JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan harga komoditas yang cenderung fluktuatif menjadi sebab negara-negara di dunia mencatat tinggi nilai inflasi. Terutama negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat hingga berimplikasi dengan naiknya suku bunga acuan di berbagai negara.
Ia menyebut fluktuasi berbagai harga komoditas mulai dari gas, batu bara hingga minyak secara langsung membuat prospek perekonomian di dunia menjadi tidak pasti.
“Komoditas (yang fluktuatif) ini masih mencerminkan ketidakpastian atau anxiety di pasar keuangan atau prospek negara-negara di seluruh dunia terutama di negara-negara Eropa dan AS,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA yang dipantau secara daring, Senin (26/9/2022).
“Kenaikan dari komoditas yang melonjak tinggi ini meskipun berfluktuasi ini telah menyebabkan tekanan inflasi global,” imbuhnya.
Bendahara negara ini menyebut bahwa kenaikan dan penurunan harga komoditas ini telah berada pada dinamika yang luar biasa. Lebih lanjut ia merinci soal harga komoditas yang mengalami fluktuasi.
“Untuk gas, kita melihat jump di USD 93,3 kemudian turun di USD 7,87 kemudian setiap kali ada statement antara rusia dan ukraina pasti akan menimbulkan dampak sentimen terhadap harga energi. Baik itu gas, coal dan sekarang minyak juga,” ujarnya.
Sementara untuk harga minyak, menkeu yang akrab disapa Ani ini menyebut minyak mentah dunia mengalami penurunan tajam pada hari ini. “Hari ini minyak menurun tajam dari tadinya bulan Juli mencapai USD 126 per barel. Bahkan Agustus bertahan di USD 120 per barel, sekarang sudah di level USD 89,9 itu untuk Brent. Untuk WTI berbeda.”
Untuk CPO, juga mengalami penurunan yang tajam bahkan lebih dari 40 persen dari puncaknya mencapai USD 1.779 per ton, yaitu pada bulan Mei. Kemudian memuncak lagi pada bulan Mei dan Juni. Sekarang ada di level USD 821 per ton.
Penurunan yang tajam juga berlaku untuk harga gandum. Saat ini, kata Ani, harga gandum dibanderol USD 88,8 per ton. Kendati demikian, pihaknya tidak mendapat kepastian karena atensi dari perang Rusia-Ukraina makin terekskalasi.
“Demikian juga dengan kedelai dalam hal ini masih ada dalam level yang tinggi namun berfluktuasi juga yang terjadi dengan jagung,” tuturnya.
Ia meyakini harga komoditas yang mengalami kenaikan dan penurunan ini sangat berpengaruh terhadap inflasi di berbagai negar di dunia, termasuk Indonesia.
Bahkan sudah menjadi keharusan bahwa kenaikan inflasi perlu dikendalikan dengan suku bunga acuan atau policy rate yang ikut-ikut naik.
“Sehingga kita melihat semua negara bank sentralnya melakukan respons policy dengan menaikan suku bunga, policy rate dan melakukan pengetatan likuiditas,” kata Sri Mulyani.
Suku bunga acuan di Inggris tercatat sebesar 2,25 persen atau naik sebesar 200 basis points (bps). Brasil menaikan suku bunga hingga 13,75 persen atau naik 450 bps. Meksiko naik sebesar 8,50 persen atau naik 300 bps.
Kemudian, India naik 5,40 persen atau naik 140 bps, Indonesia menaikkan suku bunga 50 bps menjadi 4,29 persen. Lalu, Amerika Serikat (AS) naik menjadi 75 bps sementara di Eropa sebesar 125 bps.
“Ini adalah suatu kenaikan sangat ekstrem. Padahal biasanya Eropa merupakan negara yg sangat rendah dr sisi policy ratenya,” pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman