tak heran, investasi di sektor manufaktur dalam beberapa tahun terakhir sangat minim. Padahal, investasi di industri pengolahan sangat besar manfaatnya bagi perekonomian.

Selain menciptakan berbagai produk substitusi impor, sektor manufaktur sangat besar peranannya dalam menyerap tenaga kerja. "Investasi di sektor manufaktur inilah yang selama ini diabaikan padahal sangat dibutuhkan bagi perekonomian," kata Enny.

Enny juga menyampaikan, selama ini komitmen investasi sebetulnya terus berdatangan. Namun, komitmen investasi tidak serta merta terealisasi karena kerap menghadapi berbagai hambatan. Misalnya, tidak adanya kepastian berusaha dan kurang memadainya infrastruktur penunjang.

Oleh karena itu, pemerintah selayaknya bisa memberikan kepastian usaha terhadap investor melalui regulasi yang mendukung. Menurut Enny, investor selalu menginginkan kepastian secara terperinci sejak awal.

Pemerintah juga perlu melakukan pendekatan kepada investor untuk mengetahui kebutuhan mereka. Pendekatan seperti itu akan jauh lebih efektif untuk mencapai titik temu.

Selain soal kepastian berusaha, persoalan lain yang menjadi kekhawatiran investor adalah infrastruktur. "Pemerintah harus menyiapkan infrastruktur yang memadai, seperti kawasan industri yang mampu menekan harga energi dan menyediakan konektivitas logistik yang efisien," pungkasnya.

Sumber: JawaPos.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook