JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemerintah kian serius dalam upaya untuk melakukan penyederhanaan nilai mata uang (redenominasi).
Setelah Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin (25/7/2017), maka persiapannya dimulai pada 2018. Program yang pernah dibahas pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhohono itu bahkan akan penuh diterapkan pada 2030 mendatang.
Usai tiga nol di belakang mata uang dihilangkan, seluruh harga barang pun ikut menyesuaikan agar tidak ada lonjakan inflasi. Diterangkan Agus, rencana redenominasi tersebut sebenarnya sudah bergulir pada 2013.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat itu sudah mengeluarkan amanat presiden sebagai tanda persetujuan pemerintah membahas RUU Redenominasi dengan DPR.
”Tapi, pada 2013 itu terjadi gejolak ekonomi dunia sehingga kami tidak selesaikan RUU-nya,” ujarnya usai bertemu Presiden Jokowi.
Dia yakin, jika pembahasan bisa dilaksanakan tahun ini, dapat terselesaikan dengan baik. Mengingat persiapannya sudah cukup matang. Pihaknya sudah menyiapkan rencana sosialisasi secara bertahap hingga 2029.
Tentu dengan asumsi bahwa RUU Redenominasi bisa diajukan dan disahkan tahun ini juga. Diawali dengan masa persiapan pemberlakuan redenominasi selama dua tahun pada 2018–2019. Kemudian, redenominasi mulai diberlakukan pada 1 Januari 2020 dalam masa transisi hingga 2024.
”Saat itu di Indonesia akan ada rupiah lama dan baru, tetapi bersama. Dan harga-harga barang dan jasa harus dipasang harga-harga baru dan lama,” sebutnya.
Agus menilai, sejauh ini presiden menyambut baik rencana tersebut. Hanya, rencana itu masih perlu dibahas lebih lanjut dalam sidang kabinet.
”(Bila disetujui, red) nanti presiden akan memberikan arahan final dan untuk selanjutnya kami akan bicarakan dengan DPR,” jelasnya.
Prosesnya, sambung dia, yang jelas terus berjalan. RUU tersebut diharapkan bisa masuk prolegnas prioritas tahun ini. RUU itu, terangnya, akan mengizinkan penyederhanaan nilai rupiah dengan tidak mengurangi daya beli masyarakat.
Pasalnya, yang disederhanakan bukan hanya rupiahnya, melainkan juga harga barang dan jasa sehingga diyakini tidak ada dampaknya terhadap daya beli.(byu/ken/jun/c9/oki)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama