FENGSUI

Tahun Tikus Logam, Pertumbuhan Ekonomi Diprediksi Masih Lambat

Ekonomi-Bisnis | Minggu, 26 Januari 2020 - 12:01 WIB

Tahun Tikus Logam, Pertumbuhan Ekonomi Diprediksi Masih Lambat
Yulius Fang

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Secara umum, ahli fengsui Yulius Fang mengatakan, tahun ini akan menjadi tahun yang kontradiktif. Sebab, jika dilihat dari tiap-tiap elemen, tikus yang mewakili elemen air kecil dan logam besar memiliki sifat yang bertolak belakang. Air kecil yang tenang, wisdom, kalem, dan pesimistis bakal bertemu dengan logam besar yang heroik dan keras.

Dia mencontohkan, di masyarakat nanti akan banyak suara lantang dalam menyampaikan pendapat. Itu mewakili karakter elemen logam besar. Kalau pemerintah bisa mengakomodasi, tentu demokrasi bakal berjalan dengan baik.


”Tapi, harus diingat, logam ini berdampingan dengan air. Bikin suara lebih kencang, lebih powerful. Lebih kuat. Karena itu, sisi negatif akan lebih banyak muncul. Terutama yang air,” jelasnya.

Kenapa? Sebab, dua elemen itu adalah elemen dingin atau yin. Dingin berlebih dalam hukum fengsui itu tidak bagus. Sehingga sifat pesimistis, takut, dan licik akan lebih banyak ditemui. ”Suara yang lebih banyak muncul bukan yang positif, tapi yang skeptis dan pesimistis,” jelasnya.

Karena air ini juga berhubungan dengan otak atau idealisme, Yulius memprediksi, akan banyak kejadian di mana orang berusaha memaksakan idealismenya. Orang juga akan menggunakan strategi kotor dan licik untuk memenangkan sesuatu.

Kemudian, karena logam besar memiliki sisi heroik, suara lantang yang muncul kebanyakan soal penegakan hukum atas ketidakadilan dan diskriminasi. Akan tetapi, aksi demo akan diwarnai perusakan. ”Semester satu akan mudah ditemukan. Bukan cuma di Indonesia, tapi seluruh dunia. Kudeta-kudeta,” ungkapnya.

Situasi itu juga bakal berpengaruh pada kondisi ekonomi, bukan hanya di Indonesia, melainkan seluruh dunia. Apalagi, adanya ancaman perang di Timur Tengah mengakibatkan tak bisa ditebaknya masa depan. Kemudian, perang dagang Amerika Serikat dan Cina diprediksi masih berlanjut. Bahkan, meningkat ketegangannya.

Di Indonesia sendiri, pertumbuhan ekonomi di semester pertama dipastikan melambat. Namun, di semester kedua, ada sedikit perbaikan. Gairah ekonomi akan naik, terutama di Jakarta. Namun, pertumbuhannya tidak akan jauh-jauh dari tahun lalu. Yakni, 4,9 persen sampai 5,05 persen. ”Kenapa? Perang. Ada ketidakstabilan ekonomi dan ketidakjelasan masa depan,” kata Yulius.

Lalu, bagaimana cara menghadapi itu? Yulius menyarankan pemerintah bisa memberikan stimulus kepada masyarakat miskin dengan bantuan langsung tunai (BLT). Diakuinya, meski kurang mendidik, efeknya bisa langsung dirasakan oleh masyarakat bawah. Mereka bisa langsung berbelanja keperluan sehari-hari, yang tentunya dapat menggerakkan ekonomi.

Kemudian, dari sisi pengusaha, jika ingin cuan, harus pakai strategi khusus. Kayu di semester pertama dan tanah di semester kedua. Kayu dimaksudkan sebagai kolaborasi dan networking. Yulius mengatakan, pengusaha harus punya banyak network seperti kayu dan ranting. Kalau bisa, ada kolaborasi. Misalnya, bank dengan asuransi, properti dengan bank, dan sebagainya.

Sementara itu, di semester kedua, kalau mau profit, harus gunakan api dan tanah. Api memiliki sifat populer, terkenal. Nah, apa yang bikin populer atau terkenal itu jadi kuncinya. Artinya, harus jual barang atau jasa yang populer. Produk yang hype-nya kurang sebaiknya dikurangi. ”Atau pakai orang populer atau influencer. Strategi itu bisa berlaku sampai tahun depan,” jelasnya.

Sedangkan strategi tanah cenderung pada mengumpulkan orang. Bisa disebut juga dengan sistem silaturahmi old database. Jalin kembali hubungan dengan customer lama. Berikan penawaran-penawaran baru untuk mereka.

Sementara itu, untuk properti baru, tanggapan pasar akan lebih positif. Namun, terjadi hal yang kontradiktif antara satu developer dan developer lain. Mirip dengan 2019, tapi tahun ini lebih terlihat. ”Satu sisi kelebihan stok, satu sisi diserbu orang. Paradoks,” tuturnya.(jpg)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook